Liputan6.com, Pekanbaru - Seorang santri inisial FA alami trauma dan depresi berat karena penganiayaan yang dialaminya dari 10 kakak kelas di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Qur'an, Kecamatan Tambang, Kampar. Dugaan perundungan santri ini justru dibantah oleh pimpinan Ponpes Ustaz Kariman Ibrahim.
Kariman menyebut kejadian yang dialami FA merupakan tunjuk ajar yang dilakukan kakak kelas karena korban bermain ketika Salat Zuhur berjemaah. Hal ini diutarakan Kariman ketika menerima inspeksi dari Kementerian Agama Wilayah Kampar dan Unit Pelayanan Teknis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA)
Baca Juga
Advertisement
"Tidak ada perkelahian, nah itu memberikan pendidikan kepada adiknya, orang salat dia melawan, keluar, melompat, dia mengganggu," kata Kariman, Kamis siang, 5 September 2024.
Kariman menyatakan Ponpes tidak membenarkan kekerasan anak. Begitu juga dengan penganiayaan melainkan tunjuk ajar agar FA tidak bermain lagi ketika salat berjamaah.
"Kalau penganiayaan yang satu ini dianiaya, dilepaskan, ditonton oleh orang banyak, ini tidak, waktu salat diberikan tunjuk ajar tapi melawan pula ditunjuk ajar," jelas Kariman.
Meski demikian, Kariman tidak membantah adanya pukulan yang diterima FA. Dia menyebut itu hal biasa antara anak-anak dan sudah didamaikan sehingga tidak ada pembiaran.
"Bukan upaya pemukulan, itu kan reflek," ucapnya.
Dia menyebut bahwa pengawasan di Ponpes Darul Quran dilakukan selama 24 jam. Pada saat terjadinya pemukulan itu, semuanya sedang menjalankan ibadah Salat Zuhur.
"Sedang salat, kalau tidak sedang salat dikawal 24 jam, CCTV ada mau berapa maunya?" lanjutnya.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sebut Sudah Damai
Setelah terjadi peristiwa itu, Kariman menyebut pihak Ponpes telah melakukan perdamaian dengan menghadirkan orangtua para pihak.
"Orangtua sudah ada kesepakatan yang sakit diobati, yang tanggung jawab yang menangani (memukul), pelaku yang tanggung jawab dan sudah beres," jelasnya.
Sementara itu, Kepala UPT PPPA Kabupaten Kampar, Linda Wati mengatakan, pihak Ponpes tidak mengerti arti kekerasan terhadap anak.
"Yang bisa melakukan kekerasan itu siapa saja? pondok pesantren, pengasuh, orangtua, siapa saja, kebetulan yang melakukan kekerasan ini adalah sesama anak yang bersekolah di pondok pesantren," jelas Linda.
Menurut Linda, persoalan ini tidak lepas dari tanggungjawab bersama semua pihak, termasuk UPTD PPPA yang akan melindungi anak sebagai korban dan mental anak.
Linda menjelaskan, pelaku dan korban sama-sama anak. Untuk itu, PPPA berperan melindungi, mendampingi korban maupun pelaku.
"Agar masalah ini dapat selesai dengan baik dan hak-hak anak segera dapat terutama pendidikannya, kita akan cari waktu bagaimana kita akan duduk bersama biar masalah ini bisa selesai dengan baik," ucap Linda.
Sebelumnya, orangtua korban FA, SO melaporkan kejadian ini ke Polda Riau. Kasus ini masih dalam penyelidikan Direktorat Reserse Kriminal Umum.
SO menyebut korban dianiaya oleh 10 orang kakak kelas. Kekerasan di lingkungan pendidikan ini membuat korban mengalami memar otak berdasarkan pemeriksaan medis.
Advertisement