Menko Luhut: GBFA Jadi Kunci Atasi Perubahan Iklim

Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan menuturkan, Global Blended Finance Alliance (GBFA) berperan sebagai alat strategis untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Sep 2024, 15:45 WIB
Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan dalam Sesi Tematik Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024). (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan mengatakan, untuk mengatasi perubahan iklim membutuhkan investasi keuangan yang besar, mekanisme pendanaan yang inovatif, dan komitmen dari berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Oleh karena itu, Luhut pun meyakini Aliansi Keuangan Campuran Global atau Global Blended Finance Alliance (GBFA) bisa menjawab kebutuhan itu.

"Saya sungguh-sungguh yakin bahwa Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang digagas Pemerintah Indonesia bersama delapan calon anggota pendiri berperan sebagai alat strategis untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan dalam aksi iklim dan mencapai target SDGs," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan dalam Sesi Tematik Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Menurut Luhut, GBFA  bisa menjawab  kebutuhan nyata untuk bergerak maju dalam implementasi transisi energi, aksi iklim, dan mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Optimisme itu sejalan dengan deklarasi Kerangka Kerja Keuangan Iklim Global untuk memobilisasi keuangan iklim bagi negara-negara berkembang dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB atau  COP28 Dubai tahun lalu. Sistem keuangan campuran atau Blended Finance disetujui untuk membuka modal swasta guna meningkatkan tindakan iklim. 

"Komitmen ini sejalan dengan inisiatif GBFA dan kami akan membawanya di COP 29 Baku untuk pengembangan lebih lanjut proyek-proyek konkret dan menarik anggota potensial baru,” kata Menko Luhut.

 


Kembangkan Platform Negara

Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan dalam Sesi Tematik Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024). (Foto: Istimewa)

Luhut menjelaskan, GBFA hadir dengan visinya untuk menjadi Organisasi Internasional guna membantu negara-negara berkembang untuk mengembangkan platform negara yang di dalamnya ada proyek-proyek pembangunan terkait SDGs dan aksi iklim yang disusun sehingga dapat dibiayai oleh calon investor.

Disamping itu, Menko Luhut mengatakan, GBFA juga akan mendukung South-South Collaboration untuk mencapai SDGs dan transisi iklim.

Di mana pada 1-3 September lalu, Pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-3 yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama ekonomi, dan menjajaki kerja sama di bidang ketahanan pangan, perdagangan, investasi, dan energi. “Kolaborasi dengan knowledge partner yang strategis sangatlah penting akan mendukung dengan merancang program GBFA, membantu mobilisasi dana, dan memajukan kegiatan serta misinya,” pungkas Menko Luhut.


ISF 2024, Anak Buah Menko Luhut Sebut Transisi Energi Peluang Kurangi Perubahan Iklim

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin. (Foto:Liputan6.com/Tira Santia)

Sebelumnya, Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin mengatakan, transisi energi bukan sekadar peluang untuk mengurangi perubahan iklim, tetapi juga merupakan kesempatan untuk mengamankan energi yang terjangkau dan mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan salah satunya.

Hal itu disampaikan dalam gelaran Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024) di Jakarta International Center, Jumat (06/09/2024).

Rachmat menyebut, transisi energi itu rumit dan membutuhkan waktu tidak ada jalan pintas, oleh sebab itu harus mengatasinya dari berbagai sudut pandang. Meskipun sains, teknologi, dan solusi yang dimiliki saat ini mungkin tidak sempurna, semuanya sudah membuat perbedaan, dan akan terus berkembang.

"Untuk menjaga momentum, kita perlu ber-investasi lebih banyak dalam teknologi, penelitian dan pengembangan, infrastruktur energi, proyek hijau, dan yang terpenting, pada sumber daya manusia kita,” ia menambahkan.

Dia menuturkan, setiap orang dan segala hal harus beradaptasi dengan kebijakan, struktur pembiayaan, praktik industri, dan perilaku konsumen semuanya perlu berkembang. Tantangan ini melampaui politik, di mana kita perlu bekerja dengan masyarakat untuk menyebarkan pemahaman dan mendorong tindakan kolektif.

"Meskipun masing-masing mungkin memiliki titik awal yang berbeda dan menghadapi tantangan yang unik, namun kita semua dapat berbagi kesempatan untuk berkontribusi pada gerakan keberlanjutan global. Berkali-kali saya merasakan semangat kolaborasi terbuka, dan saya tetap berharap, bahkan optimis, bahwa bersama-sama kita dapat membangun dunia yang berkelanjutan,” kata Deputi Rachmat.

Rachmat juga menegaskan, kerja sama serta kolaboratif antarnegara merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia.

"Untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi di dunia, kita memerlukan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang, tanpa mengabaikan nilai kemanusiaan. Kolaborasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan," ujar Deputi Rachmat.

 


Komitmen Indonesia

Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Deputi Rachmat memaparkan, kalau kita tidak dapat mencapai skala perubahan yang dibutuhkan dalam hal ini dalam mengatasi perubahan iklim tanpa kolaborasi dan investasi dari negara-negara maju, serta tanpa riset dan teknologi yang dapat diakses, dan tanpa pendanaan yang menguntungkan negara-negara berkembang sekalipun.

Rachmat memastikan komitmen Indonesia terhadap Net Zero. "Pak Luhut (Menko Marves Luhut B. Pandjaitan) juga menyebutkan tentang pentingnya membawa narasi negara-negara berkembang, sebab untuk menciptakan kolaborasi, kita harus saling memahami, dan jelas negara-negara berkembang lebih memahami isu ini, mereka memiliki lebih banyak akses ke teknologi, tetapi mungkin kurang memahami apa yang terjadi di tempat-tempat seperti Indonesia. Itulah sebabnya kami membawa diskusi penting ini lebih dekat ke rumah, di sini, di ISF di Jakarta," ujar Deputi Rachmat.

Mengenai hal tersebut, Deputi Rachmat menjelaskan telah dilakukan kerja sama di hari pertama pelaksanaan ISF 2024, Kamis 5 September 2024 dengan di antaranya telah dilaksanakan 5 (lima) plenary sections, enam  thematics, 3 (tiga) high level dialogues, 3 interactive mini-sessions serta 14 MOUs and partnerships.

"Jadi kami memiliki beberapa kolaborasi dalam forum ini. Dengan demikian, kita dapat mulai melakukan sesuatu hari ini dengan hal yang baik dan ini tidak hanya jumlahnya yang mengesankan, tetapi kedalaman dan kekayaan diskusi benar-benar sangat menonjol. Kami berhasil membawa percakapan kritis ini lebih dekat, menciptakan dialog yang bermakna dan berdampak, serta menyaksikan pertukaran yang penuh semangat dan mengumpulkan wawasan yang tak ternilai di berbagai topik. Izinkan saya untuk menyoroti beberapa hal penting dari sesi kemarin,” pungkasnya.

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya