Liputan6.com, Jakarta - Bakal calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil mengaku heran karena cuitan lamanya selalu diungkit-ungkit. Padahal, dia kini telah berubah sejak menjadi pejabat publik.
Selain itu, dia pun sudah berulang kali menyampaikan permohonan maaf atas cuitan-cuitan lama yang kini viral.
Advertisement
"Saya yang dahulu sama yang saya sekarang setelah jadi pejabat publik kan beda. Saya dulu memang pemarah, di twit lama muncul lagi sudah minta maaf minta maaf 3 kali minta tahun 2013 waktu calon wali kota, sudah minta maaf 2018, muncul lagi minta maaf lagi kemarin 2024," ujar Ridwan Kamil saat menjadi narasumber di Golkar Institute, Jumat (30/8/2024).
Ridwan Kamil mengatakan, dia kini sudah bertransformasi seperti layaknya kepompong. Terbukti, sejak menjadi pejabat publik tidak ada konten twit yang menimbulkan kontroversi.
"Karena saya sudah bertransformasi lebih bijak, lebih terukur," ucap dia.
Ridwan Kamil kemudian membahas soal cara pemimpin berkomunikasi. Menurut dia, yang pertama adalah harus relevan.
"Saya tahu bahasa gaul hari ini saya pakai untuk menyampaikan pesan, makanya politisi kekurangan medsos biasanya kaku. Karena dia pakai logika dia. Kalau jadi pemimpin hari ini jangan suka posting hanya kegiatan formal, justru formal 30 persen 70 persen keseharian lagi sama keluarga, lagi sama masyarakat," ucap dia.
"Jadi masyarakat butuh konten yang sifatnya pribadi," ucap dia.
Dalam kesempatan itu, Ridwan memutar konten Instagram saat duduk berdua dengan sang istri, Atalia Praratya. Ketika itu, mereka berdua membahas Pilkada 2024.
"Inilah keputusan saya maju Jakarta, keputusan Ibu Lia tidak maju wali kota diskusi panjang. Menunjukkan apa? Ini Bu Lia kalau bilang survei tertinggi 60 persen. Tapi kan suami di Jakarta, istri di Bandung terus ketemu kapan? Sekali lima tahun? Itu nggak sederhana ambil keputusan," Ridwan Kamil menandaskan.
Ridwan Kamil Sebut Jadi Pemimpin Tak Bisa Buat Senang Semua Orang
Bakal calon gubernur Jakarta Ridwan Kamil meyakini, seorang pemimpin tidak bisa memuaskan semua orang.
Hal itu disampaikan Ridwan Kamil saat menjadi Narasumber di Golkar Institute, Jakarta, Jumat (30/8/2024). Dia awalnya menyampaikan, pemimpin adalah pengambil keputusan. Makanya penting pemimpin punya penasihat.
"Seorang Ridwan Kamil punya penasihat 17 orang saat jadi gubernur; penasihat agama dari Muhammadiyah dan NU, pakar politik, penasihat investasi," ucap dia.
"Jadi setiap saya ambil keputusan waktu jadi gubernur tanya ke forum. Setelah oke aman saya putusin," dia menambahkan.
Ridwan Kamil tak menepis setiap kebijakan yang diambil berpotensi menimbulkan polemik. Namun, kata Ridwan Kamil hal itu biasa karena menjadi resiko sebagai seorang pemimpin.
"Setelah ngambil putusan ketuk palu, mau badai menghantam, bully-an, dilalui saja. Karena pada dasarnya demokrasi ini memberikan hak orang untuk setuju atau tidak setuju terhadap sebuah keputusan," ucap dia.
Ridwan Kamil kemudian menceritakan, pengalamannya sewaktu menjadi Gubernur Jawa Barat. Tiap tahun, berhadapan ia dengan tuntutan kenaikan upah buruh.
"Tiap November saya memutuskan upah, saya tanya prof ekonomi 'berapa upah tahun ini ada indeks kemahalan, inflasi, tambah diskresi keberpihakan ke buruh. Tetap di demo, jadi kata buruh selalu kekecilan, kata pengusaha kegedean," ucap dia.
"Tahun lalu saya didemo buruh, digugat pengusaha pula," dia menambahkan.
Karena itu, baginya memuaskan semua orang ketika menjadi pemimpin amatlah susah.
"Makanya jadi pemimpin jangan pernah jatuh kepada teori saya harus bikin happy 100 orang semua orang itu mustahil. Kami ikuti nurani saja bahwa keputusan kami sudah paling-paling benar," ucap dia.
Advertisement