Liputan6.com, Jakarta - Pada Rapat Terbatas Kabinet tanggal 27 Agustus 2024, disampaikan tentang kasus Mpox pada anak-anak di Afrika. UNICEF melaporkan bahwa lebih dari setengah kasus mpox dan hampir 80 persen kematian akibat mpox di Republik Demokratik Kongo terjadi pada anak-anak.
Di Burundi, hampir 60 persen kasus mpox terjadi pada anak-anak dan remaja di bawah usia 20 tahun, dengan 21 persen di antaranya berusia di bawah 5 tahun. Ada sembilan alasan utama mengapa kasus mpox kini banyak menyerang anak-anak:
Advertisement
Pertama, karena Clade 1b mpox sekarang ini ternyata menular pada berbagai kelompok umur, termasuk anak-anak.
Kedua, kenyataan bahwa di beberapa negara Afrika memang sedang dilanda konflik dan juga munculnya pengungsi dengan berbagai masalahnya.
Ketiga, terjadinya kurang gizi pada sebagian anak di sana.
Keempat, terjadinya berbagai penyakit lain yang juga melanda, yang tentu berpengaruh terhadap kemungkinan tertular mpox. Beberapa penyakit yang dihadapi di Afrika sekarang ini antara lain adalah kolera, polio, wabah campak di Burundi, dan lain-lain
Kelima, ada juga faktor rendahnya angka cakupan imunisasi di beberapa negara Afrika itu.
Keenam, keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk diagnosis dan pengobatannya.
Ketujuh, relatif rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat karena menghadapi berbagai masalah sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedelapan, anak-anak biasanya main ramai-ramai bersama yang memudahkan kontak langsung satu dengan lainnya.
Kesembilan, kenyataan beberapa anak-anak tidur dan tempat tidur yang sama berdesakan di rumah yang relatif sempit di sana, yang juga lebih memungkinkan kontak penularan terjadi.
Negara Afrika, seperti Kongo, mulai mengkaji kemungkinan vaksinasi pada anak-anak dengan risiko tinggi di negaranya, bersama kegiatan pengendalian lainnya.
Tentu kita berharap agar mpox dapat dikendalikan di dunia, baik pada dewasa maupun anak-anak. Semoga rakyat dan bangsa kita, termasuk anak-anak, dapat terlindungi dari bahaya penyakit ini. Untuk ini maka upaya yang terbaik perlu dilakukan.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara