Liputan6.com, Jakarta Setelah pandemi Covid-19 menjadi endemi, ancaman kesehatan lain datang yakni Mpox atau yang dikenal sebagai cacar monyet. Sejumlah kasus cacar monyet ditemukan di Indonesia, pertengahan tahun ini.
Kabar ini memantik keprihatinan banyak pihak salah satunya, dokter Nadia Permatasari. Ia menjelaskan cacar monyet adalah penyakit zoonosis yang disebabkan Monkeypoxvirus (MPXV). Ia dapat menular dari hewan ke manusia.
Advertisement
Meski langka, ada berbagai cara penularan yang sering kali tidak disadari, lalu membuat risiko infeksi meninggi. Influencer dengan 16 ribuan pengikut di Instagram ini lantas menjelaskan sekilas sejarah cacar monyet.
“Mpox kali pertama ditemukan pada 1958 ketika menyerang koloni monyet di laboratorium. Kasus pertama infeksi manusia tercatat pada 1970 di Republik Demokratik Kongo,” Nadia Permatasari menerangkan.
Perihal Penularan Antar Manusia
Lewat pernyataan tertulis yang diterima Showbiz Liputan6.com, Kamis (29/8/2024), ia menyatakan, cacar monyret menyebar lewat kontak langsung dengan hewan terinfeksi seperti tikus, monyet, atau tupai.
Penularan juga dapat terjadi melalui gigitan, cakaran, atau bahan yang terkontaminasi virus. “Penularan antar manusia sangat jarang terjadi, tapi bisa melalui cairan tubuh atau luka dari penderita,” Nadia Permatasari mengulas.
Advertisement
Perihal Ruam Atau Lesi
Virus ini juga dapat menular jika seseorang mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi. Setelahnya, ia mengulas gejala Mpox mirip cacar air namun lebih ringan. Penderita biasanya demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan.
Perbedaannya, Mpox memicu pembengkakan kelenjar getah bening. Ini tak terjadi pada cacar air. “Ruam atau lesi pada kulit muncul dalam 1 hingga 3 hari setelah demam, dimulai dari wajah dan menyebar ke tubuh,” Nadia Permatasari memaparkan.
2 Hingga 4 Minggu
Cacar monyet dapat berlangsung selama 2 hingga 4 minggu, dengan tingkat kematian sekitar 10 persen, berkaca pada sejumlah kasus di beberapa negara di Afrika. Pencegahan utamanya menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi dan menjaga kebersihan diri.
“Penting juga memisahkan penderita dari orang lain dan menggunakan alat pelindung diri ketika merawat mereka,” imbuhnya seraya menyebut, saat ini, pengobatan Mpox di Indonesia masih bersifat suportif.
Obat antivirus dapat membantu, tetapi belum ada obat spesifik untuk Mpox. “Vaksin cacar, seperti Jynneos, dapat membantu mencegah Mpox. Namun, ketersediaan vaksin ini terbatas di pusat layanan kesehatan publik,” Nadia Permatasari mengakhiri.
Advertisement