Bangladesh Terhimpit Krisis Politik dan Ekonomi, Industri Ini Terancam

Bangladesh, yang selama tiga dekade terakhir menjadi pusat industri mode cepat dunia, kini menghadapi tantangan besar di tengah krisis ekonomi dan gejolak politik.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 10 Sep 2024, 22:48 WIB
Muhammad Yunus adalah seorang bankir Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin. Yunus mengimplementasikan gagasan ini dengan mendirikan Grameen Bank, yang mengantarnya menerima Nobel Perdamaian pada tahun 2006. (Dok. AP Photo/Pavel Rahman)

Liputan6.com, Jakarta - Bangladesh, yang selama tiga dekade terakhir menjadi pusat industri mode cepat dunia, kini menghadapi tantangan besar di tengah krisis ekonomi dan gejolak politik.

Negara ini terkenal sebagai pemasok utama pakaian untuk merek-merek ritel besar seperti H&M, Gap, dan Zara. Dengan industri garmen yang bernilai USD 55 miliar per tahun atau sekitar Rp 845,02 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.364), sektor ini telah mendorong ekonomi Bangladesh dan menyumbang 80% dari total pendapatan ekspornya.

Namun, krisis politik yang menggulingkan pemerintah Sheikh Hasina pada Agustus 2023 memicu kerusuhan besar. Protes yang meluas menyebabkan ratusan orang tewas dan empat pabrik dibakar.

Pemadaman internet nasional membuat banyak pabrik kesulitan beroperasi, dan beberapa merek besar, termasuk Disney dan Walmart, memutuskan untuk mencari produsen di negara lain untuk musim berikutnya. Gangguan terus berlanjut, dengan sekitar 60 pabrik di luar Dhaka diperkirakan ditutup karena protes pekerja yang menuntut upah lebih baik.

Menurut Mohiuddin Rubel selaku direktur asosiasi produsen garmen, peristiwa ini akan mengurangi kepercayaan merek-merek internasional terhadap Bangladesh. Ada kekhawatiran bahwa terlalu banyak risiko jika seluruh produksi terpusat di satu negara.

Vietnam dipandang sebagai pesaing kuat dalam industri ini, dan kerusuhan politik dapat menyebabkan penurunan ekspor hingga 10-20% tahun ini, sebuah angka yang signifikan bagi ekonomi Bangladesh.

Bahkan sebelum krisis politik ini, industri garmen Bangladesh sudah mengalami tekanan besar. Skandal pekerja anak, kecelakaan pabrik yang mematikan, serta dampak pandemi COVID-19 telah melemahkan sektor ini.

 


Industri Garmen Bangladesh Alami Tekanan

Di samping itu, biaya produksi yang meningkat sementara permintaan global melambat membuat eksportir sulit menjaga keuntungan. Hal ini berakibat langsung pada menipisnya cadangan mata uang asing Bangladesh, karena ekonomi negara tersebut sangat bergantung pada ekspor.

Krisis ekonomi Bangladesh juga dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah yang berlebihan untuk proyek infrastruktur besar, yang menguras kas negara. Korupsi dan kronisme semakin memperburuk keadaan, dengan pengusaha yang memiliki hubungan dengan partai politik berkuasa gagal membayar pinjaman bank.

 

 


PM Baru Bangladesh Janjikan Dukungan untuk Rohingya dan Industri Garmen

Peraih hadiah Nobel Perdamaian, Muhammad Yunus (kiri) sesaat sebelum diambil sumpahnya untuk memimpin pemerintahan sementara Bangladesh sebagai penasihat utama, pada hari Kamis (8/8/2024) malam. (MUNIR UZ ZAMAN/AFP)

Sebelumnya, Bangladesh akan tetap mendukung populasi pengungsi Rohingya dan mempertahankan industri garmennya yang vital. Hal tersebut ditegaskan pemimpin baru Bangladesh Muhammad Yunus (84) pada hari Minggu (18/8/2024), dalam pidato pertamanya yang menguraikan kebijakan utamanya.

