Dibanding Terapkan Subsidi Berbasis NIK, YLKI Usul Tarif KRL Jabodetabek Naik

YLKI sudah melakukan survei terhadap pengguna KRL Jabodetabek terkait rencana kenaikan tarif. Hasilnya, mayoritas sepakat adanya penyesuaian tarif.

oleh Arief Rahman H diperbarui 30 Agu 2024, 19:15 WIB
Sejumlah penumpang KRL Jabodetabek di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (30/5/2022). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai wacana subsidi KRL Jabodetabek berbasis nomor induk kependudukan (NIK) kurang tepat. Di sisi lain, kenaikan tarif KRL dinilai lebih bisa diterima.

Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno menilai, wacana pembatasan subsidi KRL berbasis NIK akan memunculkan kebingungan di pengguna. Pasalnya, dikhawatirkan akan muncul dua tarif berbeda bagi masyarakat.

"Jadi dalam hal ini Kementerian Perhubungan jangan menggunakan istilah akan ada dual tarif yang satu tarif subsidi yang satu tidak, justru itu kan akan menjadi kebingungan di masyarakat," ungkap Agus kepada Liputan6.com, Jumat (30/8/2024).

Dia menilai, kenaikan tarif masih lebih mungkin dilakukan. Mengingat penyesuaian tarif KRL sudah lama tidak dilakukan. Meski begitu, kenaikan tarif KRL Jabodetabek harus dibarengi dengan penambahan kualitas layanan.

"Sebaiknya kalau memang Kemenhub dan PT KAI secara terbuka saja menyampaikan bahwa akan kenaikan tarif KRL Jabodetabek misalkan seperti itu. Karena sebetulnya ada ruang untuk KAI menaikkan tarif selama ini kan sudah cukup lama tidak ada kenaikan tarif atau penyesuaian tarif," ujar dia.

"Jadi gak masalah kalau memang pemerintah memutuskan untuk ad akenaikan tarif tetapi sampaikan juga benefit apa yang akan diterima konsumen dari kenaikan tarif tersebut," imbuhnya.

YLKI sendiri, kata Agus, sudah melakukan survei terhadap pengguna KRL Jabodetabek terkait rencana kenaikan tarif. Hasilnya, mayoritas sepakat adanya penyesuaian.

 


Masyarakat Bersedia Tarif Naik

Sejumlah penumpang menaiki eskalator saat penerapan switch over (SO) ke-5 di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (30/5/2022). Penerapan switch over (SO) atau peralihan sistem persinyalan ke-5 itu membuat terjadinya penumpukan penumpang di peron kereta karena terdapat perubahan rute perjalanan KRL. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Agus mengungkapkan, hasil survei tersebut menunjukkan adanya kemampuan membayar dan keinginan membayar pelanggan jika ada kenaikan tarif.

"Ya, dari hitung-hitungan YLKI, YLKI pernah melakukan kajian di taun 2021-2022 itu sebetulnya ability to pay dan willingness to pay nya itu nyambung, jadi masyarakat atau konsumen mau dan mampu untuk melakukan penyeduaian tarif dengan ketentuan yang sudah dalam kajian ya," kata dia.

"Jadi untuk 25 km pertama misalkan itu ada kenaikan ya itu bagi mereka itu tidak ada permasalahan, asalkan ada peningkatan pelayanan," tambahnya.

 


Tarif Naik Bertahap

Sejumlah penumpang berpindah tujuan kereta saat penerapan switch over (SO) ke-5 di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (30/5/2022). Penerapan switch over (SO) atau peralihan sistem persinyalan ke-5 itu membuat terjadinya penumpukan penumpang di peron kereta karena terdapat perubahan rute perjalanan KRL. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Di sisi lain, menurutnya kenaikan tarif bisa dilakukan secara bertahap. Mengingat, KAI Commuter juga tengah dalam proses untuk menambah sarana KRL Jabodetabek.

"Jadi KAI dan Kemenhub bisa mempublikasikan atau bisa menginformasikan bahwa akan ada kenaikan tarif dengan benefit seperti ini yang akan diterima oleh pengguna atau konsumen. Jadi, sosialisasi ini juga penting menyampaikan itu ke publik dan penting juga untuk pengelolaan sosialisasi sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat," tuturnya.

Agus membuka kemungkinan penyesuaian tarif bisa dilakukan mulai 2025, tahun depan. Asalkan sosialisasinya dilakukan sejak saat ini.

"Kalau itu dilakukan di 2025 sebetulnya masih ada waktu untuk menyampaikan hal ini," pungkas Agus.

Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya