Liputan6.com, Jakarta - Filippo Sorcinelli, seorang desainer yang dianggap kontroversial, mengungkap bagaimana Gereja Katolik memandang bisnisnya. Pasalnya, selain dikenal melalui rancangan baju-baju Paus, ia memberdayakan komunitas LGBT+ melalui busananya, gagasan yang masih jadi perdebatan global.
Melansir Daily Mail, Kamis (5/9/2024), Sorcinelli membuat lebih dari 50 baju untuk mendiang Paus Benediktus XVI, serta 20 pakaian Paus Fransiskus, yang memberinya pengalaman luas di bidang desain gerejawi. Ia menghabiskan tidak kurang dari seribu jam untuk mengerjakan beberapa jubah Paus.
Advertisement
Desainer Italia itu mengatakan, harga untuk jubah-jubah tersebut berkisar antara seribu hingga tujuh ribu dolar euro (sekitar Rp17 juta sampai Rp120 juta). Ia tidak membatasi dirinya hanya pada satu lini bisnis, dengan juga menjual wewangian rancangannya, salah satunya bernama Cruising Area.
Dalam wawancara dengan DW News, yang diunggah ke YouTube pada November 2023, Sorcinelli berkata, "Gereja harus ramah, tidak boleh menghindar dari apapun, dan terbuka terhadap semua aspek masyarakat kita. Gereja harus menghadapi segala sesuatu tanpa rasa takut karena itu juga merupakan bagian dari pesan Kristiani."
Ia mengatakan bahwa kreasi para seniman. seperti Caravaggio, Michelangelo, dan Leonardo Da Vinci, jadi bukti baginya bahwa "keindahan sebuah karya mengatasi segalanya." Crux sebelumnya melaporkan bahwa sekelompok penjahit dan tukang sepatu yang secara eksklusif melayani Vatikan telah mengadaptasi kegemaran Paus Fransiskus akan pakaian sederhana dan polos.
Jubah yang Lebih Praktis dan Nyaman
Preferensi mode Paus Fransiskus telah mengilhami permintaan akan jubah lebih praktis dan nyaman dari para pendeta di seluruh dunia. Seruan untuk menciptakan gereja yang dinamis dan "bergerak" telah diterjemahkan jadi permintaan pakaian keagamaan yang mencerminkan semangat itu, dan tidak lagi dibatasi kain dan hiasan berat.
"Mungkin dulu kami agak berlebihan, dan sekarang perlahan-lahan (mengubahnya)," kata Raniero Mancinelli, yang telah jadi penjahit bagi para pendeta dan paus selama beberapa dekade, dalam sebuah wawancara dengan Crux tahun 2017.
Sepanjang sejarah, Paus selalu jadi penentu tren mode, karena mereka berpengaruh terhadap komunitas yang luas dan pilihan perhiasan, serta pakaian mereka sering kali mengungkap banyak hal tentang misi dan pesan kepausan. Tiga "paus asing" terdahulu, yang berarti bukan dari Italia, mengambil pendekatan unik terhadap gaya kepausan klasik.
Tidak seorang pun dapat mengenakan jubah seperti Paus Yohanes Paulus II, dan gambar-gambar yang memperlihatkan jubah merahnya berkibar tertiup angin, atau dengan lembut memeluk anak-anak. Potongan busana itu telah meninggalkan kesan abadi pada budaya Kristen dan sekuler.
Advertisement
Perubahan Busana Paus
Paus Emeritus Benediktus XVI, seorang Eropa, mengubah pakaian kepausan klasik dan mengantarnya ke milenium baru dengan selera gayanya yang unik. Sementara itu, preferensi Fransiskus untuk "papal athleisure" telah mulai meninggalkan jejak dalam sejarah.
Pada 2013, majalah Esquire, yang sebagian besar berfokus pada mode busana pria, menobatkan Paus Fransiskus sebagai "Pria Berbusana Terbaik Tahun Ini." Pilihan tersebut jelas kontroversial, dan majalah tersebut menjelaskannya dengan mengatakan bahwa gaya Paus telah "menandakan era baru (dan bagi banyak orang, harapan baru) bagi Gereja Katolik."
Di sebuah toko kecil di Borgo Pio, jalan indah di sebelah Vatikan, Raniero Mancinelli memotong kain di meja, kain-kain merah dan hitam berjatuhan ke tanah setiap kali guntingnya bergerak. Di atas kepalanya, terukir di kayu namanya dan tanggal toko dibuka: 1962.
Mancinelli telah lama berkecimpung dalam bisnis mendandani paus, dan karena itu ia selalu mengikuti perubahan yang terjadi dalam busana keagamaan sejak Konsili Vatikan Kedua (1962--1965). "Pakaian para pendahulu (Paus sebelumnya) tidak lebih mewah atau mahal, tapi lebih mencolok dan kaya akan detail," kata dia.
Desain Lebih Sederhana
Mancinelli menyambung, "Sekarang, semuanya sudah sedikit berubah. Sekarang, dengan arahan Paus Fransiskus, orang-orang menginginkan sesuatu yang lebih ringan, lebih sederhana, dan lebih simpel, dengan demikian lebih murah." Sebagai contoh, penjahit kawakan itu mengatakan, salib yang biasanya dikenakan para uskup dan kardinal dulunya dihiasi permata dan lapisan emas.
"Sekarang ini lebih populer," katanya sambil menunjuk salib polos yang terbuat dari logam dan kayu. Sekilas melihat labelnya, terlihat perbedaan harga yang signifikan.
Ketika ditanya apakah preferensi sederhana Paus tidak terlalu baik untuk bisnisnya, Mancinelli tertawa. "Ya... sedikit," katanya, karena permintaan telah berkurang dan pakaiannya lebih murah. "Kerugian ganda, dalam arti tertentu. Ini bukan masalah setuju. Orang menerima cara dia melakukan sesuatu dengan cara yang lebih sederhana."
Namun, penjahit itu tidak bersedih dengan perubahan itu, meski ia mengakui bahwa, baginya, pakaian keagamaan jadi sedikit polos. "Mungkin terlalu polos dibandingkan dengan sebelumnya," tambahnya.
Mancinelli memulai usahanya tepat saat Gereja mengalami revolusi besar. Ia hadir saat Paus Paulus VI menghapuskan ekor yang biasa dikenakan para kardinal, yang panjangnya bisa mencapai tujuh meter.
Advertisement