Liputan6.com, Jakarta - Era sudah berubah ke arah digital, namun keberadaan radio bagi sebagian orang masih tetap memiliki tempat dan kenangan tersendiri. Bahkan tanpa radio, masa sulit pasca-kemerdekaan RI mungkin tak bisa dilewati dengan lebih mudah.
Emil Salim, mantan menteri di era Presiden Soeharto pun terkenang masa kecilnya di era 1950an ketika saat itu sudah ada radio transistor yang bisa dijinjing. Keberadaan radio kala itu amat berarti baginya yang melalui masa kecil dengan begitu keras.
Advertisement
"Dengan irama yang indah, lalu lagu yang tenang dan enak diputar," ungkap Emil Salim saat diundang dalam peluncuran buku "Panggil Saya Mas Yos" di Balairung Soesilo Soedarman, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bertepatan dengan Hari Radio Nasional, Rabu (11/9/2024).
Emil mengungkapkan dengan mendengarkan musik yang indah, rasanya saat itu tempaan hidup yang cukup berat karena melawan penjajahan bagi generasi 1950an terobati. Saat itu menurutnya selain Radio Republik Indonesia (RRI), baru ada Elshinta sebagai radio swasta memutarkan pilihan lagu yang baik.
Hingga praktis dari pagi hingga larut malam remaja maupun orangtua mendengarkan radio itu karena merupakan satu-satunya yang memutar lagu enak. "Tenang damai rasanya masa itu hingga lahir dansa dan bergaul," kenang Emil yang kini telah berusia 94 tahun.
Untuk itulah, radio menjadi bagian sejarah Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Emil pun mengungkap bahwa lahirnya musisi dan seniman di Tanah Air juga berakar dari kehadiran radio yang kerap memutar musik dan didengarkan oleh pendengarnya.
Radio Bagian Industri Kreatif
Bertepatan dengan peringatan Hari Radio Nasional, 11 September 2024, sejarah musik dan radio Indonesia mencapai momen penting dengan peluncuran buku biografi "Panggil Saya Mas Yos". Buku ini istimewa karena mengabadikan perjalanan hidup Commodore Muda R. Suyoso Karsono, salah satu pelopor dan tokoh kunci dalam sejarah industri musik rekaman dan radio di Indonesia.
Di kesempatan yang sama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno mengatakan bahwa buku tersebut bukan sekadar biografi, tapi menjadi catatan penting mengenai fondasi industri musik dan radio yang kita kenal saat ini. "(Radio) ini ternyata bagian industri dan Mas Yos sudah lebih dulu mengembangkannya bahkan 40 tahun lalu," kata Sandi.
Ia menyebut bahwa industri radio telah mampu berkontribusi sebanyak sekitar Rp130 miliar dan Radio Elshinta yang didirikan oleh Mas Yos merupakan radio pertama pasca-kemerdekaan. "Radio di masa itu juga menumbuhkan bakat seni sejumlah musisi di masanya," ucap Sandi.
Untuk itu buku "Panggil Saya Mas Yos" menandai tonggak sejarah yang merayakan bagaimana Mas Yos membuka jalan bagi generasi musisi dan praktisi media, dari era analog hingga ke era digital saat ini. Inisiatifnya dalam mendirikan Irama Records, label rekaman pertama di Indonesia, serta pendirian stasiun radio swasta pertama, merupakan warisan budaya yang akan terus dikenang.
Advertisement
Buku Jadi Arsip Sejarah Musik Indonesia
Elshinta Suyoso-Marsden, puteri dari Mas Yos, berharap peluncuran buku ini dapat memperkaya makna dan semangat dalam peringatan Hari Radio Nasional. "Melalui buku ini, kami berusaha menghadirkan gambaran utuh tentang sosok almarhum Suyoso Karsono, yang lebih dikenal dengan nama Mas Yos, sebagai pelopor dalam dunia industri rekaman musik dan stasiun radio di Indonesia," tuturnya.
Elshinta juga mengharapkan buku ini dapat menjadi sumbangsih berharga bagi industri musik dan radio Indonesia, serta memperkaya wawasan khalayak tentang sejarah dan kiprah Mas Yos yang telah mewarnai perjalanan musik dan radio di Tanah Air.
Mas Yos yang merupakan pionir musik dan radio yang menginspirasi generasi Mas Yos adalah sosok visioner yang berjasa besar dalam perkembangan industri kreatif Indonesia, khususnya di bidang musik dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Sejak masa awal kemerdekaan, ketika Indonesia sedang berusaha menemukan identitasnya dalam industri musik, Mas Yos mendirikan J&B Records, yang kemudian menjadi Irama Records pada tahun 1953-label piringan hitam komersial pertama di Indonesia.
Sejarah Radio dan Lahirnya Industri Rekaman di Indonesia
Irama Records adalah fondasi dari industri musik modern di Indonesia, menjadi rumah bagi musisi legendaris yang merajai genre jazz, pop, keroncong, dan musik daerah. Beberapa musisi besar yang ditemukan dan dipromosikan oleh Mas Yos melalui Irama Records termasuk para legenda jazz seperti Nick Mamahit, Bubi Chen, Jack Lesmana, dan Mus Mualim.
Di luar jazz, nama-nama seperti Titiek Puspa, Bing Slamet, Rachmat Kartolo, Bob Tutupoly, Henny Purwonegoro, Ernie Djohan, Lillies Suryani, hingga Ida Royani juga besar berkat dukungan Mas Yos. Bahkan, grup-grup legendaris seperti Koes Bersaudara dan Dara Puspita turut merasakan tangan dingin Mas Yos dalam mempromosikan karya mereka.
Tidak ketinggalan musisi dan seniman tradisional seperti Bram Titaley, Waljinah, Benyamin Sueb, hingga Elly Kasim juga pernah mendapat sentuhannya.Mas Yos juga tidak hanya aktif di dalam negeri. Pada tahun 1967, dia membawa grup The Indonesian All Stars ke Berlin Jazz Festival, salah satu festival jazz terbesar di dunia.
Pada tahun 1967, Mas Yos mendirikan Radio AM Elshinta, radio swasta komersial pertama di Indonesia yang kemudianmenjadi ikon media penyiaran dengan berbagai program off-air, relay internasional dari BBC UK,VOA US, dan Hilversum Belanda. Penyiarnya pun tokoh-tokoh ternama seperti Hoegeng I. Santoso, Mien Uno, dan Rudy Gontha.
Diketahui Mas Yos melanjutkan inovasinya di bidang radio dengan mendirikan Suara Irama Indah, stasiun radio FM komersial pertama di Indonesia dengan kualitas stereo. Ini menjadi pelopor dalam memutarkan lagu-lagu terkini di kalangan pendengar muda.
Advertisement