Kisah Prof Nurul Indarti Guru Besar UGM, Pernah IPK 2,97

Prof. Nurul Indarti, Sivilokonom., Cand.Merc., Ph.D., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) pada Selasa (27/8/2024) di Balai Senat UGM.

oleh Yanuar H diperbarui 02 Sep 2024, 04:00 WIB
Dari daftar 100 perguruan tinggi terbaik di Asia Tenggara, UGM menempati peringkat ke-9. Disusul UI di peringkat 13, dan ITB peringkat 15. (ugm.ac.id)

Liputan6.com, Yogyakarta - Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) ini memiliki guru besar perempuan pertama di bidang manajemen. Nurul Indarti resmi menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen FEB UGM  pada Selasa (27/8/2024) di Balai Senat UGM.

Sebelumnya FEB UGM memiliki guru besar perempuan pertama di bidang ekonomi,  Sri Adiningsih yang dikukuhkan pada tahun 2013 silam  telah meninggal pada bulan Juni 2023 lalu. Menurutnya guru besar merupakan amanah yang perlu dijaga dengan salah satunya terus memproduksi pengetahuan melalui penelitian, menyebarkan hasilnya melalui beragam kanal publikasi dan pengajaran, dan  mengaplikasikannya.

“Setiap pencapaian dalam hidup, termasuk jabatan akademik profesor, tidak pernah bersifat personal semata. Dalam prosesnya, banyak pihak yang berkontribusi dan melapangkan jalan, semua itu atas kehendak Allah Yang Maha Melapangkan. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah,” ungkap wanita kelahiran 3 Agustus 1976  di  Balai Senat UGM, Selasa (27/8). 

Nurul tengah fokus melakukan kajian soal kewirausahaan seperti perempuan dari kelompok marjinal dan penyandang disabilitas. Dalam pengukuhannya sebagai guru besar, Nurul pun menyampaikan pidato berjudul Melihat Kewirausahaan dari Pinggiran: Perspektif Etnis, Perempuan, dan Sosial ini mengajak para akademisi untuk melihat kewirausahaan dari kacamata yang jarang digunakan yaitu kewirausahaan etnis, kewirausahaan perempuan, dan kewirausahaan sosial. 

“Kewirausahaan etnis, perempuan, dan sosial sering kali dipinggirkan atau termarginalisasi karena berbagai faktor struktural dan kultural. Mereka menghadapi berbagai hambatan yang membatasi akses mereka terhadap peluang dan sumber daya yang dinikmati oleh kelompok mayoritas,” urai dosen dan peneliti di FEB UGM ini.

Nurul mengatakan wirausaha termarginalisasi yang mencakup minoritas etnis, perempuan, individu dari latar belakang sosial ekonomi rendah, serta individu dengan disabilitas sering menghadapi bias dan prasangka yang dapat membatasi peluang mereka. Nurul memaparkan kewirausahaan yang termarginalisasi bukan hanya tentang penciptaan usaha baru tetapi juga tentang pemberdayaan sosial dan ekonomi bagi kelompok-kelompok yang kurang terwakili.

“Dalam literatur kewirausahaan perlu juga mempertimbangkan konteks perilaku kewirausahaan seperti lingkungan, budaya, dan sebagainya. Perubahan fokus ini penting dilakukan karena mengkaji kewirausahaan etnis, perempuan, dan sosial dalam konteksnya membantu memperkaya pemahaman kita tentang kewirausahaan secara keseluruhan,” terang  Kepala Departemen Manajemen FEB UGM yang giat mendorong dan memperjuangkan kebijakan yang ramah bagi kelompok marginal dalam berwirausaha.

Nurul yang menjadi guru besar perempuan pertama Bidang Manajemen UGM ini mengaku sampai di tahapnya tidaklah mudah.  Ia pernah mengusulkan guru besar pada tahun 2017 namun belum lolos di tingkat universitas. Ia pun kembali  mengajukan usulan guru besar di tahun 2019 dan akhirnya pada tahun 2020 secara resmi Nurul mendapatkan SK guru besar.

“Guru besar itu bukan tujuan, tetapi  konsekuensi dari menjalankan tanggungjawab dengan baik sebagai dosen yang diikat oleh tridharma yang core-nya berkontribusi pada pengembangan ilmu  pengetahuan. Ketika  kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dijalankan dengan baik maka yang lain akan mengikuti, termasuk jabatan guru besar,”  paparnya.

 

 

 

Simak Video Pilihan Ini:


Sempat Sepelekan Kuliah karena jadi Aktivis

Nurul  mengaku pernah menyepelekan kuliah karena sebagai lulusan dari jurusan IPA saat SMA, ia merasa mudah berkuliah di jurusan sosial. Namun anggapannya ini salah karena di semester 1, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Nurul saat itu 2,97 saja.

“Saya menggampangkan perkuliahan karena dulu dari jurusan IPA. Waktu itu, Kartu Hasil Studi (KHS) dikirim ke  rumah dan Bapak bertutur mau jadi apa kamu kalau IPK tidak sampai 3,” ungkapnya.

Saat di awal kuliah ia aktif dalam kegiatan Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang diikutinya sejak di  SMA N 8 Yogyakarta dan banyak mengikuti kegiatan hingga pagi buta dan menyepelekan kuliah.

“Saya pun mundur dari kegiatan IPM dan mulai serius kuliah dan akhirnya hasilnya pun bisa bagus. Pesannya memang kita harus menghargai ilmu, tidak boleh arogan pada ilmu,” tegas guru besar UGM ini.

Selama menjalani perkuliahan, Nurul juga aktif mengikuti berbagai organisasi di kampus yang dapat mendukung studinya dan juga menjadi  asisten dosen. Nurul yang masuk S1 pada tahun 1994 pun berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi UGM di tahun 1998 dengan predikat cumlaude. 

Setelah lulus Nurul mendaftar menjadi dosen di FEB UGM dan ia pun diterima mengabdi di almamaternya. Lalu, ia melanjutkan studi S2 di School of Management, University of Adger, Kristiansand, Norwegia dan meraih gelar Master of Business Administration (Sivilokonom) pada 2002 dan Master of Science in Strategic and Operations Management (Candidata Mercatoria) di Norwegian School of Economics and Business Administration, Bergen, Norwegia pada 2003. 

Berikutnya, Pada 2010 Nurul berhasil meraih gelar Doktor (Ph.D) dalam bidang Knowledge Management and Innovation dari Faculty of Economics and Business, University of Groningen, The Netherlands.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya