Intip Besaran Alokasi Subsidi Energi pada 2025

Menteri ESDM Bahlil Lahaladia mengatakan, penetapan alokasi subsidi ini turun dibanding dengan target tahun sebelumnya sebesar 19,58 juta KL.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Agu 2024, 11:54 WIB
Fokus utama pemerintah untuk subsidi 2025 tetap pada Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menetapkan alokasi anggaran subsidi energi untuk tahun anggaran 2025. Fokus utama subsidi 2025 tetap pada Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Berdasarkan hasil rapat Kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII DPR RI, total volume BBM bersubsidi yang dialokasikan pada 2025 mencapai 19,41 juta kiloliter (KL). Rinciannya, minyak tanah sebesar 0,52 juta KL dan minyak solar sebesar 18,89 juta KL. Sementara itu, untuk LPG 3 kg, pemerintah mengalokasikan volume sebesar 8,2 juta metrik ton.

Menteri ESDM Bahlil Lahaladia menuturkan, penetapan alokasi subsidi ini turun dibanding dengan target tahun sebelumnya sebesar 19,58 juta KL, didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM Bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran. "Harapannya jangan ada lagi mobil-mobil mewah memakai barang-barang subsidi," ujar Bahlil di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024, seperti dikutip dari keterangan resmi Rabu (28/8/2024).

Pemerintah telah mengusulkan untuk mempertahankan besaran subsidi untuk solar sebesar Rp1.000 per liter pada 2025. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan harga BBM.

Selain BBM dan LPG, pemerintah juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp90,22 triliun untuk subsidi listrik pada 2025 dan naik dari target 2024 sebesar Rp73,24 triliun. Angka ini mencakup sisa kurang bayar 2023 sebesar Rp2,02 triliun.

"Kenaikan tersebut didorong oleh perkiraan kenaikan jumlah penerima subsidi listrik dari 40,89 juta pelanggan di tahun 2024 menjadi 42,08 juta di tahun 2025," ujar dia.

Menanggapi alokasi subsidi listrik 2025, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman menuturkan, pentingnya penargetan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran. "Kita harus fokus pada masyarakat di wilayah Indonesia Timur dan pedalaman Kalimantan yang memang sangat membutuhkan subsidi energi," ujar dia.

Selain itu, Maman juga menekankan perlunya perbaikan data penerima subsidi agar tidak ada lagi masyarakat mampu yang menikmati subsidi, sehingga anggaran negara dapat digunakan secara lebih efektif. 


Subsidi Non Energi Naik Tahun Depan, Buat Apa?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022. (Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat ada kenaikan cukup tinggi pada alokasi subsidi non energi. Pada 2025, subsidi non energi dipatok sebesar Rp 131,3 triliun.

Jika dibandingkan dengan subsidi energi sebesar Rp 394,3 triliun, memang angka tadi masih lebih rendah. Namun, jika dilihat peningkatannya, subsidi non energi naik 35,5 persen sedangkan subsidi energi naik 17,8 persen.

Dia mengatakan, kenaikan subsidi non energi utamanya didorong oleh tambahan besaran subsidi pupuk.

"Kenaikan cukup tinggi pada subsidi non energi itu terutama tadi untuk ketahanan pangan karena kita mengalikasikan hingga 9 juta ton pupuk subsidi," kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan sebanyak 6-7 juta ton pupuk bersubsidi. Ada kenaikan sebesar 2 juta ton untuk menyasar upaya ketahanan pangan Indonesia.

"Ini kenaikan dari yang tadinya angkanya tadinya di 6-7 juta ton. Ini tentu perlu untuk tetap dijaga dari sisi ketepatan sasaran," ujar Menkeu.

Sebagai gambaran, alokasi subsidi non energi berangsur meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2021, subsidi non energi dipatok Rp 64,8 triliun, pada 2022 sebesar Rp 74,7 triliun, 2023 sebesar Rp 86,5 triliun, dan 2024 sebesar Rp 96,9 triliun.

Perlu diketahui, pada awal 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menambah anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 14 triliun. Sehingga alokasi pupuk subsidi menjadi sebesar 9,55 juta ton.

 


Pastikan Pupuk Tetap Sampai ke Petani

Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Kementerian Pertanian optimis target produksi padi sebesar 75,13 juta ton pada tahun 2016 dapat tercapai. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (PIHC), Rahmad Pribadi menjamin penyaluran pupuk subsidi terus dilakukan. Meski, ada kekhawatiran yang timbul soal habisnya kuota penyaluran di beberapa titik.

Rahmad menuturkan, ada sekitar 100 kabupaten yang alokasi pupuk subsidinya akan habis pada Juli 2024 ini. Namun, angka itu berdasarkan pada alokasi pupuk subsidi awal sebanyak 4,7 juta ton atau sekitar Rp 26,5 triliun.

"Jadi yang ada adalah pada awal tahun itu alokasi pupuk subsidi itu 4,7 (juta ton) dengan anggaran sebesar Rp 26,7 triliun. Atas dasar itu maka Kementerian Pertanian berkontrak dengan kami sejumlah itu, sejumlah uangnya yang ada, yang sudah habis itu adalah volume kontraknya itu," ujar Rahmad ditemui di Langham Hotel, Jakarta, Rabu (17/7/2024).

 

 

 


Ditambah Jadi 9,55 Juta Ton

Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Kementerian Pertanian optimis target produksi padi sebesar 75,13 juta ton pada tahun 2016 dapat tercapai. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Dia mengatakan, pihaknya dan Kementan telah sepakat tetap menyalurkan pupuk subsidi meski belum ada pembaruan kontrak. Menyusul ada tambahan alokasi pupuk subsidi menjadi 9,55 juta ton untuk sepanjang tahun ini.

"Ada perbedaan antara volume kontrak dan alokasi baru. Karena kontraknya sedang dalam proses direvisi. Kalau normatif kami hanya bisa menyalurkan sesuai dengan kontrak (awal)," kata Rahmad.

Dia mengakui pemerintah sepakat tetap menyalurkan pupuk subsidi ini kepada penerimanya. Hal tersebut sejalan dengan penambahan subsidi pupuk yang diperintahkan Presiden Joko Widodo di awal tahun ini.

"Tapi kemarin jelas sekali, ini keadaan darurat ini adalah keadaan yang genting. Indonesia membutuhkan produksi pertanian yang tidak terganggu karena sifatnya begitu kami pun sepakat dengan pemerintah kontraknya urusan kami dengan pemerintah tapi sudah ada kebijakan Bapak Presiden dengan alokasi itu (9,55 juta ton), itu jadi acuannya," bebernya.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya