Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Mufti Mubarok mengatakan masyarakat untuk mengadu sesuai prosedur jika menerima barang atau jasa yang tidak layak atau di bawah ekspektasi. Dia menyebut tahapan awal dapat dilakukan dengan melakukan komplain secara langsung.
“Misalnya tidak sesuai atau tidak cocok atau tidak sesuai ekspektasinya, bisa melakukan komplain langsung ke pelaku usaha gitu,” kata Mufti dikutip Kamis (12/9/2024).
Advertisement
Mufti pun mengimbau masyarakat dapat langsung melakukan komplain langsung kepada si penjual. Jika membeli langsung di toko, konsumen dapat langsung komplain ke penjualnya. Berlaku juga konsumen membeli secara daring dengan langsung komplain kepada penjualnya.
Harapannya, permasalahan dapat diselesaikan di tempat. Dengan begitu, permasalahan tidak akan berlarut-larut.
“Ketika membeli langsung konfrontasi ke toko. Kalau misalnya belinya di marketplace, ya ke marketplace,” ucap Mufti.
Namun, jika masih menemui kendala, konsumen dapat menghubungi layanan hotline service dari produsen. Mufti menyebut sudah menjadi ketentuan bagi seluruh produsen memiliki hotline service yang dapat dihubungi 24 jam.
“Apabila pelaku itu tidak langsung bisa melakukan melalui hotline service-nya kan gitu kan biasanya seluruh produk kadang ada hotline service,” tutur Mufti.
“Pelaku usaha wajib punya hotline service yang bisa dihubungi sewaktu-waktu anytime real time kan,” sambung Mufti.
Menurutnya, komplain atau protes yang diajukan merupakan hak konstitusional yang dijamin pada undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Di mana konsumen berhak mendapat barang atau jasa yang seharusnya.
“Ketika barang atau jasa yang tidak sesuai dengan ekspektasinya kan berhak dikomplain itu ada di pasal empat undang-undang,” ungkap mufti.
Potensi Penjualan Pasar e-Commerce Tembus Rp 21,9 Kuadriliun
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus mendorong transformasi ritel modern di era digital. Pasalnya, saat ini telah terjadi pergeseran pola perilaku konsumen dalam membeli produk ritel, khususnya melalui e-commerce.
Terlebih, pasar e-commerce punya potensi penjualan hingga mencapai USD 1,4 triliun, atau setara Rp 21.945 triliun (kurs Rp 15.675 per dolar AS) dalam 3 tahun ke depan.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan, menilai bahwa situasi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha sektor ritel agar tetap bertahan dalam menjalankan bisnis.
"Kami mendorong transformasi ritel modern di era digital dengan memanfaatkan semua sarana pemasaran, termasuk niaga elektronik (e-commerce)," kata Kasan dalam keterangan tertulis, Kamis (15/8/2024).
Kasan mengungkapkan bahwa digitalisasi menjadi keharusan pada era baru pasca pandemi dalam tatanan perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Berbagai sektor perdagangan tetap harus terus beradaptasi dan berinovasi untuk memanfaatkan situasi saat ini, termasuk ritel modern.
Data Bank Indonesia
Berdasarkan data Bank Indonesia, penjualan produk ritel pasca pandemi sudah mengalami peningkatan, yang tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Juli 2024 yang diperkirakan mencapai 212, tumbuh 4,3 persen secara tahunan (YoY).
"Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta subkelompok sandang. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2024 tercatat sebesar 123,4, sedikit menurun dibandingkan tahun lalu yang sebesar 123,5," terangnya.
"Meski demikian, angka tersebut masih menunjukkan posisi optimistis terhadap kondisi ekonomi ke depan. Dengan melihat potensi konsumsi masyarakat yang masih tinggi dan tingkat penjualan ritel yang masih prospektif, perlu upaya mendorong sektor ritel modern," sambung Kasan.
Advertisement
Pertumbuhan Paling Cepat
Sementara itu, Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional, Pande Nyoman Laksmi Kusumawati, memproyeksikan bahwa e-commerce akan menjadi saluran ritel dengan pertumbuhan tercepat.
Niaga elektronik diprediksi mampu memberikan kontribusi sebesar 24 persen pada penjualan ritel di 2027, melonjak dari 21 persen pada 2023.
"Ritel dengan sarana pemasaran niaga elektronik diproyeksikan menunjukkan peningkatan penjualan yang kuat, mencapai USD 1,4 triliun di 2022-2027. Potensi ini diperkirakan datang dari pasar negara berkembang sekitar 64 persen," ungkap Laksmi.
"Selain itu, dompet elektronik terus menjadi pilihan pembayaran. Penggunaannya diperkirakan akan meningkat dari 49 persen pada 2022 menjadi 54 persen pada 2026," pungkas dia.