Penerapan Kemasan Polos Bikin Rokok Ilegal Makin Marak

Pasal 435 pada Peraturan Pemerintah 28/2024 yang mengatur tentang standarisasi kemasan pada produk tembakau dan rokok elektronik menjadi salah satu perhatian.

oleh Arthur Gideon diperbarui 10 Sep 2024, 17:10 WIB
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah merancang  Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang akan menjadi turunan teknis dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tentang Kesehatan. RPMK ini menyita perhatian banyak pihak, khususnya mereka yang terlibat langsung dalam industri tembakau di Indonesia.

Pasal 435 pada Peraturan Pemerintah 28/2024 yang mengatur tentang standarisasi kemasan pada produk tembakau dan rokok elektronik menjadi salah satu perhatian.

Ketua Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan menejlaskan, pasal yang mengarah pada penerapan kemasan polos tersebut akan menyulitkan para pelaku industri hasil tembakau.

“Jika kemasan polos diterapkan, dalam industri kretek atau rokok putih di Indonesia akan mengalami persaingan tidak sehat dan makin maraknya peredaran rokok-rokok ilegal. Untuk mengubah ke kemasan polos itu juga butuh investasi yang sangat besar dan akan memengaruhi industri yang sedang mengalami masa-masa berat seperti sekarang,” kata Henry dikutip Selasa (10/9/2024).

Senada, Ahli Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho menyebut bahwa peraturan ini bisa berbenturan dengan putusan MK terkait industri tembakau di Indonesia. Rokok telah diakui sebagai aspek yang legal, maka tidak boleh dilarang dipublikasikan.

“Kalau saya memahaminya dari konstruksi hukum, seperti putusan MK No.54 Tahun 2008. Jika diperbolehkan oleh putusan itu, maka kemasan juga harus jelas. Jika tidak jelas, putusan MK itu dilanggar, begitu juga dengan putusan MK No.9 Tahun 2009, yang menyatakan sektor industri yang melakukan usaha secara legal di Indonesia memiliki hak yang sama dengan industri-industri lain dalam melakukan pengenalan dan pemasaran produknya,” jelas Ali Ridho.


Pabrik Tutup

Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) yang mewakili para pekerja di industri tembakau juga menolak keras PP 28/2024 dan aturan turunannya dalam bentuk RPMK.

Ketua FSP RTMM-SPSI Sudarto AS, menyampaikan anggota Serikat Pekerja khusus di sektor rokok pada tahun 2015 berjumlah lebih dari 200 ribu orang, yang kemudian menurun hingga 143.127 anggota pada 2024.

Pengurangan anggota serikat pekerja di sektor rokok ini diakibatkan oleh beberapa faktor, mulai dari pabrik tembakau yang tutup, hingga pemotongan hubungan kerja.

“PP 28 dengan segala aturan di dalamnya akan terus kami coba kritisi. Kami merasa tidak dilibatkan sebagai pihak terkait terhadap masalah-masalah, khususnya ketenagakerjaan. Beberapa anak pasal dalam PP tersebut, lebih ketat dan tidak berinduk pada pasal-pasal di atasnya,” jelas Sudarto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya