Liputan6.com, Yogyakarta - Sendi Priyono Dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Dwi bersama mahasiswanya, Hapiz Al-Khairi, dan mahasiswa Tim MBKM untuk transfer knowledge khususnya DNA Forensik Satwa Liar berhasil membongkar kasus terbesar di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Ia berhasil membongkar jaringan perdagangan satwa ilegal yang diduga melibatkan spesies yang dilindungi secara internasional.
“Kasus ini menjadi yang terbesar di Indonesia dalam 10 tahun terakhir dan masih didalami kaitannya dengan jaringan Sunendi, yaitu pemburu badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten,” kata Sendi dalam rilis yang dikirim, Selasa 3 September 2024.
Operasi ini kerja sama antara Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Polda Sumatera Selatan mengarah pada penangkapan seorang tersangka yang diidentifikasi sebagai ZA, seorang warga berusia 60 tahun dari 24 Ilir, Bukit Kecil, Palembang, Sumsel. Penangkapan saat melakukan transaksi jual beli cula badak dan pipa gading gajah di Jalan Rama VII, Alang-Alang Lebar, Palembang.
Baca Juga
Advertisement
Penyelidikan siber Ditjen Gakkum di media sosial Facebook memantau aktivitas perdagangan satwa ilegal dan mencoba melakukan transaksi palsu yang diatur oleh petugas, dan menemukan satu cula badak dan satu pipa gading gajah. Penggeledahan petugas menemukan tujuh cula badak dan tiga pipa gading gajah lain.
Tersangka menyatakan dengan total berat cula badak tujuh kilogram, sementara harga jual 35 juta per gram yang mencapai total 245 miliar rupiah. Sementara pipa gading gajah diperkirakan bernilai ratusan juta rupiah. ZA yang menjadi tersangka di kasus terbesar di Indonesia ini dijerat Pasal 40 A Ayat 1 huruf F dan Pasal 21 ayat (2) Huruf C UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. “Dirjen Gakkum akan bekerja sama dengan polisi untuk melakukan pengembangan kasus yang diduga melibatkan jaringan internasional perdagangan ilegal satwa langka dilindungi,” jelasnya.
Ia mengatakan dengan membongkar kasus ini membuktikan tantangan besar dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati, sebab adanya ancaman serius bagi keberlanjutan spesies dari perdagangan ilegal satwa liar. Sehingga untuk mengatasi masalah ini perlu adanya kerja sama antara akademisi dan penegak hukum. “Selain dampak hukumnya, kasus ini juga mempertegas pentingnya peningkatan kesadaran publik akan konservasi satwa liar,” katanya.
Menurutnya, peningkatan usaha edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai keanekaragaman hayati dapat menjadi benteng pertahanan dalam melawan kejahatan lingkungan ini. Sehingga tidak terjadi lagi kasus perdagangan satwa ilegal di Indonesia.