Polemik Pemasangan Chattra di Candi Borobudur, Dikritik Merusak Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO

Sejauh ini, upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali. Salah satunya melibatkan pemasangan chattra yang kemudian dibongkar lagi.

oleh Asnida Riani diperbarui 10 Sep 2024, 13:00 WIB
Bangunan chattra Candi Borobudur yang masih diragukan keaslian batunya oleh para arkeolog kini tersimpan di Museum dan Cagar Budaya kawasan Candi Borobudur, Magelang. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar pemasangan chattra Candi Borobudur sedang intens dibahas di media sosial sejak akhir pekan kemarin, kendati sebenarnya bukan wacana baru. Narasi publik terbelah jadi dua, dan dalam kritiknya, pemasangan chattra, yang merupakan struktur serupa payung di stupa induk Candi Borobudur, dinilai "merusak Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO."

Dalam berita yang dimuat Balai Konservasi Borobudur, dilansir dari laman Kemdikbud, Selasa (10/9/2024), Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut, "Perlu dorongan kebijakan politis yang dapat diterima oleh semua karena para arkeolog berusaha menjaga keaslian Candi Borobudur sementara kita juga berusaha mendengarkan aspirasi dari umat Buddha," seusai Rapat Koordinasi Akselerasi Pemasangan Chattra Stupa Induk Candi Borobudur di Grand Artos Hotel & Convention Magelang, Jumat, 9 Agutus 2024.

Anton menjelaskan, karena ada perbedaan-perbedaan yang muncul dalam rencana pemasangan chattra, dibutuhkan suatu keputusan politis sehingga nantinya dapat diterima semua pihak dan tidak akan ada salah satu pihak yang disalahkan masyarakat. "Kita membutuhkan hitam di atas putih bahwa ada perintah ataupun arahan yang meminta pada Kemendikbudristek untuk mendampingi pemasangan chattra," ujar dia.

Pemasangan chattra Candi Borobudur, menurut dia, harus bersifat reversible. Artinya, dapat dikembalikan ke kondisi semula dan tidak merusak struktur stupa induk yang ada saat ini. Hal ini untuk mengantisipasi adanya perkembangan ilmu pengetahuan baru terkait chattra.

 


Pemasangan Chattra Candi Borobudur

Stupa-stupa Budha terlihat di candi Borobudur di Magelang, di provinsi Jawa Tengah, Indonesia 10 Mei 2016. Sidang penetapan status Memory of the World akan dilakukan di Prancis pada akhir Oktober atau awal November 2017. (AFP Photo/Goh Chai Hin)

Direktur Kebijakan Pembangunan Manusia, Kependudukan, dan Kebudayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional, Anugerah Widiyanto mengatakan, tim khusus yang dibentuk untuk mengkaji pemasangan chattra memutuskan tidak menggunakan chattra hasil rekonstruksi insyinur Belanda, Theodoor van Erp, yang memimpin pemugaran pertama Candi Borobudur tahun 1907–1911.

"Mereka akan menawarkan beberapa model sesuai kebutuhan umat Buddha sehingga kita tidak akan memasang semua batu yang telah disusun van Erp, hanya batu-batu asli saja yang nantinya akan kami pasang," ujar Anugerah.

Pemasangan chattra oleh van Erp diduga terinspirasi Relief Gandawyuha di lorong dua Candi Borobudur. Relief itu merupakan teks keagamaan yang merepresentasikan puncak spiritual seorang peziarah dalam mempelajari pengetahuan tertinggi. Relief tersebut dipahatkan pada dinding dan pagar langkan Candi Borobudur.

Menurut Balai Konservasi Borobudur, upaya pemugaran Candi Borobudur dilakukan sebanyak dua kali:

Pemugaran I tahun 1907–1911

Pemugaran pertama sepenuhnya dibiayai pemerintah Hindia Belanda, dipimpin Theodoor van Erp. Saat itu, sasaran pemugaran lebih banyak ditujukan pada bagian puncak candi, yaitu tiga teras bundar dan stupa pusatnya.

 


Pemugaran Candi Borobudur

Ilustrasi Peninggalan Bersejarah Candi Borobudur. Photo by Leon Beckert on Unsplash

Saat itu, Chattra sempat dipasang, tapi karena beberapa batu tidak ditemukan kembali, struktur payung di puncak stupa Candi Borobudur itu dilepas kembali. Pemugaran bagian bawahnya dikatakan bersifat "tambal sulam," seperti perbaikan maupun pemerataan lorong, serta perbaikan dinding dan langkan tanpa pembongkaran, sehingga masih terlihat miring.

Usaha-usaha konservasi telah dilakukan sejak pemugaran pertama oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pihaknya terus mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap Candi Borobudur, sementara proses kerusakan dan pelapukan batu-batu candi terus berlangsung.

Kerusakan dan pelapukan batu-batu candi disebabkan tiga hal, menurut hasil penelitian panitia yang dibentuk pada 1924. "Ketiganya adalah korosi, kerja mekanis, serta kekuatan tekanan dan tegangan di dalam batu-batu itu sendiri (O.V. 1930 : 120-132)," catat Balai Konservasi Borobudur.

Pemugaran II Tahun 1973–1983

Berdasarkan perbandingan antara kondisi saat itu dengan foto-foto yang dibuat Theodoor van Erp 10 tahun sebelumnya, diketahui proses kerusakan batu Candi Borobudur terus terjadi dan semakin parah. Ini terutama pada dinding relief.

 


Pembongkaran di Pemugaran II Candi Borobudur

Pengelola Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko menyiapkan protokol kesehatan yang ketat bagi wisatawan yang berkunjung pada masa uji coba pembukaan wisata candi tersebut mulai Rabu, 1 Juli 2020. (Liputan6.com/ Kemenparekraf)

 

Dengan masuknya Indonesia jadi anggota PBB, secara otomatis Indonesia juga jadi anggota UNESCO. Melalui lembaga tersebut, Indonesia mulai mengimbau dunia internasional untuk ikut menyelamatkan bangunan yang sangat bersejarah tersebut. 

Usaha ini berbuah hasil, dengan alokasi dana dari Pelita dan UNESCO. Pada 1975, pemugaran Candi Borobudur secara total dimulai. Karena pada tingkat Arupadhatu keadaannya masih baik, hanya tingkat bawah saja yang dibongkar.

Dalam pembongkaran tersebut, ada tiga macam pekerjaan. Pertama, tekno arkeologi yang terdiri atas pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu, yaitu empat tingkat segi empat di atas kaki candi.

Lalu, pekerjaan teknik sipil. Ini berupa pemasangan pondasi beton bertulang untuk mendukung Candi Borobudur di setiap tingkatnya dengan diberi saluran air dan lapisan kedap air di dalam konstruksinya. 

Terakhir, pekerjaan kemiko arkeologis yang terdiri dari pembersihan dan pengawetan batu-batu Candi Borobudur. Batu-batu yang sudah bersih dari jasad renik, yakni lumut, cendawan, dan mikroorganisme lain, kemudian disusun ke bentuk semula.

Infografis Kilas Balik Penyelamatan dan Pelestarian Candi Borobudur. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya