Liputan6.com, Jakarta Negara-negara Asia Tenggara diperkirakan akan meningkatkan perdagangan dan konsumsi batu bara dekade ini.
Mengutip Channel News Asia, Rabu (11/9/2024) Asosiasi Penambang Batu Bara Indonesia (ICMA) memperkirakan impor batu bara oleh Tiongkok dan India akan memuncak pada tahun 2025 mendatang, yang akan mengakhiri pertumbuhan volume perdagangan bahan bakar pencemar melalui laut global.
Advertisement
Ketua ICMA, Priyadi mengungkapkan bahwa asosiasi itu memperkirakan impor batu bara tahunan oleh negara-negara Asia Tenggara termasuk Vietnam dan Filipina akan tumbuh hampir 3 persen rata-rata per tahun menjadi 170,9 juta metrik ton pada tahun 2030, dari 140,9 juta ton pada tahun 2023.
Dalam konferensi Coaltrans Asia, pedagang dan pejabat industri melihat Vietnam sebagai pasar batu bara yang paling menjanjikan.
Dinh Quang Trung, wakil manajer umum perdagangan batu bara di Vinacomin yang dikelola Vietnam, memperkirakan negara itu akan mengirimkan 66 juta ton pada akhir tahun ini. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan 47,8 juta ton pada tahun 2023, menurut firma analitik Kpler.
"Kami mencapai puncak impor pada tahun 2035 sebesar 86 juta ton batu bara per tahun. Sekitar 70-75 persen dari total konsumsi kami akan digunakan untuk listrik," ungkapnya.
Adapun Filipina yang mencatat pertumbuhan impor batu bara sebesar 7,6 persen selama delapan bulan yang berakhir pada 31 Agustus 2024, sementara pengiriman dari Malaysia tumbuh 4 persen, menurut data dari Kpler.
Sementara negara-negara Asia Tenggara diperkirakan akan menggantikan Tiongkok dan India sebagai pasar pertumbuhan utama bagi eksportir batu bara, pejabat industri masih memperkirakan konsumsi di negara-negara ekonomi yang lebih besar akan tetap tinggi.
Impor batu bara diperkirakan akan tumbuh dalam waktu dekat, dan sebagian besar tetap stabil selama sisa dekade ini.
Impor Batu Bara Tiongkok Diperkirakan Lanjut Naik
Impor batu bara termal oleh Tiongkok diperkirakan akan naik 6,3 persen secara tahunan menjadi 391 juta ton pada tahun 2024, kata Feng Dongbin, wakil manajer umum di Fenwei Digital Information Technology, yang mengoperasikan platform analitik batu bara Tiongkok Sxcoal.
Adapun Riya Vyas, analis senior di perusahaan perdagangan batu bara India I-Energy Natural Resources, mengatakan ia memperkirakan impor batu bara akan tumbuh sepanjang dekade ini. Data dari konsultan India Bigmint menunjukkan impor India 11 persen lebih tinggi dari tahun ke tahun hingga akhir Agustus.
Meskipun negara-negara Asia Tenggara tidak menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk terhubung ke jaringan listrik, mereka meningkatkan pemanfaatan pembangkit listrik yang ada untuk mengatasi permintaan yang tinggi, kata pejabat industri.
Advertisement
Kontributor Signifikan
Bersama Filipina, Indonesia terhitung sebagai kontributor paling signifikan terhadap meningkatnya penggunaan bahan bakar di kawasan tersebut.
"Rata-rata kelompok usia kapasitas terpasang di Indonesia relatif muda dan oleh karena itu menunjukkan permintaan jangka panjang akan tetap kuat," ungkap Patricia Lumbangaol, manajer riset pasar senior di Adaro International.
Pabrik peleburan nikel di Indonesia, yang memasok produsen baterai dan membantu memenuhi permintaan kendaraan listrik, mendorong pembangkit listrik tenaga batu bara, kata Priyadi dari ICMA.
Malaysia, Filipina, dan Indonesia memiliki penetrasi energi terbarukan terendah di Asia di luar Timur Tengah, dan secara signifikan tertinggal dari produsen energi hijau besar seperti Tiongkok dan India.
"Fokus pemerintah pada keamanan dan keterjangkauan energi telah mendukung penggunaan batu bara secara berkelanjutan, terutama karena membantu menjaga tarif listrik tetap relatif rendah," beber Arthur Simatupang, ketua Asosiasi Produsen Listrik Independen Indonesia.