Liputan6.com, Aceh - Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) di salah satu kabupaten di provinsi itu dilaporkan ke polisi atas tuduhan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.
Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, mengatakan bahwa pemerkosaan itu diduga dilakukan berulang kali oleh pelaku berinisial AI dalam rentang waktu antara tahun 2021 hingga 2022, yang dimulai pada saat korban berusia 14 tahun atau kelas 2 SMP.
Advertisement
AI memerkosa korban ketika ibu korban sedang dirawat di rumah sakit, sementara ayah korban mesti menemani sang ibu sehingga korban lebih sering berada sendirian di rumah.
Pelaku yang masih terikat hubungan saudara dengan korban menyambangi rumah korban dengan alasan ingin mencari orangtuanya. Saat itulah pemerkosaan terjadi.
Pelaku AI mengancam akan membunuh korban apabila korban melaporkan kejadian yang dialaminya. Kasus ini terungkap sewaktu anak tersebut menjadi korban perkosaan oleh pelaku lainnya pada tahun 2024.
Korban diperkosa oleh S, seorang pekerja serabutan di sebuah rumah kosong yang ada di dekat rumah pelaku. Kejadian tersebut terbongkar oleh ibu korban yang curiga dengan gelagat putrinya.
Ibu korban pun mendesak putrinya agar mau mengungkapkan kejadian apa yang telah dialaminya. Dari sini diketahui ternyata korban telah diperkosa oleh S dan AI. Namun, berbeda dengan S, AI tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
AI Bantah Perkosa Korban
Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke polisi pada 30 Juli 2024, dan kini korban dan keluarganya didampingi oleh LBH Banda Aceh.
"Terhadap kasus ini, kepolisian telah menangkap S dan menetapkannya sebagai tersangka. Namun terhadap terduga pelaku AI, belum ada perkembangan penyelidikan yang signifikan," terang Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat, Senin sore (9/8/2024).
Melihat ini, Qodrat menilai aparat penegak hukum setengah hati dalam mengungkapkan dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh AI.
"Para predator seksual terhadap anak tidak boleh diberi ampun. Mereka harus ditindak tegas tanpa memandang status sosial dan jabatannya. Jangan sampai penegakan hukum terkesan tumpul ke atas. Apalagi dalam kasus ini AI merupakan pimpinan MAA, tetapi perbuatannya sungguh sangat memalukan dan sama sekali tidak mencerminkan adat istiadat Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam," tegas Qodrat.
Sementara itu, AI yang dilaporkan sebagai tersangka dalam kasus ini menampik bahwa dirinya telah memerkosa korban.
"Itu tidak benar, kita tidak pernah melakukan hal yang tercela seperti itu," kata AI, dihubungi Liputan6.com belum lama ini.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah bertemu korban kecuali pada saat acara keluarga. AI membenarkan adanya pemanggilan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap dirinya dan mengaku bahwa dirinya terelakkan dari semua tuduhan.
"Ya, semua tuduhan tersebut terbantah, dan hubungan dengan keluarga pelapor adalah saudara," katanya.
Advertisement