Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy meminta agar program iuran pensiun tambahan bagi pekerja dipertimbangkan. Pasalnya, kata dia, sebagaian besar gaji karyawan berada di bawah rata-rata.
"Kalau untuk yang berpensiun ya bagus untuk masa depan hari tuanya, tapi harus dipertimbangkan soal penarikannya itu, iurannya itu, pemotongan iuran itu, karena sebagian besar gaji karyawan itu kan masih belum di atas rata-rata," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Advertisement
Menurut dia, saat ini pekerja sudah memiliki 5 iuran ketenagakerjaan, mulai dari jaminan hari tua, pensiun, hingga kehilangan pekerjaan. Muhadjir menilai sebaiknya iuran-iuran yang sudah tepat apabila dilaksanakan dengan baik.
"Tapi tentu itu sudah dipertimbangkan matang oleh pihak pengusul, karena sekarang kan jaminannya sudah mencakup 5 untuk tenaga kerja itu, mulai dari jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kehilangan pekerjaan, sebetulnya sudah cukup representatif asal itu dilaksanakan," ujarnya.
Muhadjir menyampaikan jaminan yang sudah ada belum berjalan maksimal karena gaji karyawan belum di atas rata-rata. Dia menuturkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sempat pun meminta agar jaminan kehilangan pekerjaan ditunda.
"Kita belum bisa melaksanakan secara maksimal karena tadi itu, kondisi take home pay dan gaji atau upah dari karyawan kita memang belum bagus-bagus amat, makanya kemarin ada untuk jaminan kehilangan pekerjaan itu sempat kita tahan, presiden minta supaya ditahan dulu, baru sekarang mulai kita berlakukan," tutur Muhadjir.
Dia mengatakan bahwa saat ini daya beli masyarakat sedang menurun. Muhadjir menilai iuran pensiun tambahan justru akan memberatkan para pekerja.
"Sekarang ini yang harus kita perhatikan juga kan menurunnya daya beli kelas menengah. Kalau menurunnya daya beli kelas menengah ditambah lagi dengan iuran untuk pensiun itu saya kira terlalu berat untuk sekarang," pungkas Muhadjir.
Tunggu PP
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pengaturan mengenai batas gaji pekerja yang akan dikenakan program iuran pensiun tambahan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa ketentuan mengenai batasan pendapatan yang akan dikenakan kewajiban tersebut belum ada.
Karena PP belum diterbitkan, OJK hanya berperan sebagai pengawas dalam pelaksanaan program pensiun yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
"Kami dalam hal ini masih menunggu bentuk dari PP terkait Program Pensiun. Kami menunggu kewenangan yang ada dari pemerintah. Kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP diterbitkan," kata Ogi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/9/2024).
Ogi menjelaskan bahwa dalam UU PPSK yang sudah diundangkan pada Januari 2023, memang terdapat amanat untuk penguatan dan harmonisasi program pensiun. Hal ini tertulis dalam bagian 4 dari UU PPSK, khususnya di pasal 189.
Advertisement
Manfaat Terlalu Kecil
Sebagaimana diketahui, manfaat pensiun bagi warga negara, baik itu ASN, TNI, Polri, maupun pekerja formal, relatif sangat kecil. Oleh karena itu, sebagaimana diatur dalam pasal 189, Pemerintah akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun untuk meningkatkan kesejahteraan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.
"Jadi, kalau berdasarkan data yang ada, manfaat pensiun yang diterima pensiunan relatif sangat kecil, hanya sekitar 10-15% dari penghasilan terakhir yang diterima. Sementara itu, upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum menurut standar ILO seharusnya idealnya mencapai 40%," ujarnya.