Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Investasi/BKPM mengungkapkan pagu anggaran yang disetujui untuk tahun anggaran 2025 lebih rendah.
Kementerian itu mencatat, anggaran yang disetujui untuk 2025 hanya sebesar Rp 681,8 miliar, lebih rendah dari anggaran tahun 2024 senilai Rp 1,22 triliun. Nilai tersebut dikhawatirkan tidak bisa mendorong target investasi sebesar Rp,1.905,6 triliun tahun depan.
Advertisement
"Karena tidak didukung oleh anggaran yang cukup, maka konsekuensinya terbatasnya pembiayaan untuk kegiatan konsolidasi perencanaan, hilirisasi, promosi penanaman modal,” ungkap Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, yang disiarkan pada Selasa (3/9/2024).
"(Rendahnya anggaran 2025) ini juga akan mengakibatkan tidak tercapainya pertumbuhan perekonomian akibat rendahnya realisasi investasi," ujar dia.
Maka dari itu, Kementerian Investasi/BKPM mengajukan tambahan anggaran hingga Rp. 889,3 miliar, sehingga total anggaran yang dibutuhkan dapat terpenuhi Rp.1,57 triliun.
Berdasarkan rencana kerja pemerintah (RKP) 2025, target investasi tahun depan direncanakan sebesar Rp 1.905,6 triliun. Angga tersebut meningkat dari target sebelumnya sebesar Rp 1.650 triliun.
Dalam kesempatan itu, Rosan juga mengingatkan bahwa, jika realisasi investasi tidak tercapai, peluang lapangan kerja dan investasi orientasi ekspor akan berkurang.
"Untuk mencapai target realisasi investasi periode 2025-2029 dibutuhkan beberapa hal, salah satunya adalah ketersediaan anggaran yang cukup untuk melaksanakan seluruh kegiatan di Kementerian Investasi/BKPM," imbuh Rosan.
Rosan Roeslani Sebut Investasi Indonesia dan Afrika Terus Menguat, Ini Buktinya
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani menyebut bahwa investasi Indonesia dan Afrika terus menguat. Hal itu ditunjukkan dengan total investasi Indonesia di negara-negara Afrika mencapai USD 2,09 miliar hingga Triwulan II/2024.
Sementara itu, total investasi negara-negara Afrika di Indonesia mencapai USD 1,73 miliar. Total investasi kedua negara tersebut memperlihatkan bagaimana hubungan yang kuat antara Indonesia dan Afrika dalam bidang ekonomi.
“Indonesia telah berinvestasi di negara-negara kunci di Afrika dan ini menunjukkan komitmen kami untuk kesejahteraan bersama, dengan perusahaan Indonesia yang beroperasi di 8 negara di Afrika," ujar Rosan.
"Beberapa investasi Indonesia di Afrika, di antaranya Pertamina yang berinvestasi di sektor energi di Kenya dan Tanzania. Kemudian, Medco Energy di sektor industri minyak dan gas di Mozambik, serta Bio Farma dan Wings Group di sektor farmasi danbarang konsumsi di Kenya," jelasnya.
Di sisi lain, Rosan mengungkapkan, pada 2023 lalu, perdagangan bilateral antara Indonesia dan Afrika meningkat pesat.
"Indonesia mengekspor barang jadi, sedangkan impor Indonesia dari Afrika berupa bahan mentah dan Indonesia juga meningkatkan perjanjian investasi melalui Bilateral Investment Treaties (BIT) dengan negara-negara Afrika untuk memastikan iklim investasi yang stabil," ungkapnya.
Advertisement
Masa Depan Menjanjikan
Dilansir dari Antara, Rosan menyebut bahwa investasi Republik Indonesia yang signifikan di Afrika dan hubungan ekonomi yang kuat menandakan masa depan kawasan yang menjanjikan.
“Dengan meningkatkan infrastruktur, meningkatkan integrasi perdagangan, dan memajukan perjanjian investasi bilateral, kita tengah meletakkan dasar bagi era yang cerah dan sejahtera,” sebutnya pada Minggu (1/9/2024).
Rosan menuturkan, persatuan antara negara-negara ASEAN dan Afrika dalam upaya mencapai kemerdekaan dan pembangunan dimulai pada 1955 ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Bandung yang menjadi momen penting dalam gerakan anti-kolonial dan gerakan non-blok.
Saat ini, koordinasi ekonomi antara ASEAN dan Afrika dipengaruhi oleh sejarah unik dan kondisi geopolitik global terkini yang mempengaruhi perdagangan, investasi dan stabilitas regional.
Meskipun, terdapat kemajuan dalam kerja sama ASEAN dan Afrika, ia mengakui terdapat sejumlah tantangan unik. Sehingga dirinya mendorong peningkatan integrasi perdagangan dan mendorong inovasi untuk pertumbuhan ekonomi dan investasi.
“Saat kita menatap masa depan, mari kita terus menyelaraskan investasi dan sumber daya kita yang berkelanjutan dan inklusif yang menguntungkan kedua kawasan kita,” ucap Rosan.
Investasi Lebih Inklusif
Secretary General United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), Rebeca Grynspan, menjelaskan bahwa di era poli-globalisasi seperti sekarang, situasi menjadi lebih baik karena investasi dan perdagangan lebih inklusif danterdesentraslisasi, tidak terpusat di satu wilayah.
“Dalam lima tahun ke depan Global Gross Domestic Product (GDP) mencapai US$30 triliun dan sepertiganya berasal dari negara-negara selatan (Global South),” jelasnya.
(*)
Advertisement