China Gencarkan Pengaruh Pendidikan ke Asia Tenggara, Apa Tujuannya?

China dan negara-negara di Asia Tenggara semakin intensif dalam melakukan pertukaran akademis.

Oleh DW.com diperbarui 13 Sep 2024, 14:00 WIB
Kampus Universitas Diponegoro Semarang. Foto: liputan6.com/felek wahyu 

, Jakarta - China dan negara-negara di Asia Tenggara semakin intensif dalam melakukan pertukaran akademis. 

Diketahui, jumlah pelajar asing di China, bukan hanya dari negara ASEAN, telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, dikutip dari laman DW Indonesia, Jumat (13/9/2024).

Berdasarkan data di portal pencarian pendidikan Erudera, lebih dari 500.000 mahasiswa asing terdaftar di universitas di China pada tahun 2018. Pada tahun 2009 jumlahnya masih kurang dari setengahnya. Sebanyak 50.000 pelajar berasal dari Korea Selatan, diikuti oleh Thailand dan Pakistan dengan masing-masing hampir 29.000 pelajar. Sekitar 15.000 warga Indonesia dan hampir 10.000 warga Malaysia belajar di China.

"China kampanyekan citra sebagai negara yang mempromosikan pendidikan tinggi dan berupaya meningkatkan pengaruh soft power di kawasan Asia Tenggara. Generasi muda di Malaysia dan Indonesia semakin tertarik dengan layanan pendidikan China," kata Stefan Diederich, kepala kantor Yayasan Friedrich Naumann di Jakarta.

"Kehadiran China sangat dirasakan di kedua negara ini. China membangun jembatan, bandara, jalan atau pabrik. Itu tentu menarik perhatian masyarakat," lanjut dia. 

Namun, bukan berarti masyarakat hanya berbicara positif tentang China.

 

 


Ingin Tingkatkan Soft Power

Ilustrasi Bendera China (AFP/STR)

Dalam hal investasi, soft power China agak rendah. Korea Selatan jauh lebih kuat. Sinetron populer, K-pop, dan fesyen sebagian besar berasal dari Korea Selatan.

China tampaknya ingin mengubah hal tersebut, demikian dugaan Diederich dalam wawancara dengan DW.

Pemerintah di Beijing tengah berupaya untuk memicu minat terhadap China. Piramida penduduk di China terbalik. Negara ini tertarik pada pekerja terampil yang berkualitas dalam jangka panjang dan oleh karena itu juga China mencarinya di negara-negara tetangga. Itulah sebabnya China giat mempromosikan universitasnya di Indonesia dan Malaysia.

"Persaingan dengan universitas Barat Banyak universitas China juga ingin membangun reputasi internasional," kata Ngeow Chow Bing, Direktur Institute for China Studies di Universiti Malaya di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur.

"Hal ini juga bermanfaat secara finansial bagi universitas karena mahasiswa asing biasanya membayar biaya kuliah yang lebih tinggi. Selama inisiatif universitas tidak bertentangan dengan kebijakan dan tujuan pemerintah pusat, pemerintah menyambut baik hal tersebut," lanjut dia. 


Sejalan dengan Perkembangan Dunia

Seorang mahasiswa baru (depan) berjalan di area kampus Universitas Peking, Beijing, China, 1 September 2020. Saat tahun ajaran baru perkuliahan dimulai, para mahasiswa kembali ke kampus di bawah kebijakan pencegahan dan pengendalian epidemi yang ketat. (Xinhua/Ren Chao)

"Secara umum, ambisi universitas-universitas China sejalan dengan perkembangan internasional," kata Saskia Schäfer dari Institut Studi Asia dan Afrika di Universitas Humboldt Berlin, Jerman.

Ia menyebut bahwa universitas-universitas Inggris dan Australia telah lama mengoperasikan kampus-kampus di Asia Tenggara. Kini universitas-universitas China pun mengikuti jejak mereka.

"Orang-orang dipandu oleh sudut pandang yang sangat pragmatis," tutur Diederich.

Mereka menghargai pendidikan yang baik dan hanya mencari tempat terbaik dan termurah untuk belajar. Eropa dan Amerika terlalu mahal. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk belajar di China.

Sementara itu, Schafer menyebut bahwa sejak zaman kolonial, orang-orang di Malaysia sejak lahir telah dikategorikan sebagai orang Melayu, Tionghoa, India, atau lainnya. Hal ini kemudian terlihat ketika melamar tempat di universitas.

Ada sistem kuota yang mempermudah orang Malaysia yang terdaftar sebagai orang Melayu untuk mendapatkan akses ke pendidikan di universitas negeri. Oleh karena itu, sulit bagi warga Malaysia yang keturunan Tiongkok dan India untuk mendapatkan tempat di universitas-universitas negeri yang bagus. Karenanya, seperlima warga Malaysia Tionghoa kemudian belajar di universitas swasta.

"Secara keseluruhan, perkembangan ini juga mencerminkan menurunnya minat negara-negara ini terhadap Barat," kata Schäfer. 

China berkomitmen terhadap kawasan, yang dari sudut pandangnya, di masa depan akan menjadi lebih penting dibandingkan kawasan lain. 20 atau 30 tahun yang lalu, generasi muda Asia kebanyakan pergi ke Amerika Serikat dan Inggris untuk belajar. Namun, karena antara lain semakin rumitnya peraturan visa, banyak orang Asia yang beralih ke wilayah tetangganya untuk melanjutkan pendidikan.

 

Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Tahun 2021-2024. (Abdilah/Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya