Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menekankan permasalahan perubahan iklim tak pernah bisa diselesaikan dengan menggunakan pendekatan ekonomi. Jokowi menilai banyak negara yang hanya mementingkan keuntungan dan egosentris dalam menyelesaikan masalah perubahan iklim.
"Yang justru ingin saya tekankan adalah permasalahan perubahan iklim ini tidak akan pernah bisa terselesaikan selama dunia menggunakan pendekatan ekonomi, selama dunia hanya menghitung keuntungannya sendiri dan selama dunia hanya mementingkan egosentrisnya sendiri-sendiri," kata Jokowi saat berbicara di Opening Ceremony Indonesia Internasional Sustainibility Forum (IISF) Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Advertisement
Menurut dia, masalah perubahan iklim dapat diselesaikan dengan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan berkembang. Selain itu, kata Jokowi, negara-negara tak boleh mengorbankan rakyat kecil demi mengatasi dampak perubahan iklim.
"Karena untuk menyelesaikannya butuh pendekatan yang kolaboratif, butuh pendekatan yang berperikemanusiaan, dan kolaborasi antara negara maju dan negara berkembang, dan juga kemanusiaan agar prosesnya tidak mengorbankan rakyat kecil," ujar mantan Gubernur Jakarta ini.
Jokowi menyampaikan ekonomi hijau bukan hanya tentang perlindungan lingkungan, namun juga menciptakan kesejahteraan berkelanjutan bagi rakyat. Dalam hal ini, dia menegaskan komitmen Indonesia mencapai net zero emision.
"Jangan meragukan komitmen Indonesia dalam mencapai net zero emision dan berkontribusi bagi dunia yang lebih hijau," tutur Jokowi.
Jokowi Ingatkan Ancaman Neraka Iklim
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa dunia akan menghadapi neraka iklim, di mana suhu akan mencapai rekor tertinggi pada lima tahun ke depan. Jokowi mencontohkan sejumlah negara yang mengalami gelombang panas ekstrem, seperti India yang mencapai 50 derajat celcius.
"Semuanya sudah mendengar warning dari Sekjen PBB bahwa dunia menuju pada neraka iklim, ngeri, neraka iklim. Suhu akan mencapai rekor tertinggi pada 5 tahun ke depan. Hati hati. Satu tahun terakhir ini kita merasakan betul adanya gelombang panas, periode terpanas. Di India bahkan sampe 50 derajat celcius, di Myanmar 45,8 derajat celcius, panas sekali," kata Jokowi dalam acara Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di Istana Negara Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Dia menuturkan panas ekstrem tersebut akan berdampak terhadap ketersediaan pangan dunia. Jokowi menyampaikan Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah mewanti-wanti kondisi tersebut dapat membuat masyarakat dunia mengalami kelaparan berat.
"Kalau orang panas mungkin bisa masuk ke rumah, berteduh, bisa, tapi urusan pangan, hati-hati masalah ini. FAO mengatakan bahwa jika didiamkan seperti sekarang ini, nggak ada pergerakan apa-apa, 2050 dunia akan mengalami kelaparan berat, akan mengalami kelaparan," jelasnya.
Advertisement
Antisipasi Kelaparan Akibat Cuaca Ekstrem
Untuk itu, Jokowi meminta kementerian/lembaga serta pemerintah daerah mulai menyiapkan perencanaan untuk mengantisipasi kelaparan akibat cuaca panas ektrem. Jokowi menuturkan panas tinggi juga dapar menyebabkan kekurangan air.
"Diperkirakan 50 juta petani akan kekurangan air. Enggak ada air, dan akan masuk pada tadi, kekurangan air. Artinya apa? Jangan main-main urusan kekeringan, jangan main-main urusan gelombang panas," tutur Jokowi.
Menurut dia, gelombang panas juga dapat menyebabkan inflasi dan produksi pangan berkurang. Hal tersebut akan membuat harga pangan menjadi melonjak tinggi.
"Itu adalah urusan kehidupan manusia, sekali lagi begitu produksi karena panas, urusan air enggak kita urus, produksi turun, stok menipis, otomatis harga pasti naik, otomatis juga inflasi pasti akan naik lagi," ujar dia.
"Rentetan ini yang harus diantisipasi, direncanakan dan korbannya sekali lagi, rakyat," imbuh Jokowi.