Meretas Data Perusahaan Pesaing, Mantan Bos Ticketmaster Bayar Ganti Rugi Rp 1 Miliar

Seorang mantan bos Ticketmaster yang secara ilegal mengakses data komputer perusahaan pesaing untuk mengambil informasi.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 16 Sep 2024, 07:00 WIB
Seorang mantan bos Ticketmaster yang secara ilegal mengakses data komputer perusahaan pesaing untuk mengambil informasi. (Photo by Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang mantan bos Ticketmaster yang secara ilegal mengakses data komputer perusahaan pesaing untuk mengambil informasi.

Warga negara Inggris bernama Stephen Mead mencuri data sensitif dari CrowdSurge yang merupakan tempat ia bekerja sebelumnya. Tindakannya secara langsung berkontribusi terhadap keruntuhan perusahaan, menurut Departemen Kehakiman di New York.

Mead mengaku bersalah atas tindakan intrusi komputer terhadap CrowdSurge, pada Juni. Ia kini telah diperintahkan untuk membayar USD 67.970 atau sekitar Rp 1,04 miliar (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 15.403) sebagai ganti rugi dan dijatuhi hukuman pembebasan bersyarat selama satu tahun.

Mead diperintahkan untuk membayar kembali sejumlah uang yang diterimanya saat meninggalkan CrowdSurge.

CrowdSurge merupakan situs web tempat artis dapat menjual tiket prajual kepada penggemar. CrowdSurge adalah perusahaan tiket saingan Ticketmaster, yang berkantor pusat di London dan kantor AS di New York. Dokumen pengadilan AS menyebutkan perusahaan tersebut diperkirakan bernilai lebih dari USD 100 juta.

Sejak 2010, Mead menjabat sebagai wakil presiden senior CrowdSurge untuk operasi global dan manajer umum untuk Amerika Utara.

BBC telah melihat dokumen pengadilan yang menyatakan ketika Mead meninggalkan CrowdSurge pada Juli 2012, ia menandatangani "perjanjian pemisahan", yang menyatakan ia tidak boleh menyimpan atau membagikan informasi rahasia apa pun - termasuk daftar klien, dan strategi pemasaran - dengan pihak ketiga mana pun.

Menurut dokumen pengadilan, perjanjian tersebut juga menetapkan Mead tidak boleh bekerja untuk perusahaan tiket lain selama setahun dan, sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, CrowdSurge membayar Mead sekitar USD 52.970. Namun, ia berulang kali melanggar perjanjian pemisahan tersebut.

 

 


Stephen Mead Bekerja di Ticketmaster

Menurut dokumen pengadilan. Pada musim panas 2013, Mead dipekerjakan oleh perusahaan induk Ticketmaster, Live Nation, di sebuah divisi bernama TicketWeb.

Catatan server komputer CrowdSurge menunjukkan setidaknya 25 kejadian saat data perusahaannya diakses oleh komputer dengan alamat IP yang terdaftar di Ticketmaster dan perusahaan terkait di New York, San Francisco, dan Los Angeles, antara Agustus 2013 dan Desember 2015, menurut pernyataan jaksa penuntut.

Menurut jaksa penuntut, Mead membagikan spreadsheet CrowdSurge yang berisi informasi keuangan dan kata sandi tanpa izin, dan mengakses informasi kompetitif tentang klien dan teknologi perusahaan atas permintaan eksekutif Ticketmaster.

Ia juga memberikan informasi kepada karyawan Ticketmaster lainnya yang memungkinkan mereka mengakses informasi CrowdSurge yang dilindungi kata sandi. Ia menyarankan mereka untuk "mengambil tangkapan layar dari sistem", dan membahas "memotong CrowdSurge di lutut", dokumen pengadilan menunjukkan.

Departemen Kehakiman mengatakan informasi tersebut digunakan oleh Ticketmaster untuk merencanakan tanggapan kompetitif guna memenangkan bisnis penjualan tiket prapenjualan dan membandingkan produk dan penawaran. Ditambahkan pula bahwa tindakan Mead menyebabkan kerugian finansial bagi CrowdSurge, yang"sangat signifikan dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif".

