Kebijakan Pengendalian Overtourism Berdampak, Jumlah Pendaki Gunung Fuji Turun 14 Persen

Musim pendakian tahun ini jumlah pendaki Gunung Fuji merosot cukup signifikan, yaitu sebesar 14 persen.

oleh Maheza Nurmiagita diperbarui 17 Sep 2024, 07:00 WIB
Orang-orang sedang berfoto di depan Gunung Fuji Jepang di kota Gotemba, prefektur Shizuoka. (Dok: Yuichi YAMAZAKI / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah pendaki Gunung Fuji Jepang merosot cukup signifikan, sampai 14 persen, pada musim pendakian tahun ini. Tren penurunan itu terlihat sejak awal Juli hingga awal September. Hal ini terjadi setelah pemerintah Jepang menerapkan kebijakan baru untuk menangani mengatasi masalah overtourism

Di antara kebijakannya yaitu penerapan biaya masuk sebesar 2.000 yen (Rp218.490,06) dan sumbangan sukarela pada Jalur Yoshida. Pemerintah juga menerapkan kuota dengan maksimal 4.000 pendaki per hari. Penerapan sistem reservasi daring juga dilakukan untuk meningkatkan keselamatan dan mengurangi dampak lingkungan. 

Mengutip AFP, Jumat, 13 September 2024, penurunan jumlah pendaki terjadi meski jumlah wisatawan asing yang datang ke Jepang meningkat, mencapai hampir 18 juta tepatnya paruh pertama tahun 2024. Langkah-langkah pengetatan dirancang untuk menjaga kelestarian dan kualitas pengalaman pendakian di Gunung Fuji yang dikenal sebagai destinasi ziarah dan simbol budaya Jepang.

Kebijakan baru ini juga berdampak positif terhadap pemeliharaan dan pengelolaan jalur pendakian. Dengan jumlah pendaki yang terbatas, pihak berwenang bisa lebih efektif dalam mengawasi dan mengatur penggunaan fasilitas serta menjaga kondisi jalur tetap optimal. 

Selain itu, pengurangan jumlah pendaki membantu meminimalkan dampak lingkungan yang disebabkan oleh kerumunan yang besar, misalnya kerusakan vegetasi dan pencemaran. Upaya ini termasuk bagian dari strategi berkelanjutan untuk memastikan bahwa Gunung Fuji tetap dapat dinikmati oleh generasi masa depan tanpa mengorbankan keindahan alam maupun nilai-nilai budaya yang ada.


Proses Pengumpulan Data Pendaki

Gunung Fuji dari Oshino, prefektur Yamanashi. (Dok: Behrouz MEHRI / AFP)

Menurut Kementerian Lingkungan Jepang, data jumlah pendaki dikumpulkan menggunakan perangkat inframerah yang dipasang di empat jalur utama pendakian Gunung. Musim panas ini, kementerian mencatat sekitar 178.000 pendaki, turun cukup banyak dari 200.000 pada tahun sebelumnya maupun masa pandemi.

Data akan terus diperbarui untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai efektivitas kebijakan baru. Evaluasi mendalam akan dilakukan untuk menilai dampak terhadap kebijakan ini. Pihak berwenang berharap informasi ini dapat membantu untuk perencanaan kebijakan selanjutnya, serta dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pengelolaan jumlah pendaki.

Sementara itu, gerbang menuju jalur pendakian Gunung Fuji ditutup kembali pada Selasa, 10 September 2024. Itu menandai akhir musim pendakian tahun ini. Gunung ini tertutup salju hampir sepanjang tahun, namun selama musim panas banyak orang yang berjalan dengan susah payah sepanjang malam untuk melihat matahari terbit dari puncak setinggi 3.776 meter.


Efek Overtourism pada Kondisi Gunung Fuji

Foto diambil pada 31 Agustus 2023 ini memperlihatkan pengunjung mendaki lereng Gunung Fuji, puncak tertinggi di Jepang dengan ketinggian 3.776 meter. Dengan jutaan pengunjung setiap tahunnya, Gunung Fuji bukan lagi tempat ziarah yang damai seperti dulu. (Mathias CENA/AFP)

Sebelumnya, mengutip CNN, beberapa waktu lalu, Gubernur Prefektur Yamanashi Koutaro Nagasaki menyatakan bahwa sejumlah aturan baru diterapkan untuk memastikan bahwa Gunung Fuji bisa diwariskan kepada generasi mendatang. Menurut data prefektur, lima juta orang mendaki Gunung Fuji pada 2019, naik tiga juta orang dari 2012. Peningkatan jumlah pendaki itu menimbulkan masalah baru untuk gunung yang disakralkan oleh masyarakat Jepang.

Jalur pendakian yang padat, kemacetan lalu lintas, kaki bukit yang dipenuhi sampai, hingga pakaian pendaki yang tidak pantas, adalah sederet kasus yang ditemukan akibat jumlah pendaki tak terkendali. Maka itu, otoritas baru akan menempatkan pemandu yang mengatur keselamatan di dalam dan sekitar jalan setapak.

Para pemandu juga akan menegur pendaki yang melanggar etika di gunung, seperti tidur di pinggir jalan setapak, menyalakan api, atau mengenakan pakaian yang tidak pantas. "Wisata yang berlebihan – dan segala konsekuensinya seperti sampah, peningkatan emisi CO2, dan pejalan kaki yang ceroboh – adalah masalah terbesar yang dihadapi Gunung Fuji," Masatake Izumi, pejabat pemerintah prefektur Yamanashi, mengatakan kepada CNN Travel tahun lalu.


Temuan Jenazah Pendaki di Gunung Fuji

Foto pada 18 Juli 2021 menunjukkan orang-orang mendaki ke puncak Gunung Fuji, barat Tokyo. Mendaki Gunung Fuji bukanlah hal yang mudah, tetapi pemandangan matahari terbit di atas lautan awan adalah hadiah terindah bagi yang mencapai puncak tertinggi di Jepang. (Charly TRIBALLEAU/AFP)

Pada Juni 2024, upaya pencarian yang dilakukan tim penyelamat Gunung Fuji menemukan hal tak terduga. Mereka mendapati tiga jenazah pendaki di dalam kawah Gunung Fuji, Jepang, saat mencari salah seorang korban yang dilaporkan hilang.

Mengutip Kyodo, Jumat, 28 Juni 2024, polisi mengatakan pada Rabu, 26 Juni 2024, posisi ketiga jenazah itu saling berjauhan. Hal itu menandakan mereka mungkin mendaki gunung setinggi 3.776 meter itu secara terpisah.

Ketiganya ditemukan di sisi puncak tertinggi Jepang di Prefektur Shizuoka yang juga berada di Prefektur Yamanashi. Saat tim penyelamat gunung tiba, tidak ada tanda-tanda vital dari ketiga jenazah tersebut.

Sebelumnya, polisi mendapatkan laporan orang hilang dari keluarga pria berusia 50an tahun asal Tokyo. Ia hilang setelah mendaki gunung pada Jumat malam, 21 Juni 2024. 

Keluarganya lalu melakukan panggilan darurat sekitar jam 6 pagi pada Minggu, 23 Juni 2024. Polisi kemudian mencarinya awal minggu itu dan menemukan jasad pria itu bersama dua korban lainnya.

Daftar barang yang wajib dibawa saat naik gunung. (dok. Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya