Jaga Iklim Investasi, Pemerintah Diminta Perkuat Pengawasan TKDN

Permenperin ini mewajibkan IKM memenuhi syarat 40% TKDN untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Sep 2024, 12:14 WIB
Menhan sekaligus Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto mengikuti rapat kabinet perdana di IKN, Kalimantan Timur, Senin (12/8/2024). Rapat dipimpin langsung Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin. (Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Liputan6.com, Jakarta Komisi VI DPR RI meminta pemerintah untuk menertibkan perusahaan-perusahaan besar yang diduga memanfaatkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam Permenperin 46/2022.

Regulasi ini sejatinya dirancang untuk mendukung industri kecil menengah (IKM) dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa pemerintah.

Namun, dalam praktiknya, diduga banyak perusahaan besar yang turut memanfaatkan aturan tersebut untuk keuntungan mereka sendiri.

Permenperin ini mewajibkan IKM memenuhi syarat 40% TKDN untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Namun, Darmadi Durianto, Anggota Komisi VI DPR RI, menegaskan bahwa pengawasan terhadap aturan ini masih lemah.

"Pemerintah seharusnya lebih ketat dalam mengawasi dan tidak sembarangan memberikan sertifikat TKDN kepada perusahaan besar. Praktik ini dapat berdampak buruk bagi iklim investasi," jelas Darmadi.

Ia menambahkan bahwa sertifikasi TKDN seharusnya diberikan kepada perusahaan dengan modal terbatas, bukan kepada perusahaan besar yang memiliki kapasitas modal tak terbatas. Jika tidak ditertibkan, perusahaan besar akan mengambil porsi yang seharusnya untuk IKM.

Dampak Negatif Bagi Investasi Dalam Negeri

Lemahnya pengawasan terhadap implementasi TKDN berpotensi menghambat pertumbuhan investasi dalam negeri. Darmadi menjelaskan bahwa kemudahan yang diberikan kepada usaha dengan modal di bawah Rp5 miliar bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. "Ada celah yang dimanfaatkan pelaku bisnis dengan cara sistematis," jelasnya.

Dalam beberapa kasus, perusahaan besar menciptakan perusahaan skala kecil dengan dokumen yang sesuai untuk mendapatkan sertifikasi TKDN. Setelah itu, mereka menawarkan produk yang sebenarnya tidak mereka produksi, bertentangan dengan semangat penerapan TKDN.

 


Sektor Terdampak

Indeks ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2021 atau dalam 29 bulan terakhir. (merdeka.com/Arie Basuki)

Darmadi juga menyoroti adanya praktik serupa di sektor pendingin udara dalam proyek-proyek pemerintah. Hal ini menyebabkan kerugian besar, terutama bagi IKM yang seharusnya mendapatkan manfaat dari kebijakan TKDN.

Selain itu, ia memperingatkan potensi dampak negatif terhadap investasi di sektor pendingin dan refrigerasi di Indonesia.

Ia mencontohkan adanya investasi besar-besaran dari perusahaan pendingin udara asal Jepang yang berencana membangun fasilitas produksi senilai Rp3,3 triliun di Indonesia, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 2.500 orang.

Praktik penyimpangan TKDN ini dapat menghambat investasi-investasi seperti ini, yang seharusnya mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Pemerintah Diminta Bertindak Cepat

Darmadi mendesak pemerintah untuk segera bertindak dengan melakukan koordinasi antar-kementerian dalam menangani masalah ini.

"Pemerintah harus hadir, tidak hanya dalam mendorong investasi, tetapi juga memastikan kenyamanan investor dengan memperkuat pengawasan," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya