Luhut: Tidak Ada Penambahan Luasan Kebun Sawit di Indonesia

Indonesia sering dianggap melakukan deforestasi karena perluasan wilayah kebun sawit. Namun, Menko Luhut menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar

oleh Arief Rahman H diperbarui 06 Sep 2024, 19:30 WIB
Seorang pekerja mengangkut cangkang sawit di atas rakit di sebuah perkebunan sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa tidak akan ada penambahan luasan kebun sawit di Indonesia, seiring dengan adanya moratorium terkait perkebunan kelapa sawit.

Dia menyampaikan bahwa Indonesia sering dianggap melakukan deforestasi karena perluasan wilayah kebun sawit. Namun, Menko Luhut menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar.

"Mungkin dari perspektif negara maju, mereka melihat sesuatu seperti program deforestasi Indonesia, yang tidak benar. Karena kita sudah punya moratorium minyak kelapa sawit," tegas Menko Luhut dalam Indonesia International Sustainability Forum 2024, di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2024).

Ada 16 Juta Hektare

Dia menjelaskan bahwa saat ini ada sekitar 16 juta hektare lahan perkebunan sawit. Dengan berlakunya moratorium tersebut, maka tidak akan ada lagi tambahan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit.

"Kita sudah memiliki moratorium, kita tidak akan memperluas lahan kelapa sawit ini. Kita akan mempertahankan 16 juta hektare," tegasnya.

Menko Luhut juga menjelaskan bahwa produktivitas dari lahan sawit yang ada saat ini masih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan program penanaman kembali (replanting). Harapannya, produksi minyak kelapa sawit dapat meningkat hingga 7-8 ton per hektare kebun.

Dengan peningkatan produktivitas ini, Menko Luhut berharap hal tersebut dapat menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, yang ditargetkan dapat menyentuh angka 6-7 persen.

"Jika Anda dapat memperoleh sekitar 5 ton per hektare, Anda dapat membayangkan 5 (ton) kali 16 juta (hektare). Ini adalah angka yang sangat besar yang dapat membawa ekonomi kita tumbuh di atas 6-7 persen dalam waktu 10 tahun," jelasnya.

 


Dampak Positif ke Masyarakat

Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Lebih lanjut, Menko Luhut juga melihat dampak positif dari operasional 16 juta hektare lahan sawit tersebut, mulai dari jumlah pekerja hingga kontribusi terhadap sektor UMKM lokal.

"Jadi, 16 juta hektare ini saya kira mempekerjakan banyak orang. Mereka mendirikan usaha kecil, menengah, atau perorangan yang memiliki minyak kelapa sawit. Jadi, ini adalah peluang kerja yang bagus bagi masyarakat Indonesia," ujarnya.

Dia kembali menegaskan bahwa lahan sawit Indonesia bukanlah masalah, tetapi peluang besar untuk meningkatkan ekonomi nasional. Selain itu, minyak kelapa sawit juga bisa digunakan sebagai bahan bakar pesawat terbang.

"Jadi jika seluruh dunia melihat ini sebagai masalah, bagi kita ini adalah solusi untuk mengatasi kemiskinan dan kekerdilan. Pemerintah Indonesia harus bekerja keras, termasuk dalam pengembangan benih kelapa sawit dengan hasil 6, 7, bahkan 9 ton per hektare," tuturnya.

"Teknologi saat ini memungkinkan banyak hal untuk kelapa sawit. Kelapa sawit suatu hari nanti dapat menjadi bahan bakar penerbangan, dan bisa juga menjadi apa saja. Jadi jangan melihat ini sebagai masalah atau kendala, tetapi sebagai tantangan yang harus kita atasi," tambahnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya