Sederet Program Kerja Prabowo-Gibran di Masa Pemerintahannya, Bisa Tercapai?

Program Prabowo selama menjadi Presiden di antaranya, setiap warga Indonesia harus memiliki pekerjaan yang layak.

oleh Tira Santia diperbarui 12 Sep 2024, 14:45 WIB
Pasangan calon presiden dan wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tiba di Gedung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, dinilai memiliki visi, misi, dan program yang sangat bagus untuk Indonesia. Program Prabowo di antaranya, setiap warga Indonesia harus memiliki pekerjaan yang layak.

Selain itu juga ada program akses pendidikan yang luas bagi anak bangsa, setiap pekerja harus memiliki pendapatan yang cukup, dan seluruh rakyat Indonesia harus mendapatkan pelayanan terbaik di rumah sakit.

Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, menilai bahwa semua cita-cita tersebut dapat terwujud. Namun, Prabowo-Gibran harus berusaha ekstra untuk mewujudkannya.

"Kalau kita lihat, Presiden terpilih Pak Prabowo ini memiliki cita-cita, visi, dan program yang luar biasa, sangat bagus," kata Esther dalam Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).

Genjot Investasi

Upaya yang harus dilakukan Prabowo-Gibran untuk mewujudkan visi-misi tersebut antara lain adalah meningkatkan investasi dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan.

Selain itu, kualitas pendidikan harus diperbaiki, kedaulatan pangan dan harga yang stabil juga perlu digenjot.

"Kondisi kehidupan yang lebih baik dan kesejahteraan juga harus diwujudkan. Dari sisi kesehatan, pelayanannya harus ditingkatkan," ujarnya.

Namun demikian, presiden terpilih juga perlu mempertimbangkan kemampuan fiskal serta memperhatikan kebijakan moneter dan fiskal agar tidak terlalu ketat. Misalnya, rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025.

"Kita harus melihat kapasitas fiskal yang kita miliki," pungkasnya.


Pertumbuhan Ekonomi Bisa Tercapai?

Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan paparan Penguatan Anti Korupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (Paku Integritas) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai, target pertumbuhan ekonomi 8% yang diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto di masa depan bisa tercapai. Namun, untuk mencapai target tersebut, Presiden baru harus memperhatikan kapasitas fiskal yang dimiliki Indonesia pada saat masa transisi ke pemerintahan baru.

Apakah kapasitas fiskal tersebut mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, atau justru sebaliknya.

"Pertumbuhan ekonomi yang sekarang hanya berkisar 5%, namun Presiden terpilih Prabowo menyatakan target pertumbuhan ekonomi itu sekitar 8%. Apakah memang target ini real atau maksudnya akan tercapai atau tidak? Tentunya kita harus melihat kapasitas fiskal yang kita punyai," kata Esther Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).

Dia menuturkan, sangat penting untuk melihat kapasitas fiskal guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%. Sebab, target tersebut merupakan beban berat yang harus dipikul oleh Pemerintahan baru.

Jika kapasitas fiskal nyatanya tidak cukup, kapasitas fiskal harus diperluas dengan meningkatkan penerimaan negara dan bijak dalam alokasi anggaran.

"Apakah memang bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi dan kalau memang kapasitas fiskal kita tidak terpenuhi atau tidak cukup, apakah yang langkah yang bisa kita lakukan?," ujarnya.

Esther menyampaikan, jika melihat ke belakang, tren rasio pajak di Indonesia cenderung turun dan rendah. Hal itu dilihat dari perkembangan rasio pajak dari tahun 1972 sampai 2023 yang memang cenderung menurun.

Kendati demikian, tren rasio pajak pada periode tertentu yakni 1978-1980 dan 1990-1992 cukup tinggi berada dikisaran belasan hingga 20-an persen. Namun, di tahun 2023 justru mengalami tren penurunan.

"Tertinggi pada tahun 1982 itu sekitar 22%, kemudian tahun 1990 itu sekitar 19%, terus kemudian tahun 2001 itu sekitar 16%, tapi kondisinya terus menurun hingga mencapai 10% saja," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya