Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) dari pembangkit listrik milik PT PLN (Persero), yang masih kurang dari target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, berdasarkan RUPTL hingga 2025, bauran EBT dari pembangkit listrik hijau masih kurang 8,2 gigawatt (GW). Dengan nilai investasi yang diperlukan sekitar USD 14 miliar atau setara Rp 216,3 triliun (kurs Rp 15.456 per dolar AS).
Advertisement
"Kalau kita hitung ya, untuk mencapai bauran yang sesuai dengan RUPTL, jadi saya kan beberapa kali bilang, ini PLN utang sama Kementerian ESDM, karena RUPTL enggak pernah tercapai," ujar Eniya di Kantornya, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Utang pembangkit listrik hijau itu terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari berbasis biomassa, biogas, sampah, panas bumi (geothermal), air, hydro, hingga baterai.
Eniya tak menampik bahwa target bauran EBT sangat bergantung terhadap investasi. Hingga Agustus 2024, realisasi investasi sektor EBTKE baru mencapai sekitar USD 580 juta dari target USD 1,23 miliar di tahun ini.
"Jadi USD 14 miliar dalam in the next 1 year, kalau USD 14 miliar tadi ada, itu sebetulnya baruan EBT kita meningkat. Sekilas ini baru kasar. Kalau kita punya investasi USD 14 miliar, dalam 1 tahun ke depan bauran EBT kita itu bisa menyentuh 20 persen energy mix," terangnya.
Adapun dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah target mencapai bauran EBT 23 persen di 2025. Melihat kondisi terkini, target bauran EBT 23 Persen baru bisa tercapai di 2029.
"Target 23 persen ini masih menjadi question kapan tercapainya. Walaupun di KEN terbaru 23 persen itu kalau enggak salah di 2029, karena di 2030 direncanakan tercapai 25 persen lewat KEN yang baru," tutur Eniya.
Berusia 1 Abad Lebih, PLTA Bengkok Konsisten Suplai Listrik Hijau
Isu energi baru terbarukan (EBT), termasuk penggunaan listrik hijau, semakin gencar didengungkan oleh berbagai kalangan. Ternyata, satu wilayah di utara Kota Bandung telah menggunakan listrik hijau selama lebih dari satu abad.
Suplai listrik tersebut berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok yang dibangun pada masa kolonial Belanda pada tahun 1923. Pembangkit listrik hidroelektrik yang terletak di kawasan Dago Atas, Kabupaten Bandung, ini memiliki total kapasitas 3 x 1,05 MW (3,15 MW).
Senior Manager PLN IP Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, Doni Bakar, menjelaskan bahwa tenaga listrik air PLTA Bengkok dihasilkan dari Sungai Cikapundung, yang airnya dibendung di Taman Hutan Raya, sekitar 4 km dari lokasi pembangkit.
"Di atas situ ada kolam tampungan harian (KTH). Dari KTH itu, air mengalir melalui penstock. Ada pipa *penstock* lama yang sudah tidak kami operasikan, jadi kami menggunakan pipa yang berada di bawah tanah (underground). Air tersebut kemudian mengalir ke bawah, terbagi ke tiga aliran. Setiap aliran masuk ke unit masing-masing melalui katup utama, sebelum akhirnya masuk ke turbin," jelasnya dalam kunjungan kerja bersama tim PT PLN (Persero) di PLTA Bengkok, Kabupaten Bandung, Selasa (3/9/2024).
Dengan suplai air tersebut, ia melanjutkan, PLN IP menggunakan sekitar 1 meter kubik air per detik untuk menghasilkan daya sekitar 1 MW.
"Listriknya dialirkan ke kawasan sekitar Bandung ini. Dari generator, listrik dihasilkan dengan tegangan 6 kV kemudian dinaikkan melalui trafo menjadi 20 kV. Selanjutnya, dari 20 kV dialirkan ke PLN untuk disalurkan ke masyarakat," imbuhnya.
Advertisement
Layani Listrik 3.000 kW
Dengan total kapasitas sekitar 3,15 MW, Doni mengatakan, suplai listrik dari PLTA Bengkok dapat melayani kebutuhan listrik sekitar 3.000 kW. PLN IP juga melakukan interkoneksi pipa untuk mendukung suplai listrik kepada pelanggan.
"Jadi, jika satu rumah membutuhkan 1 kW, berarti ada sekitar 2.000-3.000 rumah yang dapat dilayani. Di sekitar Bandung sini, PLN melayani pelanggan dengan interkoneksi melalui jaringan 500 kV Jawa-Bali. Selain itu, ada juga jaringan 150 kV, 70 kV, dan 20 kV," jelasnya.
"Kami di PLTA Bengkok langsung mengalirkan listrik ke jaringan 20 kV. UBP Saguling memiliki total kapasitas 800 MW. Sebanyak 700 MW dihasilkan dari PLTA Saguling yang dialirkan ke jaringan 500 kV, dan 100 MW lainnya tersebar, salah satunya di PLTA Bengkok. Pola operasinya, ada yang masuk ke jaringan 70 kV atau ke jaringan 20 kV," sambungnya.
Usia Sudah 1 Abad
Meskipun PLTA Bengkok termasuk pembangkit listrik tenaga air yang sudah berusia lebih dari 100 tahun, PLN IP mengoperasikannya dengan metode modern. Salah satunya adalah dengan menerapkan pola manajemen aset untuk memetakan dan memelihara aset tua tersebut.
PLN IP melakukan pemeliharaan secara periodik atau berbasis waktu. Proses pemeliharaan juga dilakukan dengan menggunakan metode *preventive maintenance*, yaitu inspeksi rutin setiap hari.
"Kami juga menggunakan teknologi terbaru melalui *predictive maintenance*, seperti menggunakan termografi. Dengan teknologi ini, kami dapat mengambil gambar untuk melihat titik panas, mana yang masih aman, dan kemudian melakukan pemeliharaan," jelas Doni.
"Kami juga memiliki fitur tribologi untuk memantau kondisi pelumas. Selain itu, kami memiliki fitur untuk memastikan vibrasi pada turbin kami. Jika vibrasinya melebihi batas toleransi, kami akan mengambil langkah perbaikan," tambahnya.
Advertisement