Liputan6.com, Jakarta - Sebagai muslim yang baik, sudah sepatutnya memasrahkan semua urusan dunia dan akhiratnya kepada Allah SW. Dengan kata lain, muslim yang baik ialah orang yang bertawakal kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." [Q.S Al Imran: 159].
Baca Juga
Advertisement
Dalam praktiknya, masih banyak orang yang keliru memaknai tawakal. Bahkan, ada yang menerapkan tawakal kepada Allah ketika dirinya putus asa.
Agar tidak keliru, ulama asal Surakarta Habib Novel Alaydrus menjelaskan arti tawakal dan cara praktiknya yang benar.
"Seringkali orang ngomong ‘Saya sudah tawakal, saya udah pasrah’, tapi seringkali juga orang yang ngomong pasrah sebenarnya dia salah, karena sebenarnya dia bukan pasrah, tapi menyerah," kata Habib Novel Alaydrus, dikutip dari YouTube Santri Ulama TV, Sabtu (7/9/2024).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Makna Pasrah dan Menyerah
Menurut Habib Novel, makna pasrah dan menyerah itu berbeda. Orang yang pasrah adalah orang yang optimistis karena dia telah menyiapkan segala rencananya di awal, lalu dia bertawakal kepada Allah SWT.
"Dan tawakal itu bukan di ujung, bukan di akhir, tawakal bukan saat kepepet (dan) terdesak, tapi tawakal itu sejak langkah awal, karena arti tawakal adalah menyerahkan semuanya kepada Allah SWT," jelas Habib Novel.
Habib Novel mengingatkan agar jangan berhenti bertawakal kepada Allah SWT, namun tetap harus optimis. Sebelum melangkah terhadap sesuatu, hendaknya seorang muslim bertawakal kepada Allah SWT.
"Dan tanpa pernah berhenti selama-lamanya manusia harus bertawakal kepada Allah SWT," ujarnya.
Advertisement
Makna Tawakal Menurut Buya Yahya
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif alias Buya Yahya menjelaskan, tawakal dilakukan setelah usaha. Dengan tawakal seperti ini maka dia tidak hanya mengandalkan tenaga, kecerdasan, dan modal yang besar, tapi juga melibatkan Allah SWT.
"Kalau nggak ada usaha lalu tawakal, ini adalah nggak benar. Usaha dulu dong baru tawakal. Sebab, tawakal itu sifat usahamu, tawakalmu sifat hatimu akan usahamu, dan setelah kamu usaha, kamu sifati (tawakal) dengan hatimu," jelas Buya Yahya, dinukil dari YouTube Al Bahjah TV.
Buya Yahya menambahkan, bagaimana bisa dikatakan tawakal jika tanpa adanya usaha. Sama halnya dengan ikhlas. Ikhlas adalah sifat hati. Bagaimana bisa dikatakan ikhlas jika tidak beramal.
Wallahu a’lam.