Liputan6.com, Bandung - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan Indonesia memiliki obat bahan alam yang melimpah untuk mengatasi nyeri haid (dismenore) berdasarkan data empiris dari pustaka dan para penyehat tradisional (Hattra).
Menurut Peneliti Ahli Utama di Organisasi Riset Kesehatan (ORK) BRIN, Lucie Widowati, saat ini terdata 280 ribu Hattra dari 1.086 etnis yang tersebar di seluruh provinsi. Lucie mengatakan penanganan dismenore dapat dilakukan secara konvensional, melalui obat bahan alam, pemberian suplemen, serta metode non-farmakologis seperti kompres panas, relaksasi pernapasan, dan yoga.
Advertisement
"Di Indonesia, riset terhadap tumbuhan obat dan jamu telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Dari 405 etnis dan 2.354 Hattra, dihasilkan sekitar 30 ribu ramuan dari 34 provinsi untuk 77 keluhan kesehatan. Data ini dapat dikaji secara ilmiah untuk pengembangan formula jamu yang potensial sebagai terapi," ujar Lucie dicuplik dari lama BRIN, ditulis Rabu (28/08/2024).
Lucie mengatakan data empiris untuk dismenore menunjukkan bahwa dari 2015 hingga 2017, telah diidentifikasi 339 ramuan dari 73 etnis di 24 provinsi, dengan 123 spesies tanaman obat. Delapan diantaranya sering digunakan di berbagai provinsi dan etnis, yaitu kunyit, jahe, henna, sambiloto, asam jawa, sirih, sereh, dan handeuleum.
Lucie juga menyampaikan bahwa tanaman-tanaman tersebut telah memiliki data uji praklinik dan beberapa di antaranya telah diuji klinis pada manusia. "Tanaman seperti jahe, sereh, serta jamu kunir asem dikenal luas di Indonesia sebagai solusi herbal untuk gangguan haid," kata Lucie.
Lucie melansir data dari Dysmenorrhea Market Report 2023-2032, prevalensi dismenore terus meningkat. Hal ini menunjukkan perlunya pengembangan produk yang efektif dengan efek samping minimal, seperti obat dari bahan alami.
"Obat-obatan konvensional seperti NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) memiliki efek samping pada lambung. Oleh karena itu, diperlukan produk alami yang dapat menjadi alternatif," terang Lucie.
Produk pasar untuk gangguan haid saat ini sudah banyak, tetapi produk contohnya Kiranti ucap Luci, yang sudah beredar lebih dari 20 tahun dapat dijadikan model untuk pengembangan formula jamu dismenore.
Lucie menyampaikan beberapa kriteria penting dalam memilih tanaman obat untuk kajian formula, yaitu pandangan empiris, kemudahan budi daya, keberlanjutan lingkungan, stabilitas kandungan kimia, serta potensi pasar yang luas. Selain itu, tanaman tersebut harus aman, bukan impor, dan tidak memiliki kontraindikasi.
Mengenal Dismenore
Dismenore atau nyeri haid, adalah istilah medis untuk kondisi nyeri yang terjadi selama menstruasi. Kondisi ini ditandai dengan kram di perut bagian bawah yang muncul sebelum atau saat menstruasi.
"Pada beberapa wanita, dismenore dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari," ungkap Lucie.
Angka kejadian dismenore pada wanita usia produktif berkisar antara 45 persen hingga 95 persen, dengan prevalensi sekitar 60 persen hingga 75 persen pada remaja. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari 50% wanita di berbagai negara mengalami dismenore.
"Di beberapa negara, prevalensi dismenore tercatat sebagai berikut Swedia 72 persen, Amerika Serikat 90 persen, Kuwait 85,6 persen, dan Indonesia 64,5 persen, dimana 54,89 persen diantaranya mengalami dismenore berat," jelas Lucie.
Lucie menjelaskan beberapa faktor yang dapat memicu atau memperburuk dismenore, antara lain perubahan gaya hidup, kebiasaan makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, tingkat stres yang tinggi, dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak. Dismenore disebabkan oleh peningkatan prostaglandin uterus yang berlebihan, yang menyebabkan peningkatan tonus dan kontraksi uterus.
"Jika tidak ditangani, dismenore dapat menyebabkan masalah kesehatan lain seperti kecemasan, depresi, infertilitas, kehamilan ektopik, dan kista," tutur Lucie.
Lucie menguraikan bahwa dismenore terbagi menjadi tiga kategori ringan, sedang, dan berat. Dismenore ringan tidak membatasi aktivitas sehari-hari dan tidak memerlukan penggunaan analgesik. Dismenore sedang mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan membutuhkan analgesik untuk mengurangi nyeri.
"Sedangkan dismenore berat sangat membatasi aktivitas dan tidak merespons analgesik, seringkali disertai gejala lain seperti muntah atau pingsan," tukas Lucie.
Advertisement