September Kelam Bagi Bitcoin, Tapi Masih Ada Peluang Tumbuh

Penurunan suku bunga biasanya mendorong investor untuk mencari aset berisiko yang lebih tinggi, seperti Bitcoin, sebagai cara untuk mencari imbal hasil yang lebih baik.

oleh Arief Rahman H diperbarui 08 Sep 2024, 13:30 WIB
Volatilitas tinggi ini sejalan dengan pola pasar historis, tetapi ada potensi bullish yang kuat jika faktor-faktor pendukung seperti pemotongan suku bunga dan adopsi institusional terus berkembang. Ilustrasi kripto (Foto By AI)

Liputan6.com, Jakarta - Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menilai September menjadi bulan yang cukup berisiko bagi Bitcoin. Tren menunjukkan Bitcoin kerap mengalami penurunan sejak 2013 hingga 2022 lalu.

Kala itu, harga Bitcoin bisa terjun antara 6-10 persen dalam satu bulan. Meski begitu, pola tersebut berubah drastis pada September 2023 lalu yang menunjukkan pertumbuhan nilai Bitcoin sebesar 5 persen. Fyqieh menelisik, tren positif akan terjadi lagi September 2024 ini.

“Semakin banyak perusahaan besar dan investor institusional yang tertarik pada BTC sebagai aset investasi, memberikan dukungan terhadap harga. Selain itu, inovasi dalam ekosistem kripto, seperti pengembangan DeFi dan teknologi blockchain yang lebih matang, juga mendorong sentimen bullish di kalangan investor,” ungkap Fyqieh dalam keterangannya, Sabtu (7/9/2024).

Faktor eksternal lain yang dapat memengaruhi pergerakan harga Bitcoin adalah kebijakan moneter dari The Fed AS. Spekulasi tentang kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed menjadi katalis potensial bagi kenaikan harga Bitcoin.

Penurunan suku bunga biasanya mendorong investor untuk mencari aset berisiko yang lebih tinggi, seperti Bitcoin, sebagai cara untuk mencari imbal hasil yang lebih baik.

"Jika suku bunga dipotong, ini bisa mendorong harga Bitcoin mendekati level resistance kunci di sekitar USD 65.000," katanya.

Namun, meskipun ada peluang untuk melanjutkan tren positif, volatilitas pasar tetap menjadi risiko yang signifikan.

“Ketidakpastian ekonomi global, terutama terkait dengan kebijakan moneter dan kejadian seperti skandal Ponzi kripto baru-baru ini, dapat memberikan tekanan jual yang kuat pada Bitcoin. Tekanan ini dapat mendorong harga turun kembali ke level support yang lebih rendah, mungkin menuju USD 55.000 atau bahkan USD 53.000 jika sentimen pasar memburuk,” jelasnya.

 


Menakar Peluang Bitcoin

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)

Menurut Fyqieh, volatilitas tinggi ini sejalan dengan pola pasar historis, tetapi ada potensi bullish yang kuat jika faktor-faktor pendukung seperti pemotongan suku bunga dan adopsi institusional terus berkembang.

“Meskipun September secara tradisional dikenal sebagai bulan yang lemah bagi Bitcoin, tren tahun lalu dan peningkatan minat institusional dapat mengubah narasi tersebut. Jika pasar dapat menembus resistance di sekitar USD 65.000, kita mungkin melihat kenaikan lebih lanjut menuju akhir tahun,” ungkap Fyqieh.

Selain itu, dampak dari halving Bitcoin pada April 2024, di mana reward block berkurang dari 6,25 menjadi 3,125 BTC, juga mungkin mulai terasa di bulan September. Secara historis, efek halving biasanya memerlukan waktu beberapa bulan untuk mempengaruhi harga secara signifikan.

"Dengan berkurangnya pasokan Bitcoin baru, permintaan yang tetap atau meningkat dapat menciptakan tekanan beli yang mendorong harga naik," ucap dia.

 


Tetap Harus Waspada

Secara keseluruhan, meskipun pola historis menunjukkan risiko penurunan, September 2024 tetap memiliki potensi untuk mencatatkan tren positif seperti yang terjadi pada September 2023.

"Investor harus tetap waspada, memantau perkembangan kebijakan moneter global, serta mempersiapkan strategi manajemen risiko yang matang dalam menghadapi volatilitas pasar. Dengan kombinasi faktor-faktor ini, arah pergerakan harga Bitcoin di September 2024 akan sangat bergantung pada bagaimana pasar merespons kondisi ekonomi global dan sentimen investor terhadap kripto," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya