Kisah Lucu saat Polisi dan Buronan Ketemu di Pengajian Gus Baha

Polisi dan buronan bertemu di pengajian Gus Baha, apa yang terjadi?

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Sep 2024, 05:30 WIB
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mampu membungkus kisah yang seharusnya sedikit mencekam menjadi lucu, seperti saat ia mengisahkan pertemuan antara buronan dan polisi dalam pengajiannya.

Dengan gaya bercerita yang khas, Gus Baha menceritakan bagaimana seorang buronan dan seorang polisi bisa bertemu di forum pengajian yang sama, menjadikannya momen yang penuh humor sekaligus pencerahan.

Cerita ini menunjukkan kemampuan Gus Baha untuk mengubah situasi yang mungkin tegang menjadi hiburan yang ringan, sekaligus menyampaikan pesan penting tentang keterbukaan dan inklusivitas dalam kegiatan keagamaan.

Dalam ceramah yang diunggah di kanal YouTube @USTAZUNA dan dikutip pada Minggu (01/09/2024), Gus Baha menceritakan pengalaman unik ketika seorang polisi dan seorang buronan bertemu dalam satu pengajian yang dipimpinnya.

Gus Baha memulai ceritanya dengan menyebutkan bahwa dalam pengajian yang diadakannya, tidak jarang dihadiri oleh berbagai kalangan, dari yang jelas keilmuannya hingga yang kurang jelas.

"Saya itu kalau ngaji Rebo itu ribuan. Ada orang jelas, ada yang enggak jelas, setengah jelas, setengah wali, bahkan setengah buron ada semua," ujar Gus Baha.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Ketika Buronan dan Polisi Ketemu di Pengajian

Ilustrasi Polisi(Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Menurut Gus Baha, suasana pengajian tersebut memang sangat beragam. "Sampai ada yang setengah buron pernah ketemu polisi yang ngaji saya ini," katanya.

Ia menggambarkan bagaimana pengajian yang dihadirinya bisa sangat heterogen, mencerminkan lapisan masyarakat yang sangat beragam.

Salah satu pengalaman yang paling mengesankan adalah ketika seorang buronan dan seorang polisi bertemu dalam satu forum pengajian.

"Saya ini mau nangkap kamu, malah ketemu di sini. Sudahlah Pak, atas nama hormat Gus Baha, nangkapnya nanti-nanti aja," lanjut Gus Baha dengan nada humoris, menggambarkan dialog polisi dan buronan.

Sontak, kisah tersebut menjadi bahan tetawa Jemaah yang hadir di tempat ngaji Gus Baha itu.

Kejadian ini menunjukkan bagaimana pengajian bisa menjadi tempat pertemuan yang tidak terduga.


Pelajaran yang Bisa Diambil

ilustrasi buronan, Foto: Kriminologi.id

Gus Baha menjelaskan bahwa dalam pengajian, kebaikan tidak boleh dibatasi oleh status sosial atau hukum. "Karena kebaikan enggak boleh dibatasi. Coba kalau saya batasi pengajian hanya untuk dokter saja, yang Drs saja, atau yang begini saja," katanya.

Ia menegaskan bahwa kebaikan harus terbuka untuk semua orang tanpa membedakan latar belakang mereka.

Gus Baha juga menyoroti pentingnya menjaga pengajian sebagai tempat yang inklusif, meskipun ada kemungkinan orang-orang dengan latar belakang berbeda hadir di sana.

"Maka kalau pengajian dibatasi, suatu saat maksiat lebih besar ketimbang ngaji. Saya ditanya Allah, kalau batasin, saya juga enggak bisa jawab," tambahnya setengah berkelakar.

Menurut Gus Baha, penting untuk memahami bahwa pengajian adalah tempat di mana semua orang bisa belajar dan berubah menjadi lebih baik.

"Kira-kira lah, ini bukan untuk nyinggung siapa-siapa, tapi maksiat yang lebih besar daripada ngaji, itu suatu hal yang perlu diperhitungkan," ujarnya.

Gus Baha menutup ceramahnya dengan pesan penting bahwa pengajian seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siapa saja untuk mencari ilmu dan perbaikan diri.

"Pengajian ini bukan untuk menilai siapa yang pantas hadir, tapi untuk membimbing semua orang menuju kebaikan," tegasnya.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk berubah dan memperbaiki diri, terlepas dari latar belakang mereka. Gus Baha berharap agar semua orang bisa mengambil hikmah dari cerita ini dan terus berusaha untuk menjadi lebih baik.

Sebagai penutup, Gus Baha mengajak umat Islam untuk terus menjaga keterbukaan dan inklusivitas dalam setiap kegiatan keagamaan, serta tidak membatasi siapa yang boleh dan tidak boleh hadir dalam forum-forum tersebut.

"Kebaikan harus terbuka untuk semua, karena itulah esensi dari dakwah," tutupnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya