Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengguna internet terbesar--lebih dari 202 juta pengguna aktif pada 2023--tengah bergulat dengan lonjakan serangan siber yang mengkhawatirkan.
Data terbaru dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan adanya lebih dari 888 juta serangan siber sepanjang tahun 2022.
Advertisement
Di tengah maraknya ancaman ini, Senhasegura, perusahaan keamanan siber global yang dipimpin oleh pakar keamanan siber dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), Marcus Scharra, hadir menawarkan solusi inovatif.
Dengan memanfaatkan AI, perusahaan keamanan siber Senhasegura berupaya mencegah serangan siber sebelum menimbulkan kerusakan yang signifikan.
“Keamanan siber harus menjadi prioritas utama bagi setiap organisasi,” kata Marcus Scharra, Founder dan CEO Senhasegura.
“Dengan AI, kami dapat mendeteksi ancaman siber secara proaktif dan melindungi data sensitif pelanggan,” ucapnya menambahkan.
Senhasegura telah diakui sebagai salah satu pemimpin dalam Privileged Access Management (PAM).
PAM Jadi Benteng Keamanan Siber
PAM sendiri merupakan sistem yang mengatur dan mengontrol akses pengguna terhadap sistem dan data yang sangat sensitif.
Dengan PAM, perusahaan dapat meminimalisir risiko kebocoran data akibat penyalahgunaan akses oleh pihak yang tidak berwenang.
Berdasarkan laporan dari Gartner, pasar PAM global diproyeksikan akan mencapai USD 3,5 miliar pada 2025, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 19,8%.
Advertisement
AI sebagai Senjata Ampuh Lawan Serangan Siber
Munculnya berbagai produk AI dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah lanskap teknologi. Namun, di sisi lain, AI juga dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan siber untuk melancarkan serangan yang lebih canggih.
“Dalam era digital yang serba cepat, kita membutuhkan solusi keamanan yang adaptif,” kata Refany Iskandar, Managing Director Optima (distributor di Indonesia Senhasegura).
“PAM berbasis AI yang ditawarkan Senhasegura memungkinkan kita untuk selalu berada di depan para pelaku kejahatan siber,” klaim Refani.
Sejalan dengan peningkatan risiko siber, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sejumlah peraturan yang mewajibkan lembaga keuangan untuk memperkuat sistem keamanan siber mereka.
Peraturan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)
Advertisement