Menurut dokumen pengadilan, Mead tidak terlibat dalam tindakan kriminal untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari perbuatannya ersebut, namun, keuntungan yang didapatkannya dimanfaatkan untuk meningkatkan kedudukan dan posisinya di Ticketmaster.

 

 


Terlibat Pencucian Uang, Pejabat Perusahaan Kripto OneCoin Dihukum 4 Tahun dan Ganti Rugi Rp 1,8 Triliun

Ilustrasi Kripto atau Crypto. Foto: Unsplash/Traxer

Sebelumnya, mantan kepala bagian hukum dalam penipuan kripto OneCoin, dijatuhi hukuman empat tahun penjara setelah mengakui bahwa dia terlibat dalam praktik pencucian uang ratusan juta dolar hasil penipuan tersebut.

Dikutip dari laman Mint, Kamis (4/4/2024) Irina Dilkinska mengaku bersalah pada bulan November 2023 atas tuduhan penipuan dan konspirasi pencucian uang dalam kasus OneCoin.

Hakim Distrik di Amerika Serikat, Edgardo Ramos menolak permintaan Dilkinska untuk tidak menjalankan hukuman penjara dan kembali ke Bulgaria untuk merawat dua anaknya yang masih kecil.

Dilkinska didakwa hukuman 10 tahun penjara berdasarkan pedoman hukuman federal AS.

"(Dilkinska) adalah seorang perempuan yang sangat cerdas dan seharusnya mengetahui lebih baik," ujar Ramos.

Ia juga memerintahkan Dilkinska untuk membayar ganti rugi sebesar USD 118,4 juta atau Rp 1,8 triliun akibat keterlibatannya dalam kasus pencucian uang.

"Dia sudah memiliki apa yang perlu dia ketahui tentang keterlibatannya di dalamnya," jelas Ramos.

"Sejujurnya, saya tidak mengerti apa yang mencegahnya meninggalkan skema tersebut sebelum skema tersebut dibatalkan," ungkapnya.

Jaksa mengklaim bahwa, dari tahun 2014 hingga 2019, Dilkinska membantu Mark Scott, pengacara OneCoin yang berbasis di AS, mencuci dana sebesar USD 400 juta melalui serangkaian dana investasi palsu di Kepulauan Cayman.

Scott sendiri dikenal sebagai mantan mitra Locke Lord LLP yang dipidana pada tahun 2019 karena tindak pidana pencucian uang. Dia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada Januari 2024.

Permohonan keringanan hukuman yang diajukan Dilkinska mengacu pada satu tahun yang ia habiskan dalam tahanan di Pusat Penahanan Metropolitan federal di Brooklyn, tempat ia dikurung sejak diekstradisi dari Bulgaria.

Pengacaranya, John P. Buza, berpendapat bahwa kariernya telah keluar jalur dan "terseret" oleh penipu di balik OneCoin.

 


Sosok Terbaru dalam Kasus Penipuan OneCoin

Ilustrasi berbagai macam aset kripto. (Foto By AI)

Dilkinska merupakan sosok terbaru yang menerima hukuman penjara karena keterlibatannya dalam OneCoin, skema Ponzi internasional senilai USD 4 miliar yang tidak pernah memiliki mata uang kripto yang berfungsi.

Sebaliknya, ia menawarkan komisi kepada anggota di seluruh dunia karena merekrut orang lain untuk membeli paket OneCoin yang tidak berharga.

Ruja Ignatova, yang disebut sebagai "Cryptoqueen" yang diduga mengatur penipuan tersebut, menghilang pada 2017 karena organisasinya dicurigai.

Dia ditambahkan ke daftar 10 Buronan Paling Dicari FBI pada 2022. Karl Sebastian Greenwood, salah satu pendiri dan promotor utama OneCoin, dijatuhi hukuman 20 tahun pada September 2023.

Dia mengajukan banding atas hukumannya berdasarkan klaim saksi pemerintah yang memberatkannya menyampaikan keterangan palsu di mimbar.

 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya