Liputan6.com, Cilacap - Pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) yang juga pahlawan nasional, KH Hasyim Asy’ari merupakan sosok ulama kharismatik yang kondang sebagai ahli hadis.
Beliau lahir pada 14 Februari 1871 (24 Dzulqaidah 1287H) di Pesantren Gedang, Tambakrejo, Jombang. Hasyim adalah putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan KH Asy’ari pemimpin Pesantren Keras, Jombang dan Nyai Halimah.
Baca Juga
Advertisement
Namun yang jarang diketahui ialah perihal karomah yang beliau miliki.
Sebagai salah seorang ulama hadis tanah air, KH Hasyim Asy’ari juga dikenal sebagai waliyullah yang memiliki beberapa karomah yang dahsyat.
Dalam tulisan ini akan mengisahkan 2 karomah KH Hasyim Asy’ari yakni dapat mengetahui isi hati orang dan mampu membuat rumah yang semula doyong menjadi tegak kembali sebagaimana dinukil dari laman tebuireng.online.
Simak Video Pilihan Ini:
Mengetahui Isi Hati Orang
Mengetahui isi hati orang lain, bukanlah sembarang pencapaian. Tentu kebersihan hati dan ketuguhan spiritual yang dapat sampai pada kemampuan itu. Kiai Hasyim menurut kesaksian Kiai Abu Bakar dapat mengetahui isi hati orang lain, padahal saat itu tidak pernah diceritakan hal tersebut kepada beliau.
Misalnya, sebagai santri kalong yang tidak menginap di pondok alias, Kiai Abu Bakar pulang pergi pondok dan rumah. Suatu saat beliau berangkat dari rumah ke pondok jalan kaki melewati prostitusi dekat pondok, yang juga merupakan bentukan pemerintah Hindia Belanda melalui Pabrik Gula Tjoekir.
Beliau tiba-tiba menggumam dalam hati, kok bisanya tempat seperti ini ada dekat sekali dengan pondok. Beliau melihat adanya perempuan-perempuan di pinggir jalan menjajakan diri, menawarkan diri pada lelaki hidung belang yang mungkin kebetulan lewat dan mau mampir. Saat itu beliau juga ditawari, dalam bahasa beliau bercerita ditarik-tarik.
Beliau berpikir negatif “kok bisanya dekat pondok Tebuireng, ditempati wanita-wanita seperti ini”. Saat itu usia beliau masih muda, jelas pikiran muda sekali kemana-mana. Sesampainya di pondok, beliau tetap kepikiran tentang hal itu.
Tiba-tiba, pukul 08.00 seusai mengaji, Kiai Hasyim mengumpulkan santri, Abu Bakar muda ada di antara kumpulan santri itu. Beliau dawuh banyak hal. Namun pamungkasnya, beliau mengatakan perkataan yang cukup mencengangkan dalam benak Abu Bakar remaja.
“Ngene ya leh yo, jeding iku ono cerene, lek gak ono cerene gak nduwe jeding” artinya “Begini ya nak, kamar mandi itu ada kalinya (untuk pembuangan), kalau tidak ada tempat pembuangan, bagaimana bisa punya kamar mandi”.
Mendengar dawuh begitu, Abu Bakar muda ini tersentak seperti didawuhi di depan umum oleh Kiai Hasyim, padahal santri lain tidak tahu bahwa itu menyindir santri kalong bernama Abu Bakar. Sejak saat itu, Kiai Abu Bakar tidak mau berprasangka buruk lagi, tentang pondok dan keadaan masyarakat sekitarnya.
Pengalaman kedua, masih sama. Pembelajaran kelas, biasanya berakhir menjelang dhuhur. Santri Abu Bakar yang merupakan santri kalong biasanya pulang setelah shalat dhuhur. Terbersit pikirannya untuk tidak ikut shalat jamaah dan hendak langsung lari pulang.
Tiba-tiba dijawil oleh Kiai Hasyim, diminta untuk tidak pulang terlebih dahulu, diminta shalat jamaah di pondok dulu. “Jok moleh sek, jamaah dhuhur sek,” kata beliau, artinya, “Jangan pulang dulu, jamaah dhuhur dulu”.
Akhirnya Abu Bakar tadi, tidak jadi pulang, ikut shalat berjamaah plus dengan wiridnya.
Advertisement
Bikin Rumah Doyong Tegak Lagi
Kebetulan kami pernah mewawancarai seorang santri beliau, santri kalong juga ternyata. Rumahnya di Cukir, rumahnya sangat kecil dan memperihatinkan. Bahkan kita ketemu saja, karena tidak sengaja mengurus dokumentasi bakti sosial perbaikan MCK dalam rangka 120 tahun Tebuireng.
Beliau namanya Ahmad Thaib, jauh dari kesan kiai atau ahli agama, dengan pakaian biasa. Beliau ini bercerita tentang salah satu karomah Kiai Hasyim. Suatu saat si Thaib muda merenung di senggangnya waktu.
Tiba-tiba Kiai Hasyim datang dan bertanya, “Ada apa, Nak, kok melamun?,”. Ahmad Thaib menjawab, “Itu, rumah saya doyong (miring)”. Akhirnya Kiai Hasyim mengajak Ahmad Thaib melihat rumahnya yang miring itu.
Sesampainya di sana, Kiai Hasyim hanya menggoyang-goyang salah satu bagian rumah yang miring. Dilalah, rumah itu lurus kembali, alias berdiri tegak lagi. Ahmad Thaib terkejut sambil senang.
Terkejut karena seperti ajaib sekali, rumah digoyang-goyang saja, yang asalnya miring menjadi lurus. Karena kalau dibenarkan tukang bisa memakan biaya mahal dan tentunya selesai dalam berhari-hari.
Di balik semua itu, ia merasa senang dan gembira, rumahnya bisa berdiri tegak lagi. Kata Mbah Ahmad Thaib begitulah cara beliau menyenangkan santri, kadang tidak terduga.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul