Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Aktivitas pertambangan, termasuk batu bara, di mana pun selalu dianggap merusak lingkungan. Mulai dari eksploitasi, eksplorasi, hingga pengangkutan disebut-sebut sangat berbahaya bagi lingkungan.
Di kawasan perairan, bongkar muat batu bara menjadi aktivitas wajib dari perdagangan emas hitam ini. Maka kekhawatiran banyak pihak soal pencemaran akibat aktivitas tersebut selalu menjadi sorotan.
Namun hal itu dibantah oleh peneliti Universitas Mulawarman. Melalui survei di kawasan pesisir laut, mereka membuktikan aktivitas tambang bisa dicegah agar tidak menjadi limbah bagi lingkungan.
Baca Juga
Advertisement
Muchlis Efendi terbiasa survei di beberapa kawasan pesisir Kalimantan Timur. Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman itu terbiasa menjelajahi pesisir provinsi yang kini sebagian wilayahnya menjadi Ibu Kota Nusantara.
Kali ini dia memulai survei di sebuah kawasan terbatas untuk mengetahui potensi kelautan dan sumber daya perikanan di tempat itu. Sebuah kawasan dermaga bongkar muat atau shiploader milik PT Indominco Mandiri di Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi sasaran surveinya.
Layaknya masyarakat umum, ada ribuan pertanyaan yang muncul, apakah ekosistem di sekitar aktivitas pertambangan batu bara masih sehat. Bedanya, Muchlis tak sekadar bertanya, tapi langsung mensurvei untuk melihat langsung.
Ada tanggung jawab sebagai akademisi untuk mengetahui persis kondisi pesisir laut Kaltim. Ragam survei telah dilakukan, baik secara individu yang punya beban moril sebagai dosen kelautan, maupun bersama-sama lembaga pemerintah, swasta, dan organisasi lainnya.
“Bagaimana kita bisa menjabarkan kondisi sesungguhnya jika kita tidak melakukan survei dan riset berbasis data secara langsung agar bisa menjabarkan secara ilmiah,” sebutnya kepada liputan6.com di sebuah warung kopi di Kota Samarinda, Kamis (22/8/2024).
Pada 2021 dia kamudian mulai survei di kawasan dermaga tersebut, tentu saja dengan ijin perusahaan. Bersama tim mereka berangkat dari Kota Bontang, lengkap dengan peralatan menyelam.
Dermaga milik perusahaan tersebut bukan dermaga biasa. Melainkan sebuah dermaga yang langsung mengangkat batu bara ke dalam vessel, sebuah kapal raksasa pengangkut muatan banyak.
Dari stock pile, batu bara diangkut menggunakan konveyor yang panjangnya lebih dari 2 kilometer. PT Indominco tak menggunakan kapal tongkang, melainkan langsung menggunakan conveyor untuk sampai ke vessel.
“Proses inilah yang kemudian membuat banyak pihak yang mempertanyakan bagaimana pengelolaan pengangkutan itu. Apakah tidak ada batu bara yang jatuh ke laut? Apakah ekosistem lautnya tercemar? Atau bagaimana kondisi biota lautnya? Itulah yang harus kita buktikan,” sebut Muchlis.
Pembuktian Berdasarkan Survei
Pada Tahun 2021, Muchlis Efendi bersama timnya memulai survei di sekitar kawasan shiploader PT Indominco Mandiri. Survei yang cukup luas membuat pengumpulan data membutuhkan waktu cukup lama.
Tak hanya di alur konveyor serta kawasan sekitarnya yang membentuk persegi panjang, survei juga dilakukan di darat yang masuk kawasan ekosistem pesisir. Beberapa titik yang menjadi target fokus survei berupa kawasan terumbu karang dan padang lamun.
“Hasil survey sumberdaya keanekaragaman hayati pesisir yang telah diplot pada jarak 300 m bagian utara trestle dan jarak 700 m bagian selatan trestle perusahaan ditemukan beberapa titik sumber daya keanekaragaman hayati yang teridentifakasi sebagai lamun, terumbu karang atau Coral Reef dan mangrove,” kata Muchlis.
Muchlis juga tidak menemukan ceceran batu bara di sekitar konveyor hingga ke lokasi vessel menerima muatan batu bara. Kondisi terumbu karang juga sehat dengan ditemukannya ikan indikator karang.
“Untuk memperkuat survey kita bahkan menjelajahi beberapa titik terumbu karang di luar kawasan perusahaan. Hasilnya sama,” katanya.
Ada 12 titik terumbu karang yang berhasil diidentifikasi dengan luasan berbeda. Dari jumlah tersebut, enam titik berada di kawasan perusahaan. Sisanya berada di luar pada bagian Selatan.
Satu titik terumbu karang berada persis di bawah konveyor. Dua titik lainnya bersisian dengan konveyor yang sangat panjang itu.
“Berdasarkan hasil visual di lapangan terdapat beberapa jenis karang keras dengan bentuk pertumbuhan karang seperti bentuk padat yang termasuk dalam genus gonipora, dicirikan dengan bentuk polip yang panjang dan memiliki warna berbeda-beda yang sering disebut sebagai koral pot bunga. Terdapat pula salah satu soft coral jenis dari genus sinularia,” kata Muchlis menjabarkan hasil survei di terumbu karang yang berada di bawah konveyor.
Meski dalam kondisi baik, untuk melihat kondisi terumbu karang secara lebih jernih memang membutuhkan waktu yang tepat. Pasang surut air laut mempengaruhi kekeruhan.
Temuan lainnya adalah padang lamun. Dari hasil survei, Muchlis dan kawan-kawan berhasil menemukan padang lamun di 5 titik. Sebanyak 3 titik berada di kawasan shiploader, sisanya berada di luar sebagai bagian dari daya dukung kawasan.
“Keberadaan padang Lamun tersebar hampir di seluruh daerah pasang surut kawasan pesisir operasional Indominco. Terlihat padang lamun tumbuh pada berbagai kondisi yang berbeda. Berdasar hasil identifikasi awal jenis lamun pada seluruh titik survey yang terlihat adalah dari genus Cymodocea, Enhalus, Halophila, Shryngodium dan Thalassia,” papar Muchlis.
Kemudian peneliti kelautan ini juga menemukan kawasan mangrove yang cukup terjaga. Hutan mangrove ini bersebelahan dengan stok pile batu bara namun tumbuh subur dengan baik.
“Kalau melihat kondisi bawah laut di sekitar shiploader, kita tidak menemukan ceceran batu bara atau bekas aktivitas bongkar muat. Artinya perusahaan ini cukup taat dalam menjaga ekosistem di sekitar wilayah operasi,” kata Muchlis.
Advertisement