Liputan6.com, Yogyakarta - Karst Banggai di Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut di Sulawesi Tengah yang sebelumnya belum pernah terjamah berhasil diungkap lewat eksplorasi studi gua dan karst Banggai oleh Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan ahli internasional pada 17-27 Agustus. Melalui Ekspedisi Internasional Banggai Series 1 ini Hendrie Adji Kusworo, Dosen Magister Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM sekaligus koordinator ekspedisi, mengatakan eksplorasi inisiatif akademik UGM yang berfokus pada studi karst yang menyimpan banyak potensi geologi untuk kepentingan ilmu pengetahuan global.
“Hendrie menegaskan bahwa ekspedisi ini baru merupakan langkah awal dari rangkaian penelitian yang akan dilakukan bersama antara para peneliti dari berbagai negara,” kata Adji dalam keterangan kepada wartawan, Jumat 30 Agustus 2024.
Ekspedisi Banggai ini, tim menyusuri tiga wilayah utama, yakni Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, dan Kabupaten Banggai Laut yang dikenal memiliki berbagai gua karst yang tersebar di darat maupun laut. Daerah tersebut sangat kaya akan formasi karst, termasuk sungai bawah tanah dan mata air yang muncul di laut. “Penemuan gua-gua yang tersembunyi di balik karst ini merupakan daya tarik utama yang membuat kami tertarik untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut,” kata Catrapatti Raditya Lead Operation Officer Eksplorasi Banggai.
Baca Juga
Advertisement
Ia melanjutkan dari ekspedisi ini tim menemukan "Udang Maote". Nama udang ini diberikan setelah tim peneliti berdiskusi dengan masyarakat setempat yang menceritakan tentang fenomena unik di dalam gua tersebut yang mereka sebut sebagai "White Rain" atau hujan putih. “Fenomena ini terjadi ketika penyelam memasuki gua dan merasakan tetesan air putih yang tampak seperti hujan,” katanya.
Sementara itu, Juswono Budi Setiawan dari SRX mengatakan yang menantang dari ekspedisi Karst Banggai ini adalah Kepulauan Banggai memiliki formasi karst yang sangat berbeda dari karst di wilayah lain seperti Kalimantan sehingga butuh keterampilan khusus seperti cave diving. Kalimantan memiliki karst yang menjulang, sebaliknya di Banggai karst-nya tersembunyi di bawah permukaan tanah dan laut.
Salah satunya saat di cenote, yaitu lubang dengan danau di dalamnya yang sering ditemukan di daerah Meksiko. Di Kepulauan Banggai, cenote ini memiliki kedalaman yang signifikan, mencapai 33 meter dari permukaan air, yang menambah kerumitan dalam proses penyelaman. “Karena kedalamannya, peralatan khusus diperlukan, dan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas,” ujarnya.
Tim ekspedisi berhasil mengungkap fenomena khas cenote yang belum pernah disentuh oleh dunia ilmu pengetahuan sebelumnya. Salah satu gua karst yang dieksplorasi, ditemukan lapisan H2S (hidrogen sulfida) yang sangat tebal yang jauh melampaui ketebalan biasa yang hanya sekitar 2 meter. “Di kedalaman sekitar 20 meter, lapisan H2S ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air, membentuk asam sulfat yang sangat korosif,” sebut Juswono.
Meskipun lapisan H2S ini biasanya menandai batas kehidupan, tim peneliti menemukan beberapa spesies udang yang berenang di atasnya. Fenomena ini mengejutkan tim, karena H2S dikenal sangat sepi dari kehidupan, sementara area di atasnya dipenuhi kabut yang kaya dengan kehidupan. “Udang-udang ini diduga memiliki kemampuan khusus untuk mentolerir H2S, memanfaatkan lingkungan ekstrem ini untuk mencari makanan yang tidak bisa diakses oleh makhluk lain dan ini yang menarik perhatian saya,” paparnya.
Ekspedisi Internasional Banggai Series 1 ini tidak hanya membuka wawasan baru mengenai kekayaan alam di Kepulauan Banggai, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi internasional dalam penelitian ilmiah. Dengan ditemukannya berbagai fenomena unik dan mikroba baru, ekspedisi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian-penelitian lanjutan yang akan menggali lebih dalam potensi karst di Indonesia dan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan global.
Turut partisipasi Pakar Geologi UGM, Didit Hadi Barianto, dan peserta dari berbagai negara, diantaranya Catrapatti Raditya dari Sainsreka Explorasia (SRX) sekaligus sebagai Lead Operation Officer, Juswono Budisetiawan dari Sainsreka Explorasia (SRX), Dimas Dwi Septian dan Aries Dwi Siswanto dari Kelompok Studi Karst Geografi UGM, ahli geohidrologi internasional seperti Todd Kincaid dari Amerika Serikat, Mathias Nicoud dan Julie Coulumb dari Perancis, serta peserta dari Malaysia seperti Md Rosman bin Md Haniffah, Lee Kian Lie, Foong Chin Hing. Keterlibatan peneliti internasional ini menunjukkan betapa besarnya minat komunitas ilmiah global untuk mendalami fenomena karst di Indonesia seperti halnya karst Banggai.