Tolak Aturan Ini, Asosiasi Koperasi Ritel Cemas Omzet Anjlok 50%

Pedagang ritel dan koperasi telah menjalankan penjualan produk tembakau sesuai aturan yang berlaku sebelumnya, salah satunya adalah pembatasan usia jual beli pada anak-anak di bawah umur.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Sep 2024, 20:40 WIB
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah disahkan Presiden Jokowi menjadi bukti abainya pemerintah terhadap komitmen dan upaya yang telah dijalankan oleh pelaku usaha sesuai dengan peraturan yang berlaku sebelumnya, yaitu tidak menjual produk tembakau kepada anak-anak di bawah umur.

Komitmen ini merupakan inisiatif para peritel, yang selama ini tidak pernah mendapat edukasi mengenai hal tersebut dari Kemenkes.

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (AKRINDO), Anang Zunaedi, mengatakan pedagang ritel dan koperasi telah menjalankan penjualan produk tembakau sesuai aturan yang berlaku sebelumnya, salah satunya adalah pembatasan usia jual beli pada anak-anak di bawah umur dan penempatan produk tembakau di display belakang kasir guna menseleksi konsumen atau calon konsumen yang ingin membeli produk tembakau secara langsung.

Anang juga mengaku selama ini belum pernah mendapatkan edukasi untuk pelarangan penjualan produk tembakau ke anak di bawah umur dari instansi terkait, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Justru, pihaknya bersama anggota AKRINDO lainnya memperoleh edukasi dari industri untuk pelarangan penjualan produk tembakau ke anak di bawah umur.

“Justru kami mendapatkan materi edukasi dari pihak industri, salah satunya penempelan stiker batasan usia untuk penjualan produk tembakau, bukan dari pihak kesehatan. Kami juga belum pernah diajak sosialisasi oleh Kemenkes, sampai PP ini disahkan pun tidak pernah diajak duduk bareng. Kami sudah beberapa kali mengirim surat untuk bahas dari RPP Kesehatan sampai sekarang disahkan pun tidak pernah diundang,” keluhnya.

Selain itu, Anang juga menyoroti tidak efektifnya upaya yang dilakukan Kemenkes, salah satunya hotline quit smoking karena sangat minum edukasi di lapangan. “Saya lihat memang tidak efektif karena minimnya edukasi dari Kemenkes atau dinas sosial terkait,” ungkapnya.

 

 


Omzet Anjlok 50%

(Foto:Dok.Bea Cukai)

Hal ini membuktikan kurangnya inisiatif pelibatan pemangku kepentingan terhadap efektivitas dari kebijakan yang dijalankan pemerintah. Maka, Anang menegaskan dibandingkan membatasi pergerakan dan membatasi pelaku usaha rakyat yang telah menjalankan aturan dengan baik, semestinya Kemenkes memaksimalkan edukasi dan gerakan kepada masyarakat, khususnya kepada anak-anak secara menyeluruh.

“Aturan ini akan menekan omzet kawan-kawan UMKM setidaknya 50%. Oleh karena itu, kami dari AKRINDO menolak dan akan terus menyuarakan supaya PP 28/2024 ini bisa dibatalkan,” pungkasnya.


Hanya untuk Konsumen Dewasa

Cukai rokok memang senikmat kepulan asap tembakau. Bisa dibilang, inilah ATM bagi pemerintah yang tak pernah kering.

Sementara itu, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo, menyatakan selama ini pelaku ekonomi rakyat telah menyadari pentingnya penjualan produk tembakau hanya untuk konsumen dewasa, yang sebelumnya mengacu pada PP Nomor 109 Tahun 2012.

“Kami mendeklarasikan bersama 27 organisasi lainnya bahwa rokok itu bukan untuk anak-anak, pelaku ekonomi rakyat telah mematuhi peraturan pemerintah yang berlaku. Untuk menurunkan jumlah konsumsi rokok, pemerintah itu harusnya melakukan edukasi, bukan dengan melarang menjual rokok,” tegasnya.

Ali menambahkan bahwa PP 28/2024 memiliki dampak serius yang dapat mengancam penghidupan ekonomi rakyat sampai mempersempit lapangan kerja yang semestinya menjadi fokus perlindungan pemerintah.

Selain itu, ia berpendapat pelarangan ini justru tidak menyasar pada target utamanya, yaitu anak-anak, melainkan berpotensi memunculklan modus dan oknum baru yang menjadikan peraturan ini sebagai pungutan liar bagi jutaan pelaku ekonomi rakyat.

Di kesempatan terpisah,  

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya