Liputan6.com, Jakarta Berbagai upaya dan penemuan untuk pengobatan kanker, terus dilakukan. Belakangan, teknologi kedokteran nuklir menjadi salah satu hal untuk mengobati pasien kanker lebih optimal.
Salah satu rumah sakit swasta di Indonesia MRCCC Siloam Hospital menggandeng lembaga penelitian dari Belanda, untuk mewujudkan modernisasi pengobatan kanker dari keilmuan kedokteran nuklir.
Advertisement
Di Belanda, teknologi kedokteran nuklir telah menjadi pilihan yang digunakan sebagai langkah efektif dan efisien untuk mengobati pasien kanker. Denggan menggandeng The Netherlands Cancer Institute, atau yang dikenal sebagai Antoni van Leeuwenhoek Hospitals (AVL/NKI) Belanda, dipercaya mampu untuk menangani pasien kanker lebih optimal di Indonesia.
Profesor Marcel Stokkel dari Nuclear Medicine Physician, Netherland Cancer Institute Antoni van Leeuwenhoek Hospital mengungkapkan, pengobatan kanker dengan melibatkan teknologi nuklir saat ini memang masih dianggap sangat mahal. Namun, sebenarnya teknologi tersebut bisa menekan angka perawatan dalam jangka panjang.
"Kalau dilihat memang penggunaan teknologi kedokteran nuklir terlihat mahal di awal, namun akan mengurangi pengeluaran secara keseluruhan karena akan banyak langkah perawatan yang dipangkas," jelas Stokkel.
Selain itu, adanya teknologi kedokteran nuklir juga bisa membuat pasien tidak 'overtreated', di mana karena diagnosis yang tidak tepat membuat pasien kanker mendapatkan perawatan yang tidak perlu. Misalnya saja, lanjut Stokkel mengenai PET-Scan, yang merupakan salah satu teknologi kedokteran nuklir yang bisa membuat diagnosis pasien kanker lebih tepat.
"Memang PET-Scan memerlukan biaya mahal, tapi dengan tidak melakukannya akan lebih banyak uang yang dikeluarkan untuk treatment lain," pungkasnya.
RS MRCCC Siloam Semanggi Bisa Berkonsultasi dengan Dokter Belanda pada Kasus Kanker Rumit
Edy Gunawan, Chief Operating Officer RS MRCCC Siloam Semanggi mengungkapkan, kerjasama tersebut juga memungkinkan pihaknya melakukan konsultasi kepada dokter terbaik di The Netherland Cancer Institute jika ditemukan pasien kanker dengan kasus kompleks.
"Kami juga akan berpartisipasi dalam pertemuan MDT, dimana pembahasan kasus sulit kanker dibicarakan," ungkapnya.
Tenaga Medis Dilatih Terlebih Dulu
Untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa dokter konsultan Kedokteran Nuklir dari MRCCC telah mengikuti program belajar di AVL di bawah bimbingan Prof. Marcel Stokkel, yang merupakan pakar senior kedokteran nuklir di organisasi European Association of Nuclear Medicine (EANM) dan juga konsultan untuk International Atomic Energy Agency (IAEA).
"Dalam bidang pendidikan, MoU ini membuka kesempatan bagi staf MRCCC untuk mengikuti pelatihan di Belanda dan AVL akan menjadi narasumber tetap pada berbagai acara ilmiah yang kami selenggarakan," ungkapnya.
Eddy mengungkapkan, dokter spesialis kedokteran nuklir saat ini masih sangat terbatas. Sementara, di negara-negara Eropa, khususnya Belanda teknologi kedokteran nuklir telah digunakan sebagai pilihan untuk menangani pasien kanker.
"Sehingga dokter spesialis nuklir sangat perlu mendapatkan training, kerjasama ini sangat kesempatan baik untuk belajar dari Eropa," tuturnya.
Pihaknya pun, membuka kesempatan bagi universitas di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran nuklir untuk bekerjasama agar bisa ikut mendapatkan pelatihan bersama pusat kanker Belanda tersebut.
"Tentu kami terbuka apabila ada undangan kerjasama melatih kedokteran nuklir," jelasnya.
Advertisement