Bursa Saham Asia Menguat Usai Data Ekonomi AS Redakan Kekhawatiran Resesi

Menjelang akhir pekan, bursa saham Asia Pasifik menguat setelah keluar rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS).

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Agu 2024, 09:22 WIB
Bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Jumat (30/8/2024) setelah data ekonomi dari Amerika Serikat (AS) meredakan kekhawatiran resesi. (Foto by AI)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Jumat (30/8/2024) setelah data ekonomi dari Amerika Serikat (AS) meredakan kekhawatiran resesi. Di sisi lain, investor juga menilai serangkaian data dari Jepang.

Mengutip CNBC, klaim pengangguran awal di AS turun menjadi 231.000 dari 232.000 pada pekan lalu. Namun, sedikit lebih tinggi dari 230.000 yang diharapkan oleh Dow Jones. Selain itu, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal II direvisi lebih tinggi menjadi 3 persen dari tingkat awal 2,8 persen.

Tingkat inflasi di ibu kota Jepang yakni Tokyo naik menjadi 2,6 persen dari 2,2 persen pada Juni, mencapai titik tertinggi sejak Maret 2024. Tingkat inflasi inti yang tidak termasuk harga makanan segar naik 2,4 persen, lebih tinggi dari 2,2 persen yang diharapkan dari jajak pendapat Reuters terhadap ekonom. Inflasi Tokyo secara luas dianggap sebagai indikator utama tren nasional.

Angka inflasi yang lebih kuat memberi Bank of Japan lebih banyak ruang untuk memperketat kebijakan moneternya.Pengangguran di Jepang naik menjadi 2,7 persen, lebih tinggi dari harapan Reuters sebesar 2,5 persen.

Penjualan ritel di negara itu naik 2,6 persen tahun ke tahun, lebih rendah dari pertumbuhan 2,9 persen yang diharapkan oleh Reuters dan pertumbuhan 3,8 persen yang direvisi pada Juni 2024.

Indeks Nikkei 225 di Jepang menguat 0,46 persen, dan indeks Topix bertambah 0,59 persen setelah rilis data. Indeks Kospi di Korea Selatan bertambah 0,7 persen. Indeks Kosdaq menguat 0,78 persen.

Penjualan ritel Korea Selatan melemah 1,9 persen secara bulanan dibandingkan Juni. Secara tahunan, penjualan ritel merosot 2,1 persen. Indeks ASX 200 di Australia menguat 0,37 persen. Indeks Hang Seng di Hong Kong dibuka bertambah 0,52 persen, sedangkan indeks CSI 300 menguat 0,13 persen.

Di wall street, indeks Dow Jones menguat hingga sentuh rekor baru dengan menguat 0,59 persen. Indeks Dow Jones ditutup ke posisi 41.335,05. Kenaikan harga saham Goldman Sachs, Intel dan Visa angkat indeks Dow Jones.

Sementara itu, indeks S&P 500 di bawah garis mendatar dan indeks Nasdaq melemah 0,23 persen yang didorong koreksi saham Nvidia sebesar 6,4 persen.


Penutupan Bursa Saham Asia pada 29 Agustus 2024

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik merosot pada perdagangan Kamis, 29 Agustus 2024. Saham teknologi bebani indeks Kospi Korea Selatan dan bursa saham Taiwan setelah produsen chip Nvidia melaporkan hasil kuartal keduanya.

Mengutip CNBC, laba Nvidia untuk kuartal yang berakhir Juli mengalahkan harapan wall street dengan perusahaan memberikan perkiraan lebih kuat dari yang diharapkan untuk kuartal saat ini. Perseroan juga mengesahkan pembelian kembali atau buyback saham sebesar USD 50 miliar.

Pendapatan Perseroan naik 15 persen mencapai USD 30 miliar pada kuartal II, dan 122 persen lebih tinggi dari tahun lalu. Namun, saham Perseroan turun 8 persen.

Di sisi lain, saham produsen chip Korea Selatan SK Hynix anjlok 5,35 persen. Saham Samsung Electronics turun lebih dari 3 persen. Indeks Kospi terpangkas 1,02 persen dan ditutup ke posisi 2.662,28.

Indeks Kosdaq terpangkas 0,85 persen ke posisi 756,04. Indeks Taiwan Weighted merosot 0,75 persen ke posisi 22.201,85. Saham TSMC merosot 2,18 persen. Saham Foxconn melemah 2,4 persen.

Indeks Nikkei 225 di Jepang melemah ke posisi 38.362,53. Indeks Topix ke posisi 2.693,02. Indeks ASX 200 di Australia susut 0,33 persen ke posisi 8.045,1. Indeks Hang Seng menguat 0,47 persen.

 


Terhalang Masalah Dokumen, Perusahaan Otomotif China Ini Tunda IPO di Wall Street

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)

Sebelumnya, perusahaan teknologi self-driving atau swakemudi asal China, WeRide menunda rencananya untuk penawaran umum perdana atau IPO di Amerika Serikat (AS). Penundaan itu lantaran perusahaan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan urusan dokumen.

"Pembaruan dokumen transaksi saat ini membutuhkan waktu lebih lama dari yang diharapkan, dan WeRide sedang berupaya untuk menyelesaikan dokumentasi yang diperlukan untuk melanjutkan transaksi," kata perusahaan dalam keterangannya, dikutip dari CNBC International, Sabtu (24/8/2024).

WeRide diharapkan akan menawarkan 6,5 juta ADS (saham penyimpanan Amerika) dalam kisaran USD 15,50 hingga USD 18,50.

Perusahaan itu ingin mengumpulkan hingga USD 440 juta (Rp 6,7 triliun) dalam pencatatan perdana di AS yang telah ditetapkan untuk minggu ini.

Perusahaan, yang mengembangkan teknologi self-driving untuk robotaxi, minibus, serta kendaraan sanitasi pengangkut barang, terakhir kali bernilai sekitar USD 5,11 miliar (Rp 78,7 triliun) dan telah mengumpulkan USD 1,39 miliar (Rp.21,4 triliun), menurut data Pitchbook.

 

 

 


Persetujuan Beijing

Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Persetujuan Beijing untuk kesepakatan itu akan berakhir pekan ini. Namun belum diketahui secara jelas apakah perusahaan perlu mengajukan kembali persetujuan jika melewati batas waktu.

Sebagai informasi, WeRide ini didirikan di Silicon Valley pada tahun 2017 dan berbadan hukum di Kepulauan Cayman, sebelum meluncurkan layanan robotaxi di Guangzhou, China pada tahun 2019.

Perusahaan ini mengajukan IPO di Nasdaq pada bulan Juli 2024.

Pasar IPO China di AS telah menjadi pasar yang kering dalam beberapa tahun terakhir, dan banyak yang mengamati potensi pencatatan WeRide untuk mencari tanda-tanda peningkatan. Jika terlaksana, IPO tersebut akan menjadi salah satu pencatatan terbesar di AS oleh perusahaan China sejak IPO Didi pada 2021.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya