Go Green, BEI Godok Indeks Saham Berbasis Iklim

saat ini investor saham mulai memburu produk-produk yang berkaitan dengan aspek ESG. Sehingga BEI merasa perlu untuk mengakomodir kebutuhan investor akan investasi hijau atau investasi berkelanjutan berbasis ESG.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 13 Sep 2024, 19:20 WIB
BEI melihat jika ada tematik indeks saham yang akan dirilis, kemungkinan besar terkait ESG. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana meluncurkan indeks baru sebagai alternatif investasi. Kepala Unit Pengembangan Bisnis Indeks dan ESG BEI, Rony Suniyanto Djojomartono mengatakan, jika ada tematik indeks saham yang akan dirilis, kemungkinan besar terkait ESG.

"Indeks (tematik) ESG) itu salah satu yang sedang kita coba kaji. Karena memang sekarang sedang melakukan edukasi ke perusahaan-perusahaan tercatat terkait dengan perubahan iklim dan membantu memberikan edukasi ke perusahaan-perusahaan terkait dengan penghitungan emisi untuk mencapai target zero emission," kata Rony dalam edukasi wartawan pasar modal, Kamis (13/9/2024).

Menurut Rony, saat ini investor mulai memburu produk-produk yang berkaitan dengan aspek ESG. Sehingga Bursa merasa perlu untuk mengakomodir kebutuhan investor akan investasi hijau atau investasi berkelanjutan berbasis ESG.

"Kita masih ada beberapa concept index di pipeline. Kita ada beberapa pilihan seperti indeks yang mendukung sustainability ataupun climate. Atau mungkin indeks yang mengacu pada sisi governance indeks gitu mungkin. Tapi itu masih menjadi kajian," jelas Rony.

Produk investasi pasif bisa menjadi pilihan untuk berburu cuan. Gambaran saja, investasi pasif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meniru kinerja indeks pasar. Strategi ini berdasarkan teori bahwa dalam jangka panjang, pasar cenderung menghasilkan imbal hasil yang positif, sehingga lebih menguntungkan untuk mengikuti pasar daripada mencoba mengunggulinya.


2024 Segera Berakhir, Mampukah BEI Capai Target 62 IPO?

Papan elektronik menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tren pencatatan saham melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun ini tampak sepi. Hingga paruh pertama tahun ini, Bursa kedatangan 32 emiten baru dari target Bursa sebanyak 62 IPO hingga akhir tahun.

Angka itu tak banyak mengalami perubahan pada kuartal III 2024. Sampai dengan 5 September 2024, terdapat 34 perusahaan tercatat saham baru, dan masih ada 25 perusahaan dalam pipeline. Total dana dihimpun adalah sebesar Rp 5,2 triliun, jumlah tersebut terlihat mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai target IPO BEI tahun ini tidak akan tercapai. Selain memperhitungkan sisa waktu yang tak banyak, saat ini tampaknya juga terjadi ketidakpastian ekonomi.

"Tinggal tiga bulan lebih sedikit, target 62 IPO menurut saya tidak akan tercapai. Banyak emiten yang menunda IPO, termasuk beberapa yang sudah masuk pipeline IPO BEI malah mundur," kata Desmond kepada Liputan6.com, Jumat (13/9/2024)


Faktor Utama Perusahaan Tunda IPO

Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Beberapa faktor utama perusahaan menunda IPO, yang pertama adalah kondisi ekonomi yang stagnan. menurut Desmond, ekonomi Indonesia kurang cerah tahun ini, mengakibatkan banyak perusahaan menunda IPO. Kedua, adanya ketidakpastian misalnya seperti pemilu yang tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga banyak negara lain termasuk Amerika Serikat. Di dalam negeri sendiri, pesta demokrasi belum usai lantaran masih ada pilkada.

"Jadi ada banyak faktor yang menyebabkan ketidakpastian, misalnya tahun pemilu, lanjut dengan pilkada. Hal ini membuat perusahaan menunda IPO. Juga kondisi eksternal, di mana ekonomi dunia yang kurang kondusif, kondisi geopolitik potensi perang Nato - Rusia. Semua berpengaruh," kata Desmond.

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer memperkirakan IPO pada paruh kedua tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan paruh pertama 2024. Secara keseluruhan, IPO tahun ini memang relatif lebih lesu dibandingkan IPO beberapa tahun belakangan.

"Terlebih lagi dengan adanya seleksi ketat oleh BEI bisa jadi penghimpunan dana lewat IPO tidak begitu banyak dibandingkan tahun lalu," kata Khaer dalam pemberitaan Liputan6.com sebelumnya.

Infografis Rupiah dan Bursa Saham Bergulat Melawan Corona (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya