KNTI Khawatir Pembatasan BBM Subsidi Malah Menyiksa Nelayan

KNTI meminta pemerintah memperhatikan secara serius mengenai alokasi BBM subsidi untuk nelayan. Mengingat, biaya BBM cukup besar dalam porsi biaya operasional.

oleh Arief Rahman H diperbarui 29 Agu 2024, 20:50 WIB
Sejumlah perahu saat bersandar di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Senin (26/12/2022). Akibat angin barat dan gelombang tinggi menyebabkan nelayan tradisional di Muara Angke libur melaut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyoroti rencana pembatasan BBM bersubsidi oleh pemerintah. Khwatirnya, pembatasan BBM itu menyulitkan para nelayan-nelayan kecil.

Ketua Umum KNTI Dani Setiawan mengatakan saat ini BBM subsidi sulit didapatkan oleh kalangan nelayan. Dia mencatat, pada survei yang dilakukan pada 2021 lalu, 82 persen nelayan tidak mampu mengakses BBM Subsidi sesuai harga yang ditetapkan pemerintah.

"Bagaimana triliunan berikan subsidi energi kepada nelayan kecil yang faktanya di lapangan survei kami 2021 nelayan kecil tidak bisa akses, 82 persen nelayan kecil tak bisa akses BBM subsidi," kata Dani dalam diskusi KNTI, di Jakarta, Kamis (29/8/2024).

Dani ikut menyoroti rencana pembatasan BBM subsidi oleh pemerintah. Dia merujuk pada beberapa waktu lalu ketika penghapusan Premium. Kala itu, nelayan kesulitan karena harus beralih ke Pertalite dengan harga yang lebih mahal.

"Kalau belajar tahun 2022 ketika penghapusan Premium dalam jenis BBM subsidi beralih ke Pertalite dan harga naik, nelayan kecil di seluruh Indonesia mengalami goncangan cukup besar," ucap dia.

Dia meminta pemerintah memperhatikan secara serius mengenai alokasi BBM subsidi untuk nelayan. Mengingat, biaya BBM cukup besar dalam porsi biaya operasional.

"Skema subsidi BBM perlu mendapatkan perhatian serius dari pengambil kebijakan dan dampak sistemik struktural bagi nelayan itu, dan berimplikasi ke nelayan kecil 70 persen dari bahan bakar," kata dia.


Rencana Beralih ke EBT

Kementerian Pertahanan juga membangun desalinasi yang bisa mengubah air laut menjadi tawar yang dapat digunakan warga Kampung Nelayan. (merdeka.com/Arie Basuki)

Diberitakan sebelum, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyadari kadar emisi yang dikeluarkan dari bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan nelayan tradisional. Namun, implementasi energi baru terbarukan masih belum familiar di kalangan nelayan kecil.

Ketua Umum KNTI Dani Setiawan mengatakan penggunaan BBM fosil turut menyumbang masalah terhadap lingkungan. Maka, opsi untuk nelayan kecil menggunakan energi bersih bisa jadi salah satu solusinya.

"Bahwa penggunaan energi fosil menyebabkan masalah lingkungan yang cukup besar. Kami sebagai organisasi nelayan kecil perlu melihat opsi yang perlu diambil nelayan kecil dan pemerintah," kata Dani dalam diskusi KNTI, di Jakarta, Kamis (29/8/2024).

"Bagaimana nelayan kecil mulai memahami untuk adaptasi di tengah situasi ketidakpastian ini akibat kebijakan BBM dan perubahan iklim yang semakin besar untuk melihat energi baru terbarukan ini penting," sambungnya.


Belum Paham EBT

Beberapa fasilitas umum juga dibangun untuk keperluan warga Kampung Nelayan Muara Angke. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sayangnya, kata Dani, masih banyak nelayan kecil yang belum paham terhadap konsep penggunaan energi bersih tadi di kapal tradisionalnya. Hal tersebut didapat KNTI usai menelusuri persepsi nelayan terkait imolementasi EBT pada 2023 lalu.

"Tahun lalu kami mulai pembalajaran ini, studi lapangan yang kami coba rekam, kami tangkap untuk melihat sejauh mana nelayan kecil, persepsi nelayan kecil terhadap energi baru terbarukan," katanya.

Data yang didapatnya menyimpulkan mayoritas nelayan tidak mengetahui soal konsep EBT tadi. Belum lagi menyoal pemanfaatannya dalam menangkap ikan di laut.

"Memang mayoritas nelayan kecil belum tau mengenai energi baru terbarukan apalagi implementasinya. Apalagi menerapkannya sebagai opsi alternatif bagi operasi penangkapan ikan di laut," jelasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya