Diet hingga Tolak Bala, Menggali Makna Tradisi 'Ngapem' di Kasultanan Kanoman Cirebon

Tradisi tersebut sudah turun-temurun dilakukan sejak zaman Sunan Gunung Jati dan alasan utama tidak makan makanan mengandung karbohidrat adalah kesehatan.

oleh Panji Prayitno diperbarui 06 Sep 2024, 12:00 WIB
Keluarga Keraton Kanoman Cirebon saat menggelar tradisi ngapem di hari rabu akhir bulan safar. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Ngapem atau membuat dan menyantap kue apem menjadi salah satu tradisi yang selalu dilestarikan hingga kini di Kasultanan Kanoman Cirebon. Tiap tahun pada bulan safar, Kasultanan Kanoman membuat hingga membagikan kue apem kepada masyarakat Cirebon.

Bulan safar dianggap sebagai bulan yang penuh sial bagi kalangan masyarakat Cirebon. Cobaan hingga bencana alam biasanya datang pada setiap akhir bulan safar dalam kalender jawa.

Tradisi membuat kue apem sendiri dilakukan setiap tahunnya pada rebo wekasan dalam kalender jawa sebelum memasuki bulan mulud. Juru Bicara Kasultanan Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina mengatakan, keluarga Kasultanan Kanoman dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi selama 40 hari terhitung sejak 1 Safar.

"Tidak makan nasi atau umbi-umbian bahkan minumnya hanya air putih saja secara ideal, daging pun tidak dianjurkan, penggantinya membuat kue apem atau serabi yang terbuat dari olahan yang tidak mengandung daging," ujar Ratu Raja Arimbi Nurtina, Rabu (4/9/2024).

Dia menjelaskan tradisi tersebut sudah turun-temurun dilakukan sejak zaman Sunan Gunung Jati. Alasan utama tidak makan makanan mengandung karbohidrat adalah kesehatan.

Arimbi menjelaskan, secara simbolis, tradisi menjaga pola makan tersebut sebagai bagian dari introspeksi diri. Sehingga diharapkan keluarga besar Kanoman dapat lebih bijak dan tidak menyakiti banyak orang.

"Ya anggaplah diet sehat dan selama 40 hari kita menjadi vegetarian tidak ada ritual khusus hanya membaca Solawat saja," kata dia.

Arimbi mengaku, tradisi yang dijalankan turun-temurun itu sangat terasa manfaatnya. Dia mengatakan, Keraton Kanoman Cirebon kerap menjalankan tradisi tersebut setiap satu tahun sekali.

"Badan lebih ringan, pikiran jernih, lebih enak dan sehat," sambung dia.


Tolak Bala

Kerabat hingga warga sekitar saat mengikuti tradisi ngapem bersama keluarga Keraton Kanoman Cirebon. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Sementara itu, kue apem diyakini sebagai penolak bala atau sial selama bulan Safar di Cirebon. Pada akhir bulan Safar dalam kalender jawa, sebagian meyakini sebagai bulan yang penuh sial. Biasanya, cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir Bulan Safar.

"Dipunahkannya dengan kue apem yang diyakini sebagai penolak bala," kata Patih Keraton Kanoman Cirebon Pangeran Raja Moch Qodiran.

Kue apem yang dibuat keluarga keraton langsung dibagikan gratis kepada masyarakat yang datang. Dalam tradisi ngapem, keluarga keraton bersama warga berdoa bersama di bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon. Doa tersebut sebagai bagian dari upaya manusia memohon kepada pencipta agar tidak ada bencana.

"Bulan Safar biasanya banyak kejadian yang tidak mengenakan yang melibatkan tokoh Islam. Seperti tragedi cucunya Rasul kan di Karbala pada bulan Safar," ujar dia.

Dia mengatakan, tradisi ngapem yang dirangkaikan dengan Tawurji hanya ada di Cirebon. Baik keraton maupun warga Cirebon pada umumnya membuat kue apem untuk dibagikan gratis kepada masyarakat umum.

"Dulu ngapem dilakukan perorangan tiap akhir Safar, orang mandi apem dan apemnya dikasih ke kucing atau binatang yang ada di sekeliling. Sekarang ngapem bareng warga sekitar," ucap dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya