Liputan6.com, Jakarta Perbedaan antara wajah orang kaya dan orang miskin telah lama menjadi topik menarik dalam ilmu sosial dan psikologi. Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh University of Glasgow dan dipublikasikan di APA Journal of Experimental Psychology, mengungkap bahwa raut wajah seseorang bisa menjadi penanda kelas sosialnya.
Penelitian ini, yang melibatkan partisipan kulit putih, menemukan bahwa wajah orang kaya cenderung memiliki bentuk yang lebih tirus, mulut yang tersenyum lebar, alis yang terangkat, mata yang berjarak dekat, dan kulit yang lebih cerah dan hangat. Fitur-fitur ini dikaitkan dengan kepercayaan, kompetensi, dan kehangatan.
Advertisement
Sebaliknya, wajah orang miskin cenderung memiliki wajah yang lebih lebar, pendek, dan datar. Bagian mulut mereka cenderung turun, dan kompleksi kulitnya lebih dingin. Mereka seringkali dianggap sebagai kelas bawah, kurang dapat dipercaya, dan tidak kompeten.
Contoh nyata, seperti CEO Facebook Mark Zuckerberg dengan wajah tirusnya dan CEO Amazon Jeff Bezos dengan kulit hangat dan kemerahan, tampaknya mendukung hasil penelitian ini. Meskipun tidak disebutkan secara spesifik dalam studi tersebut, kedua miliuner ini memiliki ciri-ciri yang dikaitkan dengan kekayaan.
Peneliti menekankan bahwa penampilan memang berpengaruh pada penilaian orang terhadap individu. Namun, penilaian tersebut bisa menimbulkan persepsi yang salah dan merugikan orang lain.
Penuis studi tersebut, Dr. R. Thora Bjornsdottir mengatakan, orang yang dianggap memiliki kedudukan kelas sosial tinggi atau rendah seringkali dinilai memiliki sifat-sifat yang menguntungkan atau tidak menguntungkan.
"Penilaian semacam itu terbentuk bahkan hanya dari penampilan wajah, dan hal ini dapat menimbulkan konsekuensi yang substansial, termasuk merugikan mereka yang dianggap memiliki kedudukan kelas sosial yang lebih rendah," kata dia.
Selanjutnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stereotip kelas sosial berperan besar dalam hubungan antara penampilan wajah dan penilaian terhadap kelas sosial seseorang.
Stereotip yang kita pegang memiliki konsekuensi pada bagaimana kita memandang orang lain, tambah Dr. Bjornsdottir. Stereotip tersebut membiaskan persepsi kita, dan kesan kita terhadap orang lain dapat mengarah pada keuntungan atau kerugian tertentu bagi mereka.
Studi ini menggarisbawahi pentingnya kesadaran terhadap bias dan stereotip dalam penilaian kita terhadap orang lain, serta pentingnya untuk melihat individu secara holistis, bukan hanya berdasarkan penampilan fisik mereka.
Advertisement