Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan membentuk 44 kementerian. Gagasan membentuk kabinet gemuk ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan untuk percepatan program Prabowo-Gibran.
"Ya tidak apa kalau dianggap kebutuhankan mau melakukan percepatan. Enggak ada masalah kok. Tinggal tupoksinya saja, saya pikir itu masing-masing pemimpin punya style berbeda," kata Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Advertisement
Menurut Bahlil, berapa pun jumlah kementerian di kabinet adalah hak sepenuhnya presiden terpilih. Sebab, tiap presiden punya gaya masing-masing.
"Yang pertama untuk penyusunan kabinet adalah hak prerogatif presiden terpilih. Jadi kalau kita ini jangan berkomentar melampaui batas berkomentar," kata dia.
Bahlil menilai, Prabowo pasti memperhitungkan matang-matang dan tidak akan melangkahi undang-undang terkait penyusunan kabinet. "Mau berapa jumlahnya kita liat saja dan saya yakinkan bahwa pasti pak prabowo akan mempertimbangkan secara matang dan akan sesuai dengan peraturan peundang-undangan."
Sementara Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco mengaku belum mengonfirmasi apakah penambahan jumlah menjadi 44 kementerian/lembaga. "Penambahan itu ada, tapi jumlahnya sedang kita simulasikan," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Dasco menyebut, penambahan jumlah kementerian berpatok pada janji-janji kampanye Prabowo-Gibran yang tertuang dalam Astha Cita.
"Sesuai dengan optimalisasi kementerian dalam rangka mewujudkan janji-janji kampanye yang kemarin itu ada, termaktub dalam Astha Cita, termasuk dalam program aksi, sehingga bisa lebih fokus dan bermanfaat bagi masyarakat, tetapi mengenai jumlah itu belum bisa saya sampaikan kepada publik karena masih kita simulasikan," kata Dasco.
Menurut Dasco, apakah penambahan terkait dengan pemisahan lembaga yang ada ataukah pendirian lembaga baru juga belum masuk finalisasi. Menurutnya, jumlah fix baru bisa disampaikan ke publik satu minggu sebelum pelantikan presiden di 20 Oktober mendatang.
"Saya juga belum bisa ngomong soal penambahan itu apakah ada pemisahan atau ada yang baru karena ini suatu yang belum fix sebaiknya tidak dipublikasikan karena kalau nanti dipublikasikan ternyata ada perubahan. Jadi masih terus pembahasan dan akan terus finalisasi, mungkin ya tujuh hari sebelum pelantikan baru final," pungkasnya.
Dinilai Bebani APBN
Kabinet gemuk ini dinilai justru tidak akan efisien, sebab akan menambah jumlah anggaran baru untuk belanja pegawai dan kebutuhan lain sehingga akan membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan menilai, sayangnya pembentukan kabinet yang gemuk ini hanya untuk mengakomodir kepentingan politik partai-partai yang telah mendukung kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024. Ditambah lagi, Prabowo juga sedang berupaya untuk merangkul kelompok politik yang berseberangan dalam pilpres untuk mendukung berjalanya pemerintahan ke depan.
"Saya lihat Prabowo akan mengedepankan stabilitas politik sehingga politik akomodir merupakan upaya untuk dapat merangkul semua kelompok politik yang ada di Indonesia," kata Hasyibulloh kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis, (12/9/2024).
Sehingga ia menilai kementerian yang banyak itu bisa berjalan efektif jika ditempati oleh orang-orang profesional atau ahli di bidangnya.
"Sesuai rencana Prabowo membentuk zaken kabinet atau kabinet yang profesional tentu kita semua berharap formasi kabinet bisa efektif menjalankan fungsinya masing-masing demi kepentingan masyarakat banyak," kata Hasyibulloh.
Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai gemuknya kabinet Prabowo menandai buruknya perencanaan dalam membentuk kementerian.
"Tentu saja terkait dengan akomodasi kekuasaan, karena besarnya kabinet akan lebih kental nuansa balas jasa, selain itu akan kian besar porsi APBN yang digunakan," kata Dedi kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis, (12/9/2024).
Dedi pun meragukan jika Prabowo akan benar-benar membentuk zaken kabinet, atau kementerian yang diisi oleh orang yang ahli di bidangnya. Sebab terlihat saat Prabowo justru sedang membentuk koalisi besar di mana Prabowo mau tak mau harus mengakomodasi pendukungnya di Pilpres 2024 lalu, sama seperti yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi.
"Sulit membayangkan pemerintahan Prabowo diisi oleh zaken kabinet, penandanya jelas di mana Prabowo justru membentuk koalisi besar, bahkan hingga di pilkada, ini menandai sikap Prabowo yang jelas mereplikasi Jokowi akan membentuk kabinet sama seperti cara Jokowi, bahkan selain mitra koalisi parpol, Prabowo besar kemungkinan memboyong tim sukses menduduki banyak jabatan elit," ujar dia.
Pengamat Politik Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai Prabowo harus menjelaskan secara rasional alasan dirinya membentuk 44 kabinet kepada publik. Sebab kata dia, publik menilai gemuknya kabinet ini sebagai upaya politik akomodasi, terutama untuk memberikan tempat bagi parpol yang kalah.