Yunus kembali dari Eropa bulan ini setelah revolusi yang dipimpin mahasiswa untuk mengemban tugas monumental dalam mengarahkan reformasi demokrasi di negara yang terkoyak oleh kemerosotan institusional.

Pendahulunya Sheikh Hasina (76) tiba-tiba meninggalkan negara itu beberapa hari sebelumnya dengan helikopter setelah 15 tahun berkuasa dengan tangan besi.

Menetapkan prioritasnya di hadapan para diplomat dan perwakilan PBB, Yunus berjanji melanjutkan dua tantangan kebijakan terbesar dari pemerintahan sementaranya.

"Pemerintah kami akan terus mendukung lebih dari satu juta orang Rohingya yang berlindung di Bangladesh," ungkap Yunus seperti dilansir France24, Senin (19/8).

"Kami membutuhkan upaya berkelanjutan dari komunitas internasional untuk operasi kemanusiaan Rohingya dan pemulangan mereka ke tanah air mereka, Myanmar, dengan rasa aman, bermartabat, dan hak penuh."

Bangladesh adalah rumah bagi sekitar satu juta pengungsi Rohingya.

Sebagian besar dari mereka melarikan diri dari Myanmar pada tahun 2017 setelah tindakan keras junta militer, peristiwa yang kini menjadi subjek penyelidikan genosida oleh pengadilan PBB.

 


Rekonsiliasi Nasional

Muhammad Yunus dilantik langsung oleh Presiden Bangladesh Mohammed Shahabuddin. (MUNIR UZ ZAMAN/AFP)

Protes yang diwarnai kerusuhan selama berminggu-minggu, yang menggulingkan Hasina, juga mengakibatkan gangguan yang meluas pada industri tekstil yang menjadi tumpuan negara itu. Para pemasok dilaporkan mengalihkan pesanan mereka ke luar negeri.

"Kami tidak akan menoleransi segala upaya untuk mengganggu rantai pasokan pakaian global, di mana kami merupakan pemain kunci," ujar Yunus.

Keberadaan 3.500 pabrik garmen di Bangladesh menyumbang sekitar 85 persen dari ekspor tahunannya yang mencapai USD 55 miliar.

Yunus memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2006 atas karya perintisnya di bidang keuangan mikro, yang dianggap telah membantu jutaan warga Bangladesh keluar dari kemiskinan yang parah.

Menjabat sebagai penasihat utama pemerintahan sementara, Yunus mengatakan dia ingin menyelenggarakan pemilu dalam beberapa bulan.

Sebelum digulingkan, pemerintahan Hasina dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, termasuk penahanan massal dan pembunuhan di luar hukum terhadap lawan-lawan politiknya.

Hasina melarikan diri dari Bangladesh pada tanggal 5 Agustus ke India, pelindung dan donatur politik terbesar pemerintahannya, saat para pengunjuk rasa menyerbu ibu kota Dhaka untuk memaksanya turun dari jabatan.

Lebih dari 450 orang tewas saat oleh tindakan keras polisi terhadap protes mahasiswa.

Misi pencari fakta PBB diharapkan segera tiba di Bangladesh untuk menyelidiki "kekejaman" yang dilakukan selama masa itu.

"Kami menginginkan penyelidikan yang tidak memihak dan kredibel secara internasional atas pembantaian itu," kata Yunus pada Minggu.

"Kami akan memberikan dukungan apa pun yang dibutuhkan penyelidik PBB."

Yunus kembali berkomitmen menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil segera setelah pihaknya dapat menyelesaikan mandat untuk melaksanakan reformasi penting dalam komisi pemilihan umum, peradilan, administrasi sipil, pasukan keamanan, dan media.

"Kediktatoran Sheikh Hasina menghancurkan setiap lembaga negara," tutur Yunus.

Yunus menambahkan, pemerintahannya akan melakukan upaya tulus untuk mendorong rekonsiliasi nasional.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya