Cara Perempuan Menyapa Paus di Indonesia

Di tengah ada negara atau agama yang mengharamkan warna, dengan warna dideklarasikan kemerdekaan sebagai perempuan dan warga negara.

oleh Tim Regional diperbarui 04 Sep 2024, 23:26 WIB
Cara perempuan nusantara sambut Pau Fransiskus. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Jakarta - Bagi perempuan, pakaian adalah statemen keragaman, pakaian adalah identitas, pakaian adalah ekspresi, pakaian juga penyimpan sejarah. Di tengah ada negara atau agama yang mengharamkan warna, dengan warna dideklarasikan kemerdekaan sebagai perempuan dan warga negara.

Hal itu disampaikan Ketua Departemen Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, di acara festival tudung kepala nusantara yang diinisiasi Komnas Perempuan, sebagai rangkaian Festifal Keberagaman untuk menyambut kehadiran Paus ke Indonesia.

Dept Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan IKALUIN Jakarta , mendapatkan kehormatan dari Komnas Perempuan untuk turut dalam festival tudung kepala Nusantara bersama konunitas pecinta kain Sapawastra dan sejumlah wakil dari komunitas lainnya.

Dept kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan IKALUIN Jakarta dan Sapawastra menghadirkan puluhan pemakai tudung kepala dari lintas generasi, untuk mengenakan sejumlah tudung kepala Tengkuluk dari suku Batak, Jambi, Toraja, Aceh, Minang, Betawi , Baduy, Lampung, yang dipadu dengan wastra dan pakaian daerah, lintas kelas, termasuk untuk tudung kepala sehari hari.

"Saong pada Batak Toba, Tudung bagi orang Karo. Passapu orang Toraja, Pote bagi orang Mamasa, Kuluk bagi orang Jambi, Tingkuluak bagi orang Minang, Kudung bagi orang Banten. Banyak sekali ragam sebutan nama tutup kepala dan cara pakainya," kata Nury Sybli, Founder Sapawastra.

"Keragaman tutup kepala ini menjadi simbol bahwa kita bisa hidup berdampingan meski berbeda latar belakang," jelasnya.

Lebih lanjut Yuni mengatakan, melalui festival ini, menjadi ruang memperkuat keakaran pada kekayaan moyang kita. "Selain itu juga menjadi momen penting menyambut kehadiran Paus ke Indonesia. Inilah cara perempuan menjadi bagian dari merawat damai dalam keragaman yang sejati," ujarnya.

Dalam ulas singkat dan kuat Nury Sybli yg juga pengurus dept perempuan IKALUIN dan perintis Sapawastra, menjelaskan bahwa melalui penelusuran model baju dan wastra perempuan, ada konektivitas leluhur. Dengan wastra juga jadi perantai pesan, juga bagian penting merawat bangsa untuk keberagaman.

 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya