Timbulkan Gejolak, Pemerintah Diminta Perbaiki PP No 28 Tahun 2024

Kalangan pengusaha dan pelaku industri kreatif bergejolak menyikapi Pasal 449 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 29 Agu 2024, 08:21 WIB
Diskusi mengenai Kontroversi Pasal Larangan Media Luar Ruang 500 Meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak di PP nomor 28 Tahun 2024, di Restoran Tjikini Lima, Menteng, Jakarta, Rabu 28 Agustus 2024 (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengusaha dan pelaku industri kreatif bergejolak menyikapi Pasal 449 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Menurut mereka, aturan dirancang tanpa melibatkan para pengusaha dan pelaku industri, bermasalah dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi industri periklanan maupun sektor turunannya.

“Karena ini menjadi efek domino, salah satunya ke industri kreatif kelas menengah ke bawah. Jadi, dampaknya cukup signifikan,” kata Ketua Umum Asosiasi Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi.

Pria akrab disapa Fabi ini mengaku, pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan regulasi tersebut. Padahal, ketika PP itu masih dalam bentuk rancangan, industri media luar sudah terdampak. Sebab, kontribusi sponsor rokok cukup besar.

“Ini bukan persoalan 500 meter dari satuan pendidikan saja. Tetapi tidak diletakkan di jalan utama. Saya kira harus dihilangkan karena reklame itu harus di tempat ramai,” tutur Fabi.

Febi berharap, saat PP sudah jadi maka sebisa mungkin ditunda dan di masa penundaan itu, para pelaku terlibat bisa dilibatkan untuk diterima masukannya.

“Kami minta direvisi, paling simpel kembali ke Peraturan 109,” harap dia.

Intinya, Fabi menyimpulkan, regulasi tersebut sulit diterapkan karena menimbulkan pemahaman beragam dan merugikan.

“Pengaturan iklan produk tembakau pada videotron yang diperlakukan layaknya media penyiaran merupakan bukti, pembuat regulasi tidak memahami produk atau objek yang diatur,” kritik dia.


Minta Ditunda

Senada dengan itu, Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI) Heri Margono juga berharap, regulasi terkait bisa ditunda. Asumsinya, sebuah regulasi itu harus memenuhi dua kriteria. Keadilan dan efisien.

“Keduanya tidak gampang. Mesti melibatkan pihak terlibat. Supaya menjadi efisien, dan adil. Terkait PP ini ada yang merasakan ketidakadilan,” ungkap Herin di kesempatan senada.

Heri mengklaim, sebelum aturan ini disahkan, DPI telah menyampaikan aspirasi kepada Kementerian Kesehatan namun tidak direspon. Ia pun menyayangkan, padahal aturan tersebut berdampak langsung pada pelaku usaha media luar ruang serta sektor-sektor pendukungnya, seperti desainer dan percetakan.

"Industri kreatif yang berpotensi menyerap angkatan kerja baru terancam akibat kebijakan ini," wanti dia.

Sementara itu, Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono menyarankan, agar regulasi ini direvisi. Kalau tidak bisa dibatalkan, minimal diundur atau ditunda pelaksanaannya.

“Kita harapkan Pemerintah mau menampung, ini menimbulkan gejolak luar biasa dan menandakan, belum ada komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha,” kata Sutrisno di momentum yang sama.

Sutrisno mengaku, dirinya tidak pernah diajak pemerintah untuk membahas regulasi terkait. Sehingga, regulasi tersebut kini menjadi persoalan. Dia memastikan, saat ini APINDO sudah mengumpulkan daftar masalah. Bukan hanya periklanan tapi seluruh sektor.

“Kita kumpulkan, kemudian kita bicara kepada pemerintah. Isunya menjadi komprehensif, tapi tidak bisa APINDO sendirian. Harus didukung asosiasi sektoral. Harus ada pergerakan bersama,” dia menutup.

Sebagai informasi, diskusi media yang melibatkan tiga narasumber tersebut bertajuk Kontroversi Pasal Larangan Media Luar Ruang 500 Meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak di PP nomor 28 Tahun 2024.

Diskusi berlangsung di Restoran Tjikini Lima, Menteng, Jakarta, Rabu 28 Agustus 2024.

Infografis KIM Plus Usung Duet Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta 2024. (Foto: Liputan6.com)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya