Liputan6.com, Jakarta - Ulama kebanggaan NU, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, memberikan pandangan yang mendalam mengenai mukjizat para nabi dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @santribodho pada Jumat (30/08).
Menurut murid Mbah Maimoen ini, mukjizat para nabi terdahulu lebih banyak memanjakan mata dan keinginan visual. Sementara mukjizat Nabi Muhammad SAW justru lebih berbasis akal dan nalar.
Gus Baha menjelaskan bahwa mukjizat seperti Laut Merah yang terbelah oleh tongkat Nabi Musa merupakan contoh dari mukjizat yang hanya menyentuh aspek visual semata.
"Mukjizatnya nabi-nabi dulu itu hanya penyembuh, hanya pelengkap, hanya nuruti keinginan mata seperti dahsyatnya Laut Merah yang terbelah," ungkap Gus Baha dalam ceramahnya.
Ia menekankan bahwa keajaiban-keajaiban seperti itu sering kali membuat orang terpukau dan berkata "Wow," tetapi hanya sebatas memanjakan mata dan tidak mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam.
"Terus kita bilang dan menyimpulkan, wah kita nggak akan mampu, itu bodoh sekali," lanjut Gus Baha dengan gaya khasnya.
Dalam ceramah tersebut, Gus Baha juga menyebutkan bahwa mukjizat Nabi Muhammad SAW memiliki dimensi yang berbeda.
Baca Juga
Advertisement
Mukjizat Rasulullah SAW
Mukjizat Rasulullah lebih bersifat intelektual dan berbasis akal, bukan sekadar keajaiban fisik yang menakjubkan.
"Kalau mukjizatnya Nabi Muhammad itu berdasar akal, berdasar aliran," jelasnya.
Gus Baha mencontohkan bagaimana banyak orang yang terpukau dengan mukjizat seperti Laut Merah yang terbelah, namun mereka gagal memahami makna mendalam dari mukjizat itu sendiri.
"Kita langsung berkesimpulan tidak mampu, meskipun bikin nyamuk Anda juga nggak mampu loh untuk memutuskan ndak mampu saja kok sampai pertunjukan seperti itu tuh lah opo," tambahnya.
Lebih lanjut, Gus Baha mengingatkan bahwa kehebatan mukjizat para nabi seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek luar biasa atau visualnya saja, tetapi juga harus dipahami dengan akal sehat.
"Nah kalau kita karena umat yang pintar untuk memaksa kita nggak mampu Allah bilang Innallaha la yastahyi ay-yadriba matsalam," ujar Gus Baha.
Advertisement
Memahami Sebuah Mukjizat
Gus Baha juga mengkritisi cara berpikir yang hanya terpaku pada keajaiban visual tanpa memahami pesan yang lebih mendalam di balik mukjizat tersebut.
"Kita melihat nyamuk langsung berkesimpulan tidak mampu," tegasnya.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, Gus Baha mengajak umat untuk lebih menggunakan akal dan nalar dalam memahami tanda-tanda kebesaran Allah, bukan hanya terpaku pada hal-hal yang tampak luar biasa secara fisik.
"Mukjizat yang sebenarnya adalah bagaimana kita bisa memahami dan merenungkan kebesaran Allah melalui akal kita," katanya.
Gus Baha menekankan pentingnya memahami bahwa mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah mukjizat yang bersifat intelektual, yang mengajak umat untuk berpikir dan merenung.
"Jangan hanya terpukau oleh keajaiban visual, tetapi renungkan dengan akal sehat," pesan Gus Baha.
Gus Baha juga menyampaikan bahwa keajaiban yang ada di dunia ini, sekecil apapun, sudah cukup untuk membuktikan kebesaran Allah jika dilihat dengan akal yang sehat.
"Sekecil apapun tanda-tanda kebesaran Allah, jika dipahami dengan akal, itu adalah mukjizat yang luar biasa," ujarnya.
Pernyataan Gus Baha ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk tidak hanya terpukau oleh keajaiban-keajaiban besar, tetapi juga merenungkan makna di balik setiap kejadian dengan menggunakan akal dan nalar.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Simak Video Pilihan Ini:
Advertisement