Liputan6.com, Jakarta Kanker payudara masih menjadi jenis kanker dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Globocan 2022, jumlah penderita kanker payudara di Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai 209.748 orang dengan angka kematian sebesar 22.598 atau 9,3%, menempati posisi ketiga tertinggi.
Selain itu, kasus baru kanker payudara juga menduduki peringkat pertama dengan peningkatan sebesar 16,2% atau mencapai 66.271 kasus. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa sekitar 55% kasus kanker payudara termasuk dalam kategori HER2-Low.
Advertisement
Untuk diketahui, HER2-Positif adalah protein yang berperan dalam pertumbuhan sel pada permukaan jenis sel kanker, termasuk kanker payudara. Jika terjadi kelebihan ekspresi HER2, maka sel kanker cenderung menjadi lebih agresif.
“Sebelumnya, diagnosis HER2 hanya terbagi dalam dua kategori, yaitu positif atau negatif. Namun, dengan kemajuan teknologi dan penelitian, kategori HER2 kini menjadi lebih terperinci. Saat ini ada kategori HER2-low, di mana pasien dengan ekspresi HER2 rendah (IHC 1+ atau 2+, FISH negatif) juga dapat memperoleh manfaat dari terapi HER2-targeted, yang merupakan kemajuan signifikan dalam perawatan kanker,” jelas Dokter Penyakit Dalam Konsultan Hematologi-Onkologi Medik, DR. dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM, berikut informasi yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu(11/9/2024).
Signifikansi diagnosis HER2
Untuk menentukan kategori diagnosis pada pasien kanker payudara, pemeriksaan Histopatologi dan Imunohistokimia (IHK) sangat penting guna mengetahui status HER2 seseorang.
Melalui tes IHK, skor yang diberikan berkisar antara 0 hingga 3+, dengan 3+ dianggap sebagai HER2 positif. Jika hasil IHK menunjukkan skor 2+ (borderline), diperlukan pemeriksaan tambahan seperti FISH (Fluorescent In Situ Hybridization) atau CISH (Chromogenic In Situ Hybridization) untuk memastikan status HER2.
Sayangnya, akses terhadap pemeriksaan ini masih terbatas di beberapa negara. Dalam beberapa kasus, pasien tidak mendapatkan pemeriksaan hormonal atau HER2 yang lengkap, yang dapat menghambat pemberian terapi yang sesuai. Dalam kondisi ini, dr Andhika menekankan pentingnya peran pemerintah dan institusi kesehatan dalam memperluas akses terhadap tes diagnostik dan pengobatan yang tepat.
Advertisement
Pengobatan yang lebih tepat
"Sebelumnya, pasien dengan HER2-low tidak memperoleh keuntungan dari terapi yang ditargetkan pada HER2. Namun, trastuzumab deruxtecan telah mengubah pandangan ini karena kini pasien dengan HER2-low juga bisa mendapatkan manfaat dari terapi tersebut," kata dr Andhika.
Trastuzumab deruxtecan bekerja dengan cara menempel pada reseptor HER2, meskipun ekspresi HER2 hanya rendah (seperti IHC 1+ atau 2+). "Setelah menempel, obat ini melepaskan senyawa sitotoksik yang bertindak seperti 'rudal' untuk menghancurkan sel kanker," tambahnya.
Pasien kanker yang menjalani pengobatan dengan trastuzumab akan menerima perawatan selama setahun yang dibagi dalam beberapa sesi. Selama periode perawatan, respon setiap pasien akan dipantau, termasuk melalui tes seperti IHK dan biopsi. Namun, banyak pasien yang enggan melakukan biopsi karena sudah merasa lelah secara fisik dan mental akibat perawatan kemoterapi atau radiasi.