Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah berjangka di Amerika Serikat (AS) naik hampir dua persen pada perdagangan Kamis, 29 Agustus 2024. Harga minyak kembali bangkit setelah koreksi selama dua hari berturut-turut karena Libya konfirmasi gangguan besar dalam produksi minyaknya.
Mengutip CNBC, Jumat (30/8/2024), produksi di Libya turun 1,5 juta barel selama tiga hari terakhir dengan total kerugian USD 120 juta, menurut National Oil Corporation milik anggota OPEC tersebut.
Advertisement
Perusahaan konsultan Rapidan Energy prediksi gangguan produksi di Libya akan mencapai 900.000 hingga 1 juta barel per hari dan berlangsung selama beberapa minggu.
Sementara itu, Iran berencana mengurangi produksi minyak dari 4,25 juta barel per hari pada Juli menjadi sekitar 3,9 juta barel per hari pada September, demikian menurut sumber kepada Reutrs.
Irak telah produksi lebih dari kuotanya sebesar 4 juta barel per hari berdasarkan perjanjian dengan OPEC dan sekutunya, menurut Reuters.
Berikut harga energi pada penutupan perdagangan Kamis, 29 Agustus 2024:
-Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober tercatat USD 75,91 per barel, naik USD 1,39 atau 1,87 persen. Year to date atau sejak awal tahun, harga minyak WTI telah melesat 5,9 persen.
-Harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober tercatat USD 79,94 per barel, mendaki USD 1,29 atau 1,64 persen. Year to date, harga minyak Brent menguat 3,7 persen.
-Harga bensin RBOB untuk kontrak September tercatat USD 2,24 per gallon, naik 3 sen atau 1,49 persen. Year to date, harga bensin melejit 6,9 persen.
-Harga gas alam untuk kontrak September tercatat USD 2,13 per ribuan kaki kubik, naik 4 sen atau 0,19 persen. Year to date, harga gas alam melemah 15 persen.
Sentimen Harga Minyak Dunia
“Penurunan produksi minyak mentah Libya, meningkatnya ancaman perang lebih luas di Timur Tengah, dan penyimpanan minyak mentah EIA pada level terendah dalam delapan bulan, semuanya menjadi pendorong bagi minyak mentah,” ujar Direktur Mizuho Securities, Bob Yawger.
Ia menuturkan, investor minyak mentah harus berhati-hati. “Semakin lama reli minyak mentah, dan semakin tinggi harganya, semakin besar kemungkinan OPEC+ akan menambahkan lebih dari 500 ribu ke pasar mulai Oktober,” ujar dia.
Pemerintah yang berseteru di Libya terkunci dalam pertikaian politik. Pemerintaah timur di Benghazi yang tidak diakui secara internasional telah mengancam akan menutup semua produksi dan ekspor minyak karena pemerintah barat yang didukung PBB di Tripoli berupaya mengganti kepala bank sentral anggota OPEC tersebut.
Libya memproduksi sekitar 1,2 juta barel per hari dengan sebagian besar minyak mentahnya diekspor ke pasar global. Analis Kpler Matt Smith menuturkan, harga minyak AS mungkin akan memperoleh manfaat paling besar dari gangguan itu. Hal ini karena merupakan pengganti terbaik bagi pembeli Eropa yang perlu mengganti pasokan Libya yang hilang.
Minyak mentah AS melonjak lebih dari 3 persen pada Senin, 26 Agustus 2024 karena gangguan di Libya, tetapi kemudian kembali turun seiring tingkat gangguan itu tidak jelas dan permintaan yang melambat di China bebani pasar.
Harga minyak AS diperdagangkan dalam kisaran USD 71-USD 80 per barel. Harga telah naik seiring risiko gangguan pasokan di Timur Tengah karena meningkatnya ketegangan antara Israel, Iran dan Hizbullah.
Namun, keuntungan karena risiko geopolitik telah cepat memudar karena permintaan yang melemah di China. Hal ini karena melonjaknya penjualan kendaraan listrik dan ekonomi yang lesu.
Advertisement
Harga Minyak Mentah Bisa Turun hingga USD 73,5 per Barel, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, harga minyak mentah diprediksi stabil pada perdagangan hari ini setelah mengalami goncangan yang cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi harga minyak adalah penarikan persediaan minyak mentah AS, kekhawatiran penurunan permintaan China, serta gangguan pasokan Libya.
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan,harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat naik tipis sebesar 8 sen atau 0,1%, menjadi USD 74,60 pada perdagangan Kamis pagi.
Meskipun demikian, kontrak minyak ini telah mengalami penurunan lebih dari 1% pada hari Rabu sebelumnya.
"Penurunan ini terjadi setelah data menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS turun hanya sebesar 846.000 barel menjadi 425,2 juta barel, lebih rendah dari ekspektasi para analis yang memproyeksikan penurunan sebesar 2,3 juta barel," jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (29/8/2024).
Penarikan persediaan yang lebih kecil dari yang diharapkan ini menambah tekanan pada harga minyak, terutama di tengah kekhawatiran yang terus berlanjut atas permintaan dari China, sebagai konsumen minyak terbesar di dunia, kondisi ekonomi China memiliki dampak signifikan terhadap pasar minyak global.
Ketidakpastian terkait permintaan dari negara ini membuat para pelaku pasar cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil posisi.
Namun, tidak semua faktor fundamental memberikan tekanan ke bawah pada harga minyak. Gangguan pasokan dari Libya menjadi salah satu elemen yang menahan penurunan harga lebih lanjut.
Sejumlah ladang minyak di Libya telah menghentikan produksi di tengah perebutan kendali atas bank sentral negara itu. Diperkirakan, gangguan produksi ini mencapai antara 900.000 hingga 1 juta barel per hari selama beberapa minggu mendatang.
Masalah di sisi pasokan ini menambah ketidakpastian di pasar, terutama karena produksi Libya telah berkurang lebih dari setengahnya minggu ini akibat pertikaian politik yang semakin memanas.
Pasokan Libya
Andy Nugraha menambahkan, masalah pasokan dari Libya memang memberi dukungan pada harga, namun dengan tren bullish yang semakin memudar, "Kita perlu mewaspadai potensi penurunan harga lebih lanjut." kata dia.
Melihat kondisi saat ini, Andy Nugraha memperkirakan bahwa harga minyak WTI berpotensi turun hingga ke level USD 73,5 dalam waktu dekat. Namun, Andy juga mencatat bahwa jika harga minyak berhasil rebound dari level support tersebut, maka potensi kenaikan kembali bisa terjadi.
"Jika harga gagal turun dan justru melakukan rebound, maka kenaikannya bisa mencapai USD 75,4 sebagai target terdekat."
Pemangkasan Suku Bunga AS
Selain itu, harapan bahwa bank sentral AS akan mulai memangkas suku bunga bulan depan juga dapat memberikan dukungan tambahan bagi harga minyak. Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, mengisyaratkan bahwa inflasi yang semakin turun dan peningkatan pengangguran yang lebih besar dari perkiraan mungkin menjadi alasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.
Suku bunga yang lebih rendah cenderung mengurangi biaya pinjaman, yang pada gilirannya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Secara keseluruhan, menurut Nugraha, pasar minyak saat ini berada di bawah tekanan dari berbagai faktor, termasuk ketidakpastian permintaan dari Tiongkok, penarikan persediaan minyak mentah AS yang lebih kecil dari ekspektasi, serta gangguan pasokan dari Libya.
Namun, peluang untuk rebound tetap ada, terutama jika ada perkembangan positif dalam kebijakan moneter AS atau jika ketegangan di Libya mereda.
Advertisement