"Jadi kesannya adalah sharing power untuk memperluas kekuasaan politiknya. Itu kesan di kalangan publik, sehingga harus dieksplanasi apa alasannya harus ada 44 kementerian apakah alasan kinerja atau alasan akomodasi," kata Adi kepada Liputan6.com.
Kabinet gemuk ini, kata Adi, juga dikhawatirkan akan membebani anggaran negara dan hanya akan tumpang tindih dengan kementerian yang sudah ada.
"Dari 34 kementerian yang sudah ada sebenarnya bisa tercover dengan baik dan dikhawatirkan dengan adanya penambahan menteri jadi 44 hanya akan tumpang tindih," ujarnya.
Adi pun berharap Prabowo memilih menteri yang benar-benar memiliki kapasitas agar percepatan program andalannya seperti makan gratis dan ketahanan pangan dapat segera berjalan.
"Mungkin dengan semakin banyak menteri akan semakin mudah eksekusi program andalan, misalnya kementerian khusus untuk mempercepat program-program mercusuar seperti makan gartis, ketahanan pangan. Saya kira itu akan ada kementerian khusus," ujarnya.
Anggaran Sudah Disiapkan
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono memastikan bahwa pemerintah sudah mempersiapkan anggaran untuk Kementerian/Lembaga di pemerintahan baru pada 2025.
Wamenkeu yang akrab disapa Tommy menyebut, pemerintah melalui K/L terkait sudah melakukan harmonisasi terkait pembentukan hingga mempersiapkan jumlah anggaran.
"(K/L) sudah dikoordinasikan dalam hal ini Kemenkeu sudah koordinasi harmonisasi dengan (Kemenetrian) PAN-RB. Maka apapun yang akan diputuskan oleh presiden terpilih akan bisa dilakukan dengan anggarannya," ungkap Thomas kepada media dalam kegiatan Ramah Tamah di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Rabu (11/9/2024).
Dalam kesempatan itu, Tommy juga membocorkan isi pembahasan dalam pertemuan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dia menyebut, Sri Mulyani dan Prabowo membahas pemberlakuan APBN 2024 menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Pertemuannya berlangsung sangat hangat," sebutnya.
"Pertemuan dimulai dengan pembahasan yang ringan sebagai menterinya Presiden Jokowi, kemudian dilanjutkan hal-hal yang sangat substantif dalam hal ini kita membicarakan APBN 2024," jelas dia.
Pertemuan itu membahas RAPBN 2025 yang akan segera disahkan oleh DPR RI. Terkait itu, Prabowo meminta langsung pandangan Sri Mulyani terkait arah RAPBN 2025 di tengah ketidakpastian perekonomian global.
"Seperti diketahui RAPBN 2025 akan diketok oleh DPR RI, presiden terpilih juga ingin tahu mengenai dinamika ekonomi global, jadi sekali lagi pertemuan itu sangat baik, demikian," pungkasnya.
Dalam kesempatan itu, Tommy juga menegaskan bahwa pertemuan Sri Mulyani dan Prabowo tidak membahas secara spesifik program makan siang gratis. Hal itu mengingat, anggaran untuk program (MBG) tersebut telah ditetapkan sebesar Rp.71 triliun pada RAPBN 2025.
"Kita harapkan MBG akan berjalan lancar, MBG malah nggak terlalu dibahas karena sudah dianggap dan terus yang berlangsung," jelas dia.
Advertisement
DPR Akan Hapus Batas Jumlah Kementerian
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menghilangkan batas jumlah kementerian untuk memuluskan jalan Prabowo membuat kementerian baru melalui Revisi Undang-Undang Kementerian Negara.
Dengan begitu, menurut Wakil Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi pemerintahan mendatang bisa menambah atau mengurangi jumlah kementerian tergantung pada kebutuhan politik dan kebijakan presiden. Menurut dia, jangan sampai Presiden selanjutnya terbelenggu oleh batasan kelembagaan untuk menjalankan visi dan misinya.
"Jadi, fleksibilitas itu tadi diusulkan pada Pasal 6 dan Pasal 10A, dan turunannya nanti kita lihat dalam rumusan di timus (tim perumus) dan timsin (tim sinkronisasi) terkait dengan penempatan pasal," kata Baidowi di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Selain itu, pembahasan panja itu juga memuat perubahan terkait dengan pemecahan atau peleburan lembaga di dalam kementerian. Nantinya, presiden bisa mengatur kebutuhan lembaga dengan mengacu pada undang-undang yang sedang dibahas tersebut.
"Misalnya, ada rencana pembentukan Badan Penerimaan, kan selama ini ada Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai di Kementerian Keuangan. Ketika itu dikeluarkan, sudah ada landasan undang-undangnya," kata dia.
Achmad Baidowi mengatakan bahwa mayoritas fraksi partai politik di Badan Legislasi DPR RI telah menyetujui perubahan-perubahan itu. Menurut dia, RUU Kementerian Negara itu akan segera dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI.
"Keputusan panja nanti masih harus dibawa ke rapat kerja, hari ini kami membentuk timus-timsin, baru rapat panja lagi, kemudian kami rapat kerja," kata dia yang dikutip dari Antara.
Infografis Prediksi Kementerian Baru di Kabinet Prabowo-Gibran
Advertisement