Liputan6.com, Bandung - Fenomena awan tsunami belakangan ini kembali jadi sorotan warganet di media sosial. Pasalnya fenomena tersebut menampilkan gambar awan yang terlihat menggulung seperti sebuah tsunami.
Diketahui fenomenanya bisa terjadi di sejumlah negara termasuk di Indonesia ketika peralihan musim atau pancaroba. Sehingga fenomenanya jarang terjadi dan hanya muncul pada musim atau waktu tertentu saja.
Advertisement
Sementara itu, akun media sosial X (sebelumnya Twitter) bernama Georitmus atau @zakiberkata juga sempat membahas terkait fenomena tersebut pada Senin (9/9/2024) lalu. Melalui akunnya dijelaskan bahwa awan tsunami juga dikenal dengan sebutan Awan Arcus.
“Awan Arcus atau dikenal masyarakat dengan awan tsunami,” kata @zakiberkata.
Menurut akun tersebut juga dijelaskan bahwa awan tsunami bisa muncul ketika peralihan musim atau pancaroba. Terutama dalam periode di bulan September-November hingga awal musim hujan Desember-Februari.
“Di Indonesia biasanya terbentuk saat peralihan musim (Pancaroba) September-November hingga awal musim hujan Desember-Februari,” tulisnya.
Sebagai informasi, fenomena awan tsunami tidak hanya viral di tahun ini tetapi juga sempat viral pada tahun 2020 lalu. Saat itu, di wilayah Meulaboh Aceh pada tanggal 10 Agustus 2024 pagi terlihat fenomena awan tsunami yang mengegerkan.
Pihak BMKG juga telah menjelaskan awan yang terlihat seperti tsunami tersebut merupakan awan tsunami atau dikenal dengan nama awan Arcus.
“Secara ilmiah dalam dunia Meteorologi, fenomena awan tersebut dinamakan dengan awan Arcus,” kata BMKG pada (10/8/2020) mengutip dari situs resminya.
Lantas Apa Itu Awan Tsunami?
Mengutip dari situs resmi BMKG, dijelaskan bahwa awan tsunami atau awan Arcus adalah fitur awan yang dapat ditemukan di antara jenis awan Cumulonimbus dan Cumulus. Awan ini lazim terjadi meskipun fenomenanya tidak sering terjadi.
Awan Arcus mempunyai tinggi dasar awan yang rendah dengan formasi pembentukannya horizontal memanjang seolah-olah seperti gelombang. Diketahui fenomena ini bisa terbentuk dari hasil ketidakstabilan atmosfer.
Di antaranya di sepanjang pertemuan massa udara yang lebih dingin dengan massa udara yang lebih hangat serta lembap. Sehingga membentuk tipe awan yang mempunyai pola pembentukan horizontal memanjang.
Adapun kondisinya bisa terjadi karena adanya fenomena angin laut dalam skala yang luas mendorong massa udara ke arah daratan. Fenomenanya juga dapat menimbulkan kondisi angin kencang, hujan lebat, hingga munculnya kilat atau petir di sekitar awan.
BMKG juga menegaskan bahwa kondisi awan tsunami merupakan fenomena yang murni terjadi karena kondisi dinamika atmosfer. Kemudian tidak ada kaitannya dengan potensi gempa, tsunami, atau hal-hal mistis.
Advertisement