Liputan6.com, Jakarta Ada yang menduga adanya unsur perundungan atau bullying di balik kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) dokter Aulia Risma Lestari.
Usai kasus bergulir sejak pertengahan Agustus, Dekan Fakultas Kedokteran Undip dan manajemen RSUP Kariadi pada pertengahan September mengakui memang ada kasus perundungan di lingkungan PPDS dalam berbagai tingkatan.
Advertisement
“Kami menyadari sepenuhnya, kami menyampaikan, dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis, di internal kami terjadi praktik-praktik atau kasus perundungan dalam berbagai bentuk, derajat, dalam berbagai hal,” ujar Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) Yan Wisnu Prajoko dalam konferensi pers di FK Undip, Semarang, Jumat, 13 September 2024.
Terkait pengakuan ini, Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta agar ini menjadi awal yang baik untuk terus melakukan perbaikan dalam pendidikan dokter.
“Tidak menyangkal, lalu minta maaf merupakan tindakan yang positif dan berarti sudah ada niat untuk memperbaiki diri,” kata Edy dalam keterangan lain.
Dia pun memberikan apresiasi kepada Dekan FK Undip dan manajemen RSUP Kariadi. Edy berharap dengan adanya permintaan maaf ini, pihak-pihak terkait akan lebih fokus dalam memperbaiki sistem yang bisa mencegah perundungan.
Utamakan Aspek Andragogi
Edy menekankan, dalam pendidikan, utamanya pendidikan spesialis harus mengutamakan aspek andragogi atau pendidikan untuk orang dewasa.
Dia menginginkan dalam pembelajaran tercipta suasana yang berdasar prinsip kemitraan, partisipatif, dan memberikan pengalaman nyata.
“Sehingga pembelajaran ini berlangsung menyenangkan tapi peserta didik dapat memperoleh ilmu dari senior atau konsulennya dengan baik. Bisa praktik dengan rasa aman,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga meminta pihak lain untuk meniru langkah Undip dan RSUP Kariadi yang tidak memungkiri kondisi yang ada. Sehingga ketika ada laporan perundungan, tidak mencari siapa yang salah tapi mengoreksi bagaimana sistem pengawasan dan pembelajaran yang selama ini berjalan.
“Adanya peraturan dekan di berbagai center pendidikan sudah sangat bagus. Tinggal bagaimana penerapannya,” tutur Edy.
Advertisement
Cegah Perundungan dengan Libatkan Dua Kementerian
Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini juga memberikan atensi atas rencana Kemendikbudristek untuk menerbitkan Permendikbudristek tentang pencegahan perundungan. Sebab dalam pendidikan kedokteran maupun tenaga kesehatan, tidak hanya melibatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Kemenkes memang memiliki wewenang dalam rumah sakit, tapi untuk pendidikannya juga melibatkan FK yang merupakan bagian dari kewenangan Kemendikbudristek.
“Sekarang ada dua kementerian yang memberikan atensi. Ini tentu lebih baik untuk mencegah praktik perundungan itu terjadi lagi,” kata Edy.
Usulkan Pembentukan Konsil dan Kolegium
Untuk jangka panjang, Edy mendesak pemerintah segera membentuk konsil dan kolegium. Ini berperan untuk menyusun standar kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga medis. Dalam hal ini termasuk standar pendidikan.
"Kolegium ini bersifat independen dan terdiri dari guru besar dan para spesialis atau sub spesialis," ujarnya.
Menurut Edy peran kolegium yang sesuai dengan UU Nomor 17/2024 tentang Kesehatan diperlukan. Dia merinci, kolegium lah yang memiliki tugas pokok dan tanggung jawab untuk menyusun standar pendidikan profesi, standar kompetensi profesi, lalu proses pembelajaran pendidikan profesi dan spesialis. Selain itu juga penilaian atau uji kompetensi nasional pendidikan profesi dan spesialis.
“Kolegium juga yang mengeluarkan sertifikat untuk calon pendidik klinis,” ucap Edy.
Advertisement